Tuesday, January 31, 2012

TITIK API DI PUNCAK MERAPI


Kali ini, bangun pagi, seperti  aktivitas rutin, sebelum berangkat  untuk “terbang” mengelilingi kota, warta daerah yang jadi langganan kami, tak luput dari perhatian. Bermula sebuah harian yang tergeletak di meja, sedangkan ayahku yang biasa menjadi nomer satu dalam membacanya sedang berada di dapur, terlihat sebuah tulisan besar di halaman muka, “Titik Api Di Puncak Merapi”. Seketika langkahku terhenti, dan segera ku raih harian daerah itu. “Ah, berita….” Kataku dalam hati, dan aku segera berangkat pergi.

Saat ngopi di sebuah kedai, sambil menunggu saat yang tepat untuk berdialog, kulihat harian lainnya yang ada di kedai itu. Dan ternyata, halaman mukanya, sama dengan yang di rumah. Titik Api. Aku masih diam saja, tidak begitu menarik.

Setelah berdialog, dan aku berkeliling keliling mengunjungi beberapa kolega. Disetiap tempat yang ku kunjungi, dengan beberapa harian yang berebeda beda, ternyata yang tertulis  halaman muka, semuanya sama. Tergerak aku untuk mengikutinya.

Dari sekian banyak warta, diberitakan bahwa muncul titik api diam di puncak Gunung Merapi, sejak tanggal 30 Desember 2011. Api itu diam, dan hal itu berdasar pada pantauan CCTV. Titik api itu terbentuk dari asap sulfatara yang ada dari perut Gunung Merapi. Hal ini menurut BPPTK, tidak membahayakan. Selama  tidak ada sumbatan di celah celah bebatuan. Dan status Gunung Merapi pun,tidak berubah.

Sejenak  aku terdiam. Ingatanku berlari kebelakang, pada kejadian tahun lalu, dimana kejadian erupsi Gunung Merapi tahun 2010. Masih sangat jelas hiruk pikuk teman temanku yang memiliki perangkat memadai untuk memantau aktivitas Merapi, dan mengabarkannya padaku hampir setiap jam. Hal ini karena keberadaanku waktu itu sedang melakukan kewajiban di luar kota. Belum lagi keluarga yang aku tinggalkan, sangat menyita perhatianku saat itu. Susah payah aku pulang, keluargaku harus tinggal di barak pengungsian, sedangkan hampir semua akses jalan, tertutup oleh abu yang sangat tebal.

Muncul beragam versi tentang erupsi Merapi 2010 itu. Namun dari sekian banyak versi yang beredar di masyarakat, kesimpulan yang dapat ditarik adalah “Sang Merapi Murka”. Kepada siapa?

  1. Kepada Negara Republik Indonesia, dimana sampai sekarang pun, para pemimpin Negara tak memperhatikan rakyatnya. Semua berburu kepuasan nafsu dunia, dan menginjak injak perasaan rakyat. Bahkan akan mengapuskan status “istimewa” pada Yogyakarta.
  2. Keraton Yogyakarta, dimana setelah meninggalnya Sri Sultan Hamengkubuwono IX, kerajaan di Yogyakarta itu tak memenuhi beberapa upacara adat yang konon katanya, merupakan warisan dari para pendahulunya, sebagai bagian dari “perjanjian” dengan Sang Merapi, yang dalam istilahnya adalah kearifan lokal.
  3. Kearifan lokal ini, tak hanya di Yogyakarta, namun hampir disetiap daerah, hal ini kian lama kian menyusut.
  4. Siklus 5 tahunan, Merapi akan melakukan “ aktivitas” nya.
  5. Tradisi nenek moyang yang telah diacuhkan oleh generasi sekarang, termasuk memelihara kelestarian alam.
Namun dari beberapa versi tersebut diatas, diakui maupun tidak,  setidaknya hal tersebut dapat dijadikan cermin untuk refleksi diri tentang apa yang telah kita perbuat, dan bagaiamanapun yang sangat nyata adalah, rakyat, akar rumputlah yang menjadi korban.  Alam akan bersahabat dengan kita apabila kita berusaha menjaga mereka.

“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepadaNya dengan rasa takut dan harapan(akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat dengan orang yang berbuat baik.” (QS. Al-A`raf:56)

Bahkan Abu Bakar dan Umar, dalam setiap pertempuran selalu menyerukan :

“Jangan tebang pohon atau rambah tanaman, kecuali jika akan dipergunakan atau dimakan, dan janganlah membunuh binatang kecuali untuk dimakan, hormati dan lindungi semua rumah ibadah manapun, serta jangan sekali sekali mengusik mereka yang sedang beribadah menurut agaman mereka masing masing. Janganlah membunuh orang orang yang tak bersenjata (yang tidak terlibat langsung dalam peperangan)”

Subhanallah…..

Monday, January 30, 2012

KOTA BELANTARA (IKLAN)


seperti ini apakah indah?

Jaman semakin maju, arus tekonologi informasi berkembang sangta pesat, terutama arus informasi, dari belahan dunia manapun, bisa kita dapatkan hanya dengan sekali “klik”. Ada sekian banyak cara ataupun metode untuk menyampaikan informasi, baik secara visual, audio, audiovisual, atau hanya sekedar redaksional. Segala macam aktivitas penyampaian informasi yang demikian, apabila kemudian menyangkut suatu produk ataupun jasa, maka dengan mudah kita akan menyebutnya “promosi”.
Promosi, adalah sebuah aktivitas yang tidak dapat di pandang sebelah mata. Aktivitas ini, disamping memakan biaya yang cukup besar, dengan sumber daya manusia yang cukup handal juga, dan team kreatif yang cukup kapabel.

