Sunday, February 5, 2012

INDONESIA, PASAR TERBESAR ANTIBIOTIK???


Tak jarang, bila ke dokter atau praktisi medis lainnya, kita mendapatkan obat berupa antibiotik. Obat golongan ini, nampaknya kita tidak begitu asing untuk mendengarnya. Sudah sangat umum, dan kita dengan sangat  mudah mendapatkan obat golongan ini.
Menurut dr Zubairi Djoerban, spesialis penyakit dalam dan guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, antibiotik adalah zat antimikroba (zat antikuman) yang berasal dari  mikroba lain, umumnya jamur, atau dapat juga dibuat secara sintetik.  Contohnya, lanjut Zubairi, antibiotik penisilin yang ditemukan oleh Alexander Flemming  merupakan suatu zat yang dihasilkan oleh jamur. Satu jenis antibiotik  biasanya hanya ampuh untuk satu kelompok kuman tertentu, tetapi tidak  untuk kuman yang lain, tetapi ada pula antibiotik yang dapat membunuh  berbagai kelompok kuman.
Kendati begitu, Zubairi tetap menekankan agar hati-hati saat mengonsumsi antibiotik. Pasalnya, bila sembarangan dapat  menimbulkan masalah yang serius misalnya alergi, dan yang paling ditakuti  adalah bila terjadi resistensi, artinya antibiotik yang dipakai menjadi  tidak ampuh lagi. Kuman menjadi kebal terhadap antibiotik tersebut. Maka penggunaan obat golongan ini, garus melalui pengawasan dokter.
Namun apa yang terjadi di lapangan? Rasanya kita sendiri yang harus selektif. Golongan antibiotk ini, dengan berbagai merek dan kemasana dagang, sangat mudah kita jumpai di apotek ataupun prkatisi medis. Dan cukup banyak praktisi medis yang memberi resep antibiotic untuk pasiennya. Memang, kadang antibiotic diperlukan untuk penyakit tertentu, namun kadang juga tidak perlu.
Melihat dari perilaku praktisi medis seperti diatas, rasanya cukup masuk akal bila dihubungkan dengan beberapa jurnal kesehatan dari luar negeri yang menyebutkan bahwa Indonesia, adalah pasar terbesar untuk golongan antibiotic di dunia. Bahkan  dari WHO pun pernah menyebutnya demikian. Bayangkan!!!
Maka, tak heran bila semua industry farmasi, baik dalam maupun luar negeri, mempunyai produk obat golongan ini. Dari yang harga murah, hingga yang mahal. Pertanyaannya, mengapa antibiotic ini cenderung hampir semua prkatisi meresepkannya?
Dari pasar industri farmasi yang ada, obat untuk golongan ini memang cukup flexible. Gampang diresepkan, mudah didapat, harga yang terjangkau (sesuai dengan kelas produknya), pengawasan dari instansi terkait di pasaran, tidak begitu ketat. Lagipula, trik dan strategi industry farmasipun, sangat berperan dalam pemasaran obat golongan ini. Terlebih lagi, pengetahuan masyarakat akan obat obatan, cukup minim, sehingga apa yang dikatakan oleh praktisi, mereka cenderung untuk melakukannya.
Di negara maju macam Inggris, Perancis, Singapura, bahkan Amerika, golongan ini sudah mulai di tinggalkan. Karena penggunaan antibiotic ini, di banding manfaatnya, dirasa kerugian yang ditimbulkan akan lebih besar, dan masih ada golongan yang berfungsi sama namun efek samping sangat mimin, yaitu herbal.
Pernah suatu ketika beberapa teman di Perancis, Inggris dan Singapura yang sempat menyampaikan dalam obrolan via surat elektronik,  bahwa oleh dokter dokter keluarga mereka, telah disarankan untuk mengkonsumsi obat obatan herbal semacam bawang, kunyit, temulawak bahkan daun meniran, sebagai pencegahan dan pengobatan untuk keluhan keluhan sakit yang mereka derita. 
Rasanya, kita memang harus lebih bijak sekarang, jangan sampai semua jenis golongan antibiotic itu menjadi konsumsi bagi anak cucu kita.

No comments:

Post a Comment