Sunday, February 12, 2012

JANJI SABDO PALON (sebuah refleksi)


Indonesia, adalah negara yang pada jaman dahulu terdiri dari kerajaan kerajaan besar, seperti Sriwijaya dan Majaphit, yang hampuir semuanya berkeyakinan pada paham animism dan dinamisme. Adalh sangat masuk akal pada saat itu, dimana manusia yang merasa sebagai makhluk, juga mempunyai perasaan bahwa ada sesuatu kekuatan  luar biasa yang tak dapat di nalar oleh mereka, bahkan hingga sekarang pun, masih terlalu banyak kekuatan dan peristiwa yang terjadi yang tak dapat dicerna oleh logika dan nalar kita sebagai manusia yang sangat terbatas ini, bila kita menyadarinya.

Hingga wajarlah bila kemudian muncul paham seperti  itu, dimana setidaknya, mereka percaya bahwa ada kekuatan besar yang mampu mengatur dan mengendalikan alam semesta ini. Lihatlah peristiwa peristiwa alam yang terjadi dalam sekala yang cukup besar, seperti tsunami, gempa bumi, dan meletusnya gunung  berapi.

Kita boleh menengok jauh ke belakang, disaat masa kerajaan Majapahit, dimana dibalik kejayaan dan keberhasilan yang cemerlang kerajaan terbesar di Indonesia ini, dibaliknya ada sebuah kekeuatan yang sangat besar, yang mampu  sadar maupun tidak, mampu membangun sendi sendi kehidupan manusia pada kala itu, melalui titah raja. Sebuah kekuatan yang dapat dipersonifikasikan sebagai wujud manusia ataupun dewa, dengan sebutan Sabdo Palon.

Sosok ini, yang konon bermukim di Gunung Tidar, telah terbang karena sebuah utusan yang diterimanya, agar terbang meuju timur, untuk mengabdi dan menjaga keseimbangan di kerajaan Majapahit pada jaman itu. Adapun sosok itu, kemudian lengser dari kewajibannya untuk mengasuh para raja, karena menjelang lunturnya masa kejaayaan kerajaan itu, kaum bangsawan cenderung untuk berbuiat kejam dan aniaya terhadap rakyatnya. Sosok ini tak tahan melihat keadaan yang terjadi, sehingga setelah terjadinya Perang Bubat, sosok ini memilih untuk bertapa di Gunung Lawu, dan berjanji untuk menjadi pengasuh rakyat jelata, bukan penguasa lagi.

Berbagai macam cara dilakukan oleh bangsawan Majapahit, bahkan sang raja pun turut serta membujuknya hingga ke padepokan di Gunung Lawu, agar bersedia menjadi “pemomong” mereka untuk mengembalikan kejayaan  kerajaan yang telah mulai tenggelam. Namun, darah yang tertumpah telah melebihi batas, kepentingan penguasa telah memberanguskan hak hak rakyat jelata, yang cenderung tak tahu apa apa. Yang mereka tahu hanyalah mencukupi kebutuhan mereka sehari hari, demi anak dan cucu mereka, demi masa depan yang lebih baik.

Namun sebelum Sang Raja mohon pamit diri, sosok ini berjanji, bahwa suatu saat akan kembali., setelah 500 tahun, akan mulai menyebarkan agama budi, yaitu sebuah keyakinan yang berpijak kepada siapakah kita manusia, dimana kita dilahirkan, siapa para pendahulu kita, dan apa yang harus dilaukan untuk menjaga bumi dan semesta. Kita tak boleh melupakan hal hal seprti itu, apalagi meninggalkan apa yan g telah nenek moyang kita bangun dalam segala sendi kehidupan.

Sosok itu akan membuat  suatu tanda bila dia telah kembali, yaitu dengan meletusnya Gunung Merapi, dan laharnya akan mengalir kea rah barat daya. Akan terjadi rentetan peristiwa lainnya yang mengerikan. Semuanya itu adalah peringatan pada umat manusia, bahwa dunia ini ada yang menciptakannya.  
Jadilah orang yang selalu “eling lan waspada.” Nisacaya akan luput dari mara bahaya.

No comments:

Post a Comment