Promosi, bagi sebagian orang, adalah suatu aktivitas yang sia sia, buang buang waktu, tenaga dan pikiran. Namun bagi sebuah company profesional, promosi adalah tulang punggung dari  dapat diterimanya suatu produk oleh masyarkat, yang berujung pada berjalannya bisnis, yang pada akhirnya akan mendatangkan laba seperti yang di harapkan. Dari situ roda perekonomian dapat menggelinding dengan baik, dimana dengan aktivitas promosi yang baik, maka masyarakat cenderung relative dimudahkan, dimanjakan untuk memenuhi  kepuasan dan kebutuhannya.

Namun, aktivitas promosi yang dilakukan dengan tidak bijak, kadang justru menjadi boomerang bagi sebuah company, karena masyarakat yang seharusnya menjadi simpatik dan akhirnya tertarik, menjad antipati dan apriori.
benar benar semrawut


Coba bayangkan! Di setiap kendaraan angkutan umum, hamper semua telah terpampang promosi sebuah produk yang cukup besar. Bahkan kendaraan pribadipun, juga tak ketinggalan, sebagai ajang promosi dari bisnis pemiliknya. Sedangkan di setiap pinggir jalan, kita melihat sejumlah papan nama, poster, sticker, pamlflet, booklet, selebaran, bahkan hingga baliho baliho yang berukuran cukup besar, terpampang di hampir setiap sudut jalan. Betapa kadang mata kita lelah untuk melihatnya. Bahkan untuk sekedar memandang sawahpun, rasanya sudah tak mudah lagi. Perlu waktu yang harus kita sediakan hanya untuk sekedar melihat sawah dan merasakan sejuknya angin bertiup.
tugunya aja kalah, tak nampak

Baliho baliho inilah, walau kadang cukup menarik dan efektif sebagai sarana promosi, namun penataan yang tidak sesuai dengan tata kota dan land of tax, akan terjadi tumpang tindih dan semrawut. Bahkan beberapa media menyebutnya sebagai belantara reklame. Hal ini karena aktivitas promosi yang dilakukan oleh setiap pelaku bisnis, tidak diatur sesuai dengan keindahan dan tata kota. Bagaimanapun, uang yang jadi pemicunya.
Belantara reklame. Hal seperti itu sangat terasa di kota kota metropolitan. Namun perkembangannya, rasanya hal tersebut akan pula menggejala di kota kota kecil. Rasanya, tidak mudah pula bagi kita untuk mencari siapa yang salah, dan siapa yang benar.
alangkah sedihnya pemilik rumah di belakang baliho.

Company (pelaku bisnis), adalah benar dan itu merupakan hak mereka untuk melakukan aktivitas promosi, karena dengan tanpa adanya promosi, rasanya sangat sulit sebuah produk dapat diketahui dan diterima oleh masyarakat.
Sedangkang pihak penyedia lahan (Negara) juga membutuhkan income dari setiap lahan yang menjadi tanggung jawabnya.
Sedangkan tata kota, dengan segala  aktivitas perencanaan yang matang ke beberapa tahun ke depan, dapat  dipastikan telah mempunyai desain untuk kawasan kawasan hijau, kawasan ramah lingkungan, kawasan perumahan, pertanian sabagai lumbung pangan masyarakat, yang semuanya mengacu pada keindahan kota.

Dulu, pernah ada penghargaan setiap kota yang bersih dan indah, dengan beberapa kategori penilaian dari Negara, yang berujud piala Adipura. Namun sekarang, rasanya hal seperti itu telah terbenam, terhapus oleh sebuah kepentingan bisnis. Bahkan kawasan pertanian sebagai lumbung panganpun, rasanya akan semakin menyempit.  Disinilah kadang terjadi gesekan kepentingan antara beberapa pihak.

Bukankah kalau kita pikirkan saat ini, rasanya cukup sulit untuk mendapatkan pemandangan yang indah, hijau, dengan pohon pohon rindang, taman kota yang asri, sumber air yang mengalir, dan dapat menghidupi berjuta juta petani, sebagai lumbung pangan negara.  Akankah semua itu bisa tergantikan? Perlu waktu yang  cukup lama. Mudah mudahan masih cukup tersisa untuk anak cucu kita.

Friday, January 27, 2012

MASIH TENTANG TABRAKAN MAUT DI TUGU TANI (maaf bukanlah sesuatu yang mudah)


Pagi hari, seperti  biasa sarapan dengan Koran daerah, sambil menikmati  minuman hangat. Halaman demi halaman ku buka, dan rasanya belum juga menarik perhatian. Tidak puas dengan Koran, kunyalakan televise. Saluran televise yang langsung terbuka adalah diskusi tentang permintaan maaf Afriani Susanti, “the most fast and furious” Indonesia saat ini.

Memang sebuah kewajaran dan hal yang logis apabila seseorang yang merasa berbuat kesalahan, akan meminta maaf. Namun persoalannya tidaklah semudah itu. Kita semua tahu bagaimana dan sepanjang apa daftar keselahan yang dilakukan olehnya, dan seberapa parah akibat kesalahan yang telah dia perbuat. Nyawa. Tidak hanya satu atau dua, akan tetapi Sembilan! Belum lagi yang luka luka, kerugian materiil seperti hancur sebuah bangunan, rasanya, cukup sulit terhapuskan oleh sekedar kata “maaf”.

Dilihat dari sisi manapun, nampaknya posisi Afriani sangat sulit untuk mendapatkan kata maaf, jangankan dari keluarga korban. Mungkin dari masyarakatpun, yang hanya sekedar tahu dan membaca beritanya, akan sangat sulit memaafkan perbutannya, walaupun tetap ada orang orang tertentu yang mampu memaafkannya.
Segala upaya dilakukannya untuk mendapatkan kata maaf, baik dengan lisan, tulisan, media, bahkan sang ibu pun turut serta memintakan maaf atas kesalahan yang telah diperbuatnya. Namun keluarga mana yang dapat memberinya maaf dengan mudah, setelah mereka kehilangan sejumlah anggota keluarganya, karena sebuah kesalahan yang ………… (sulit aku menemukan kata yang tepat untuk menyebutkannya).

Mendadak pikiranku meloncat , teringat akan sebuah  kisah pengajaran oleh seorang ayah pada anaknya.
Setiap kali pulang sekolah, si anak kadang biasa biasa saja, namun kadang pulang dengan wajah murung dan muka tertunduk. Dan merupakan sebuah kebiasaan bagi mereka bahwa si anak akan menceritakan apa yang telah dilakukan dalam seharian. Dan setiap kali pula, apabila ditemukannya perbuatan si anak tersebut salah, melukai, atau menyakiti hati teman temannya, sang ayah menyuruhnya untuk mengambil paku dan kemudian ditancapkannya paku itu dengan palu di tembok, agar dia tahu berapa banyak dia telah lakukan kesalahan. Sampai suatu ketika, sang ayah memanggil si anak.
“Nak, sudah berapa banyak temanmu yang kamu sakiti?” Tanya sang ayah.
Si anak diam, dan berusaha mengingat ingatnya. Sang ayah berdiri dan menunjukkan jumlah paku paku yang tertancap.
“Apa yang telah kamu lakukan pada teman temanmu itu? Sudahkan meminta maaf?” Tanya sang ayah.
Si anak diam dan menggeleng gelengkan kepala. “Mengapa belum?” Tanya sang ayah lagi.
“Malu Ayah….” Jawabnya pendek.
“Tak perlu malu Nak. Minta maaflah pada teman temanmu secepatnya. Katakan dengan ikhlas, dan kamu menyesali apa yang telah kamu lakukan. Kamu juga akan sakit hati kan bila seseorang membuatmu marah atau berbuat kesalahan  padamu? Mulai besok, mintalah maaf padanya. Setelah kamu termaafkan, cabutlah paku paku itu, dan berikanlah ke ayah.” Pinta sang ayah.
Setelah beberapa waktu berlalu, si anak menemui ayahnya dan bercerita bahwa semua pakunya telah dia cabut, sebagai bukti bahwa si anak telah termaafkan oleh teman temannya. Sang ayah tersenyum, dan sambil membelai kepala si anak, di ajaklah anaknya duduk di muka tembokbekas paku paku itu tertancap.
“Nak, ayah bangga padamu yang telah mampu mengalahkan rasa malu mu untuk meminta maaf. Dan sekarang lihatlah. Tembok itu telah bersih dari paku paku yang selama ini kamu tancapkan.”  Kata sang ayah.
“Tapi Yah……..” si anak berhenti berkata dan menunjuk kea rah tembok itu.
“Ada apa Nak?”  Tanya sang ayah.
“Tembok itu tak lagi bersih, penuh luka dan lubang bekas paku paku…..” kata si anak.
“Begitulah Nak, kamu telah berhasil meminta maaf dan membersihkan tembok dari “paku-paku” mu. Namun lihatlah, tembok itu tetap terluka dalam. Kata maaf saja, tak kan dapat menghapus luka luka yang telah kau benamkan.” Jawab sang ayah.
“Terus Yah?” si anak menjadi  bingung.
“Kamu harus membuktikan pada teman temanmu bahwa kamu memang benar benar menyesal dan tulus untuk meminta maaf dan berjanji tak kan mengulanginya lagi. Berpikir, dan berhati hatilah dalam bertindak dan melakukan sesuatu, karena bekas paku di tembok,tak kan mudah hilang. Dan ayah minta, jangan sekali kali kamu mengambil paku dan menancapkannya ke tembok lagi. “

Seperti itulah kisah yang lewat di benakku sesaat. Menyusun kemudian kata kata Sun Tzu yang lirih terdengar di telingaku.

“Luka, walau telah dihapus, terhapus oleh perjalanan hidup, tersapu oleh waktu, entah sekian lamanya, hanya akan menutup samar samar luka itu. Bagaiamanapun, luka adalah luka!”

Perlu kebesaran jiwa dan kelapangan hati untuk dapat memaafkan kesalahan yang sangat fatal, dan hanya   orang orang tertentu saja yang mampu melakukannya. Semoga semuanya dapat menjadi lebih baik. 

Thursday, January 26, 2012

SELAMAT JALAN SAUDARAKU...


Sebenarnya, telah cukup lama aku mengamati, dan mendengar tentang aktivitas sebuah golongan yang terdiri dari sebagian kecil dari warga di dusun ku. Namun sejauh pengamatanku, sampai dengan hari ini, tak adalah aktivitas yang cukup mengganggu sendi sendi kehidupan kemasyarakatan, walau hanya sedikit kadang  nampak pula gesekan gesekan kecil.

Dari sisi kemayarakatan dusun, yang cukup banyak “permakluman”, kegiatan golongan kecil itu tidaklah menjadi persoalan. Akan tetapi, keadaan kadang agak memanas, karena mendadak, di setiap sudut dusun, pos ronda, terdapat tempelan tempelan selebaran yang berisi tentang “ajaran” dari sebuah golongan tertentu. Beberapa pemuda sempat memberitahukannya padaku, namun baru sebatas itu. Karena bukti bukti selebaran itu, tak juga sampai ke tanganku, terbakar oleh rasa amarah dan emosi yang meluap luap beberapa pemuda yang mengetahuinya, dan kemudian membakarnya, habis!

Dari beberapa tokoh seangkatankupun, aku dengar bahwa kegiatan golongan itu telah masuk ke dalam “daftar pengawasan” dari pihak berwajib sektor setempat. Dalam logika yang sangat sederhana, tak ada satu golongan/aktivitas apapun, apabila benar, tidak membahayakan, akan masuk ke dalam “daftar pengawasan”.  Dapat  diartikan, bahwa golongan kecil tersebut, adalah cukup membahayakan, apabila terjadi pembiaran yang semakin lama akan semakin menyuburkan baik jumlah anggota maupun aktivitas yang dilakukannya.

Pada suatu malam, saat ku berjalan pulang, waktu melewati sebuah kedai makanan dan minum, ku dengar sesorang berteriak memanggil namaku. Seketika aku menoleh, dan ku lihat sebuah wajah, dalam temaram sinar lampu minyak yang bergoyang goyang tertiup angin. Sebuah wajah yang sama sekali tak asing bagiku. Ku lihat di kedai itu dia duduk sendirian, dengan satu kaki di angkatnya di kursi, khas banget gaya dusun. Mendadak timbul rasaku untuk sekedar duduk menemaninya ngobrol. Telah cukup lama kami tak bertemu.
Ku pesan minuman dan makanan di kedai itu, sambil berbasa basi dan ngobrol kesana kemari. Dia adalah terhitung seniorku. Usia kami terpaut cukup jauh. Dia telah pensiun dari pekerjannya sekarang, sedangkan aku masih beterbangan kesana kemari. Mungkin pada usiaku sekarang ini, dia juga beterbangan kesana kemari.

Setelah puas ngobrol, bercanda dan ketawa ketawa, teringat aku akan sesuatu, saat pertama kali kita bertemu dan berkenalan dahulu. Waktu itu, walau tiada kata kata yang terucap, namun seolah kami telah sepakat untuk mewujudkan sesuatu, di dusun tempat  tinggal kita masing masing.

“Pak, ikut ngaji yang baru baru ini diadakan tidak? Saya dengar jamaahnya agak banyak, ayahku ikut pula. 
Bapak bagaimana?” tanyaku membuka pembicaraan.
“Aku tidak ikut Dik. Beberapa kali di undang, tapi aku tidak datang. Pokoknya kalau aku mau datang ya datang, kalau tidak ya tidak. Gitu aja Dik. Gampang to?” jawabnya sambil tertawa tawa.
“Kok tumben Pak, dulu kan Bapak aktif di pengajian. Kok sekarang tidak?” aku keheranan.
“Aku udah ikut pengajian kok Dik. Di dusunnya adikku,” jawabnya.
“Kenapa Pak, kok jauh jauh sampai sana?” tanyaku.
“Ya Dik. Aku cocok dengan pengajian itu.” Jawabnya lagi.
“Yang mengadakan siapa Pak?” tanyaku.
“Dari sebuah organisasi, …………” jawabnya sambil menyebutkan sebuah nama organisasi.
“Oh, itu to Pak. Apa yang diajarkannya?” tanyaku semakin penasaran.
“Banyak Dik.”jawabnya tegas.
“Antara lain Pak?” tanyaku semakin penasaran.
“Kita belajar dengan system manqul. Yaitu waktu belajar harus tahu gerak lisan/badan guru, telinga hjarus mendengar, dapat menirukan amalannya dengan tepat. Terhalang dinding atau buku, tidak sah. Murid tidak dibenarkan mengajarkan apa saja yang tidak manqul sekalipun  menguasai ilmu tersebut, kecuali telah mendapat ijazah dari guru.” Katanya lagi.
(Hal  ini bertentangan dengan ajaran Nabi Muhammad yang memerintahkan agar siapa saja yang mendengar ucapannya hendaklah memeliharanya, kemudian disampaikan kepada orang lain, dan Nabi tidak pernah memberikan ijazah kepada para sahabat. Padahal Allah menghargai hamba hambaNya yang mau mendengar ucapan, lalu menyeleksinya mana yang baik untuk diikutinya.
“Berilah kabar gembira kepada hamba hambaKU yang mendengar perkataan lalu mengikuti apa yang diberi Allah petunjuk, dan mereka itulah orang yang mempunyai akal.” Al-Zumar:1718)
“Ada iuran atau infak juga Pak?” tanyaku kemudian.
“Ada. 10% dari penghasilan perbulan, sedekah dan zakat kepada imam. Haram membayarkannya pada pihak lain.” Jawabnya lagi.
“Terus, masjid Bapak yang di dusun, bagaimana?” tanyaku.
“Wah, Dik, bukan kelasnya. Aku kalau jumatan, berangkat ke masjid masjid organisasi ku. Cermahnya beda.” Jawabnya dengan tertawa.
“Terus, jamaah yang ada di dusun, bagaimana?” tanyaku selanjutnya.
“Orang yang bukan anggota dari organisasiku Dik, berarti orang yang tidak mendapatkan petunjuk. Orang yang sesat.” Jawabnya.
“Waduh Pak, sesat? Seperti saya?” mataku terbelalak.
“Bila Adik mendapat petunjuk dan mau ikut bergabung dengan organisasiku, berarti Adik mendapatlkan pentunjuk. Tidak menjadi orang yang sesat.” Kata katanya semakin tegas.
“Pun demikian dengan hal yang lain. Hari Raya Qurban misalnya, kita hanya membagikan daging pada anggota kita. Haram kalau diebrikan pada yang lain.” Katanya melanjutkan.
“Haaahh????” aku heran.
“Shalat, imamnya yang harus dari kelompokku. Kalau imamnya oranhg lain, shalatnya haram Dik!”
“Haaahhhhhhh???” aku semakin heran, lagi.
“Ya seperti itu. Ada aturannya kok Dik.” Katanya lagi.
“Pak, misalnya saya mau ikut gabung, tapi di kemudian hari saya tak bias hadir karena ada pekerjaan lain, bagaimana?” tanyaku penasaran.
“Tidak hadir tidak apa apa, tapi harus ijin. Memberitahu apabila berhalangan hadir.” Jawabnya.
“Kalau kemudian saya mau berhenti, tidak ikut lagi, bagaimana?” aku pengin kejelasan.
“Kalau 3 kali tidak hadir, nanti dari organisasi ada yang mencari Dik, ke rumah atau kemana, dan akan ditanya macam macam mengapa tak hadir sekian kali.”
“Berarti, setidak tidaknya, mereka keberatan ya Pak, kalau saya kemudian keluar dari kelompoknya?” tanyaku.
“Yah, bisa dikatakan seperti itu.” Jawabnya.
“Aduh Pak, kok kita kelihatannya semakin jauh ya, dalam hal seperti ini. Termasuk dalam hal berpakaian.” Kataku pelan.
“Ya bagaimana ya Dik. Aku yang penting, ikuti ajarannya, orang lain mau bilang apa, ya terserahlah.” Katanya masih dengan tegas.

Sekilas anganku kembali ke belakang, ke masa beberapa tahun lalu, saat kita sama sama berjuang untuk membangun jamaah, mendirikan mimbar, membangun masjid dan memakmurkannya, dari golongan yang minoritas, sekarang telah berkembang menjadi warga yang seimbang dengan yang lain.

Selamat jalan kawanku, sahabatku, saudaraku, aku tak dapat mengikuti langkahmu. Mudah mudahan sekotak keyakinanmu itu tak membuat kita berhadapan sebagai lawan di kemudian hari. Bagaimanapun kita adalah saudara.

Teringat aku akan sebuah kidung yang pernah dinyanyikan oleh seorang nenek nenek renta, di dusun terpencil, dekat dengan sebatang sungai besar, dan sebuah masjid peninggalan seorang ulama yang sangat dihormatinya, dimana dia dan suaminya (alm) bertekad mengabdikan dirinya untuk masjid. Kidung itu pada intinya menyampaikan sebuah berita bahwa akan datang masanya dimana “agama” akan semakin banyak macamnya, dan semakin banyak pula yang menyebut dirinya sebagai “utusan”. Maka, tanda tanda akhir jaman pun kian hari semakin jelas. Dan minumanku yang semula manis, mendadak menjadi terasa getir. Haruskah terjadi aku berhadapan dengan saudara saudaraku sebagai lawan, hanya karena sebuah "sekotak"?
Subhanallah...

Tuesday, January 24, 2012

BADAI MATAHARI, TELAH SAMPAI KE BUMI


Badai matahari yang telah diperkirakan  akan terjadi pada tahun 2012, rupanya di awal tahun 2012 ini telah mulai Nampak tanda tanda nyata. Hal ini dibuktikan dengan munculnya ledakan “flare” yang telah telah mencapai bumi pada selasa 24 Janurai 2012.

Hal ini dikuatkan oleh keterangan dari Deputi Sains, Pengkajian dan Informasi Kedirgantaraan LAPAN.  Kejadian itu, apabila tak dapat diantisipasi oleh operator satelit, akan berdampak pada terganggunya pada penggunaan telepon seluler, siaran televisi, komunikasi data perbankan dan pengguna lainnya. Dan hal ini akan terjadi yang lebih dahsyat pada tahun ini.
Apakah ini merupakan tanda tanda kiamat yang banyak diperbincangkan? Dari Dakwatuna, didapat keterangan bahwa tanda tanda kiamat kecil terbagi menjadi dua :

Pertama, kejadian sudah muncul dan sudah selesai; seperti diutusnya Rasulullah saw., terbunuhnya Utsman bin ‘Affan, terjadinya fitnah besar antara dua kelompok orang beriman.
 Kedua, kejadiannya sudah muncul tetapi belum selesai bahkan semakin bertambah; seperti tersia-siakannya amanah, terangkatnya ilmu, merebaknya perzinahan dan pembunuhan, banyaknya wanita dan lain-lain.
Di antara tanda-tanda kiamat kecil adalah:

1. Diutusnya Rasulullah saw
Jabir r.a. berkata, ”Adalah Rasulullah saw. jika beliau khutbah memerah matanya, suaranya keras, dan penuh dengan semangat seperti panglima perang, beliau bersabda, ‘(Hati-hatilah) dengan pagi dan sore kalian.’ Beliau melanjutkan, ‘Aku diutus dan hari Kiamat seperti ini.’ Rasulullah saw. mengibaratkan seperti dua jarinya antara telunjuk dan jari tengah. (HR Muslim)

2. Disia-siakannya amanat
Jabir r.a. berkata, tatkala Nabi saw. berada dalam suatu majelis sedang berbicara dengan sahabat, maka datanglah orang Arab Badui dan berkata, “Kapan terjadi Kiamat ?” Rasulullah saw. terus melanjutkan pembicaraannya. Sebagian sahabat berkata, “Rasulullah saw. mendengar apa yang ditanyakan tetapi tidak menyukai apa yang ditanyakannya.” Berkata sebagian yang lain, “Rasul saw. tidak mendengar.” Setelah Rasulullah saw. menyelesaikan perkataannya, beliau bertanya, “Mana yang bertanya tentang Kiamat?” Berkata lelaki Badui itu, ”Saya, wahai Rasulullah saw.” Rasulullah saw. Berkata, “Jika amanah disia-siakan, maka tunggulah kiamat.” Bertanya, “Bagaimana menyia-nyiakannya?” Rasulullah saw. Menjawab, “Jika urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kiamat.” (HR Bukhari)

3. Penggembala menjadi kaya
Rasulullah saw. ditanya oleh Jibril tentang tanda-tanda kiamat, lalu beliau menjawab, “Seorang budak melahirkan majikannya, dan engkau melihat orang-orang yang tidak beralas kaki, telanjang, dan miskin, penggembala binatang berlomba-lomba saling tinggi dalam bangunan.” (HR Muslim)

4. Sungai Efrat berubah menjadi emas
Dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tidak akan terjadi kiamat sampai Sungai Eufrat menghasilkan gunung emas, manusia berebutan tentangnya. Dan setiap seratus 100 terbunuh 99 orang. Dan setiap orang dari mereka berkata, ”Barangkali akulah yang selamat.” (Muttafaqun ‘alaihi)

5. Baitul Maqdis dikuasai umat Islam
”Ada enam dari tanda-tanda kiamat: kematianku (Rasulullah saw.), dibukanya Baitul Maqdis, seorang lelaki diberi 1000 dinar, tapi dia membencinya, fitnah yang panasnya masuk pada setiap rumah muslim, kematian menjemput manusia seperti kematian pada kambing dan khianatnya bangsa Romawi, sampai 80 poin, dan setiap poin 12.000.” (HR Ahmad dan At-Tabrani dari Muadz).

6. Banyak terjadi pembunuhan
Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tiada akan terjadi kiamat, sehingga banyak terjadi haraj.. Sahabat bertanya apa itu haraj, ya Rasulullah?” Rasulullah saw. Menjawab, “Haraj adalah pembunuhan, pembunuhan.” (HR Muslim)

7. Munculnya kaum Khawarij
Dari Ali ra. berkata, saya mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Akan keluar di akhir zaman kelompok orang yang masih muda, bodoh, mereka mengatakan sesuatu dari firman Allah. Keimanan mereka hanya sampai di tenggorokan mereka. Mereka keluar dari agama seperti anak panah keluar dari busurnya. Di mana saja kamu jumpai, maka bunuhlah mereka. Siapa yang membunuhnya akan mendapat pahala di hari Kiamat.” (HR Bukhari).

8. Banyak polisi dan pembela kezhaliman
“Di akhir zaman banyak polisi di pagi hari melakukan sesuatu yang dimurkai Allah, dan di sore hari melakukan sesutu yang dibenci Allah. Hati-hatilah engkau jangan sampai menjadi teman mereka.” (HR At-Tabrani)

9. Perang antara Yahudi dan Umat Islam
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tidak akan terjadi kiamat sehingga kaum muslimin berperang dengan yahudi. Maka kaum muslimin membunuh mereka sampai ada seorang yahudi bersembunyi di belakang batu-batuan dan pohon-pohonan. Dan berkatalah batu dan pohon, ‘Wahai muslim, wahai hamba Allah, ini yahudi di belakangku, kemari dan bunuhlah ia.’ Kecuali pohon Gharqad karena ia adalah pohon Yahudi.” (HR Muslim)

10. Dominannya Fitnah
Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tidak akan terjadi kiamat, sampai dominannya fitnah, banyaknya dusta dan berdekatannya pasar.” (HR Ahmad).

11. Sedikitnya ilmu

12. Merebaknya perzinahan

13. Banyaknya kaum wanita
Dari Anas bin Malik ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda. “Sesungguhnya di antara tanda-tanda kiamat adalah ilmu diangkat, banyaknya kebodohan, banyaknya perzinahan, banyaknya orang yang minum khamr, sedikit kaum lelaki dan banyak kaum wanita, sampai pada 50 wanita hanya ada satu lelaki.” (HR Bukhari)

14. Bermewah-mewah dalam membangun masjid
Dari Anas ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Diantara tanda kiamat adalah bahwa manusia saling membanggakan dalam keindahan masjid.” (HR Ahmad, An-Nasa’i dan Ibnu Hibban)

15. Menyebarnya riba dan harta haram
Dari Abu Hurairah ra. berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Akan datang pada manusia suatu waktu, setiap orang tanpa kecuali akan makan riba, orang yang tidak makan langsung, pasti terkena debu-debunya.” (HR Abu Dawud, Ibnu Majah dan Al-Baihaqi)
Dari Abu Hurairah ra. berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Akan datang pada manusia suatu saat di mana seseorang tidak peduli dari mana hartanya didapat, apakah dari yang halal atau yang haram.” (HR Ahmad dan Bukhari)

Rasanya, dari 15 tanda tanda yang telah disebut diatas, kita semua tahu bahwa itu telah terjadi, walau dalam sekala yang berbeda beda besarnya, dan di daerah yang berbeda beda pula. Saatnya kita untuk berpikir dan merenungkan semuanya, sambil menata agar semuanya menjadi lebih baik. Saling mengingatkan, adalah hal yang paling mudah untuk kita lakukan, demi kita dan demi sesama.

Monday, January 23, 2012

Tabarakan Maut di Tugu Tani (saatnya berpikir)


Tragis dan ironis. Sebuah peristiwa yang seharusnya tidak perlu terjadi, apabila kita sebagai umat manusia, dan sebagai apappun predikat dan jabatan yang kita emban di dunia ini, dilaksanakan seperti mestinya. Aprianti Susanti, seorang wanita berusia 29 tahun, Deny Mulyana (30), Adistria Putri Grani (26), dan Arisendi (34), adalah nama nama yang menjadi tersangka atas peristiwa itu, dengan tuntutan yang berbeda beda, sesuai dengan jenis keselahan yang mereka lakukan.

Melihat dari usia mereka, sudah tak pantas bila kiranya mereka masih bergaya hidup hura hura dan bertindak di luar batas. Apabila mereka beralibi bahwa sedang ada masalah, bukankah kita semua juga punya masalah? Dan bila alibinya adalah pesta hura hura, bukankah kita semua pernah juga melakukan pesta hura hura?
Mungkin kita harus berpikir lagi tentang apa yang terjadi dan mungkin apa yang akan terjadi, bila keadaan seperti ini kita biarkan.

Sosok Aprianti Susanti, bagaimanapun dia adalah juga anak dari sesorang, dan mungkin adalah saudara, kakak, atau adik, tante, cucu dan seterusnya. Apabila dikatakan bahwa pendidikan sebenarnya adalah dari lingkungan rumah, maka perlu kita lihat lagi sejauh mana “pelajaran” yang dia dapat. Dan bila dia bersekolah, tentunya kita harus tengok juga kurikulum yang telah kita pakai selama ini, benarkah efektif untuk mendidik dan menciptakan manusia yang seutuhnya?

Aprianti Susanti, dalam beberapa liputan, dia mengenakan kerudung. Berarti setidak tidaknya, dia menyimpan kerudung di mobilnya, dan mengenakannya pada saat saat tertentu. Bias disimpulkan adalah dia setidaknya, orang yang beragama. Namun agama pada saat sekarang, mulai terkikis oleh hingar bingar dunia. Bahkan para kyai dan ustad, diakui maupun tidak, telah mulai “sedikit” bergeser, tidak melulu hanya dakwah  dan menyampaikan ayat.

Para tersangka, yang berjumlah 4 orang, telah terbukti bahwa mereka mabuk dan mengkonsumsi narkoba. Pertanyaannya adalah, dari mana mereka memeperoleh barang haram itu? Diakui maupun tidak, di kota metropolitan, rasanya tak begitu sulit untuk memperolah barang itu. Barang yang seharusnya tak boleh dikonsumsi, kecuali oleh orang orang tang telah ditunjuk oleh team medis yang di akui Negara, dan itupun dalam pengawasan yang sangat ketat.

Berarti, kita boleh berpikir bahwa, telah terjadi kebocoran dimana mana, di hamper semua celah bidang kehidupan. Memang, cukup pelik dan saling bertautan, namun hal ini seperit harus mulai diwaspadai dengan ketat.
Saat Negara tak dapat melindungi rakyatnya, maka rakyat harus bererak sendiri untuk melindungi diirnya. Dan hal seperti ini tidaklah lebih baik kedepannya. Mudah mudahan semua pihak bias berpikir dan bertindak jernih, untuk sesama.

Turut berbelasungkawa yang sedalam dalamnya untuk para korban, semoga amal ibadahnya di terima di sisiNYA, dan untuk keluarga yang ditinggalkan, semoga diberi ketabahan dan kesabaran, dan dimudahakan dalam segala urusan, serta masuk ke dalam golongan orang orang yang beruntung.  Amin.

Friday, January 20, 2012

SINGO BARONG (namamu lebih melegenda)


Bagai tersambar petir,  Sang Ayah mendengar pemintaan dari puteri yang sangat dicintainya. Permintaan yang sangat mustahil untuk dapat diwujudkan. Bahkan mungkin hanya kekuatan dewa yang dapat mewujudkannya.
Satu persatu ksatria yang begitu menggebu gebu bekerja keras untuk dapat meminangnya, mundur dengan muka tunduk.  Hanya ada dua ksatria yang masih tetap maju untuk bertarung memperebutkan sang puteri.
Namun manusia tak ada yang sempurna. Masing masing mempunyai kekurangan dan kelebihan. Satu dari dua ksatria itu, berwajah tampan, dengan bentuk tubuh yang bagus, namun mempunyai kebiasaan buruk yaitu mempunyai kesenangan terhadap laki laki belum dewasa. Laki laki belum dewasa itu, layaknya gadis gadis yang sedang mekar, merah merona bagai sebuah bunga. 

Sedangkan satu lagi kesatria itu, dengan tubuh yang besar dan gagah perkasa, dengan perangai yang kasar, dengan bulu bulu kasar yang tumbuh di tubuhnya. Dan lagi, ksatria itu, dalam wujud manusia, namun berwajah singa. Yah, manusia itu berkepalakan singa. Walau dia adalah ksatria pilih tanding, namun di atas langit masih ada langit. Konon, dia menjadi berkepala singa karena ulahnya bagai singa, dan dapat dikalahkan oleh seorang resi, waktu resi itu membabat hutan.

Apa boleh buat, persyaratan dari sang puteri, telah ada yang menyanggupinya. Dua orang ksatria itu. Maka, sayembara itupun tetap dilaksanakan. Masing masing ksatria pulang ke istana, dan segera mengerahkan segala macam usaha untuk memenuhi permintaan sang puteri. Masing masing dengan kemampuan dan kesaktiannya, telah berhasil memenuhi semua permintaan sang pueri sebagai syarat untuk mempersuntingnya. Namun masih ada satu syarat yang belum dapat dipenuhi oleh masing masing ksatria. Yaitu, menghadirkan seekor binatang yang berkepala dua.

Sesuai kata pepatah, serigala boleh kehilangan, bukan sifatnya. Demikian juga dengan ksatria berkepala singa, yang dikenal dengan nama Singa Barong. Melihat musuhnya, ksatria yang berwajah tampan, yang bernama Kelanaswandana telah mempersiapkan sedemikian rupa, terbakarlah hatinya. Maka, Singa Barong mengirim mata matai untuk mencari tahu tentang persiapan Kelanaswandana. Namun malang, mata mata itu dapat ditangkap oleh prajurit Kelanaswandana dan kemudian dibunuhnya. Sejurus kemudian, berita itu sampai ke telinga Singa Barong, dan dengan serta merta, Singa Barong mempersiapkan sebuah serangan mematikan ke Kelanaswandana.

Namu Singa Barong terlalu congkak, hingga dia tak menyadari bahwa di malam gelap buta, pasukan Kelanaswandana telah merangsek masuk ke Istana Singa Barong, dan dapat melumpuhkannya. Sedangkan waktu itu, Singa Barong tengah tertidur lelap, karena burung merak peliharannya tengah mematuk matuk kepalanya yang sangat gatal karena kutu.

Pada saat itu, di Istana Singa Barong itu, nampak oleh Kelanaswandana, bayangan Singa Barong dengan burung merak di atas kepalanya, seperti  hewan berkepala dua, yaitu singa dan burung merak. Sontak Singa Barong tergagap terbangun mendengar suara ribut ribut peperangan. Dan meloncatlah Kelanaswandana dihadapannya. Maka terjadilah perang antara dua ksartia yang sama keskatiannya, hingga terjadi lingkaran peperangan yang dahsyat. Kesombongan Singa Barong nampaknya tak dapat menolongnya kali ini, justru menjadi malapetaka baginya.  Dengan hentakan yang sangat mematikan, dengan peluh dan darah yang telah berceceran, Singa Barong dan dilumpuhkannya, dan dengan kesaktiannya,  burung merak itu melekat di kepala Singa Barong, sehingga jadilah manusia dengan kepala singa dan burung merak.

Keadaan itu, Kelanaswandana menjadikannya sebagai salah satu syarat untuk menyunting sang puteri. Dan sang puteri  yang di kenal dengan nama Sanggalangit, menerima Kelanaswandana sebagai suaminya, bagaimanapun, persyaratan telah dapat dipenuhi, dan sang puteri tak dapat mengelak. Setelah selesai semua acara pernikahan, Sanggalangit di boyong ke kerajaan Kelanaswandana, yang kita kenal dengan Ponorogo, sekarang.Dan reog Ponorogo, akan tetap ada, karena legenda Sang Singa Barong.

Wednesday, January 18, 2012

DESAKU YANG KU CINTA

Jaman semakin maju, dengan tuntutan yang semakin tinggi. Kompetisi dalam hidup, saling kejar dan saling lawan, saling banting dan saling sikut. titik yang ingin dicapai masing masing manusia adalah sama : KENYAMANAN.
Nyaman, adalah sebuah kata yang mewakili dari sekian banyak kata yang ingin diraih oleh manusia. Dan ukuran NYAMAN, masing masing manusia adalah berbeda.

Nyaman, adalah bersinerginya beberapa kata aman, berkecukupan baik material maupun immaterial, sehat, jauh dari segala macam ancaman. Dalam wujud fisik, hampir identik dengan "kepunyaan", atau "the have". Tempat tinggal, kendaraan, pendidikan, kesehatan, peribadatan, rekreasi dan masih banyak lagi kenikmatan kenikmatan lainnya.

Tempat tinggal, pada jaman sekarang, di Yogyakarta telah mulai merujuk pada keadaan di dunia dunia barat dan negeri impian. Dimana rumah tinggal didirikan di daerah terpencil, jauh dari kebisingan, dan desain rumahpun semakin merunut pada ego dan angan yang ingin diciptakannya.
Rumah dengan dinding kamar hampir semua dari kaca
Bahkan kamar tidurpun dindingnya dari kaca.

Maka, tak heran bila daerah daerah terpecil, jauh dari pemukiman, disana terdapat rumah yang mewah. tidak selalu besar, namun dari desain dan interiornya, nampak sekali bahwa rumah itu adalah mewah, dan hanya untuk peristirahatan, entah seminggu sekali, atau bahkan setahun sekali. Dan orang orang yang berperilaku seperti itu, rasanya tak mungkin bila dia hanya memiliki satu rumah tinggal, dan adalah tak logis pula bila orang itu adalah orang yang berkekurangan.

Rumah minimalis dengan kaca, di desa terpencil
Ada kolam renangya pula
Bahkan sekarang ini, ada beberapa daerah di pinggiran Yogyakarta, yang telah berpindah hak milik ke pada orang asing, dengan luas yang cukup fantastis untuk sekedar "membangun rumah desa". Bisa kita tengarai bahwa orang itu mempunyai wawasan yang sangat maju, dengan ide untuk membuat suatu kawasan di daerah tersebut.

Rasanya hal seperti itu hendaknya perlu kita waspadai sejak dini,  terutama oleh pemerintah.