Sunday, April 29, 2012

HUTAN WANAMARTA, BAHKAN JIN PUN BEKERJASAMA...


Jika bukan karena keutamaan, kejujuran dan kemuliaan jiwa dari lima orang bersaudar itu dengan seorang wanita  yaitu ibu dari mereka berlima, maka dapat dipastikan bahwa umur mereka tak kan lebih dari satu warsa. Karena sebuah perilaku licik dari orang orang yang sebenarnya masih sedarah dengan mereka berlima, namun karena hasutan dan nafsu angkara akan kekuasaan, mereka berlima harus menjalani hukuman sebagai terpidana.

Dalam perjalanan yang penuh rahasia, dari satu hutan ke hutan yang lain, dari satu daerah ke daerah yang lain, dengan tetap sembunyi sembunyi, karena bila keberadaanya diketahui oleh pihak kerajaan, mereka berlima sah untuk dibunuh. Namun karena sifat sifat mereka yang selalu mulia, dibawah bimbingan ayahnya, seorang raja besar dari sebuah kerajaan besar pula yang bergelar Prabu Pandu Dewanata, dan istrinya yang bernama Dewi Kunti, maka perjalanan yang tersembunyi itupun dapat berjalan dengan aman. Bahkan beberapa saudara yang memeliki kemampuan luar biasa, tetap dapat berkunjung dan saling berhubungan, seperti Sri Kresna.

Saat masa pembuangan berakhir, mereka bertekad untuk tak kan kembali ke kerajaan mereka berasal,  namun ingin membangun sebuah kerajaan baru, pemerintahan baru. Maka sampailah mereka pada sebuah wilayah kerajaan, yang dipimpin oleh Prabu Matsyapati, yang masih ada hubungan kerabat dengan kakek moyang mereka berlima.

Oleh Sang Prabu, mereka diberi kuasa untuk membuka daerah baru, sebuah hutan belantara yang penuh dengan binatang buas dan dihuni oleh kerajaan jin yang sakti dan kejam. Tak mudah bagi mereka untuk membuka hutan itu, karena memang usia mereka yang masih muda, ilmu kanuragan yang dimilikinyapun belum matang benar. Maka beberapa kali mereka belima bekerja keras membuka hutan, setiap kali pula ada rintangan yang menghadang yang membahayakan keselataman mereka.

Hal ini didengar oleh Sang Parbu, maka dengan pertolongannya, dipanggillah resi yang sangat mumpuni untuk membantunya. Oleh sang resi, mereka berlima diberinya sebuah hadiah minyak yang bernama Minyak Jayengkaton. Dimana apabila minyak itu dioleskan ditubuh mereka, mereka akan dapat melihat para raksasa dan jin yang menguni hutan yang terkenal dengan nama Hutan Wanamarta itu.

Mereka berlima, yang masing masing bernama Samiaji, si sulung, Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa setelah menggunakan minyak itu, dapat bertatap muka dan berbicara dengan para raja jin yang ada. Karena niat mereka yang baik, dengan kejujurtan dan kemuliaan yang telah mereka tunjukan selama ini,maka sang raja jin dapat mengerti, dan bahkan kemudian ikut serta membangun kerajaan di tengah hutan tersebut.

Setelah mereka bekerjasama, pekerjaan membangun kerajaan itu terasa sangat mudah dan lancar. Waktu demi waktu, kegiatan mereka semakin besar, dan mulai terdengar di sekitar daerha hutan. Karena mereka terkenal dengan sifat sifatnya yang baik, maka tak lama kemudian banyak berdatangan orang orang untuk tinggal bermukim dan menjadi rakyat dari kerajaan baru itu.

Samiaji, putra sulung itu kemudian dinobatkan sebagai raja, atas desakan keempat saudara mereka. Hal itu di amin i oleh para raja jin, yang kebetulan berjumlah lima orang juga. Karena begitu senangnya mereka akan pemerintahan baru itu, maka para raja jin pun ingin turut serta mendiami kerajaan baru yang berdiri di wilaya mereka itu. Maka dengan suka rela, para raja jin yang bernama Yuditira, Dandunwacana, Suparta, Sapujagad, dan Sapulebu, ingin menyatu dengan tubug dari para ksatria itu. Hal itu diterima dengan baik oleh mereka berlima, bahkan ibu mereka yang turut serta selama masa pembuangan itu, Dewi Kunti, merestui niat mereka.

Maka kemudian, Sang Raja Jin, Yudistira hilang ditelan angin dan masuk ketubuh Samiaji, demikian juga dengan Dandunwacana, Suparta, Sapujagad dan Sapulebu,masing masing kemudian menyatu dengan Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa.

Untuk tetap menghormati para raja jin itu, terutama sang raja, yaitu Yudistira, maka Samiaji pun kemudian bergelar atau mempunyai  nama lain sebagai Yudistira. Dan kerajaan bari itu, yang berdiri di tengah hutan Wanamarta, kemudian keberi nama kerjaan Amarta, yang di kemudian hari menjadi kerajaan yang besar hingga menyamai kerajaan Hastinapura, tempat mereka berlima berasal.

Saturday, April 28, 2012

SENDANG SEMANGGI, SOEHARTO PUN PERNAH KESINI...

Sebuah jalan aspal yang cukup halus, tidak begitu lebar, di sebelah barat Pabrik Gula Madukismo, jalan yang lebih terkenal dengan jalan menuju Makam Gunung Sempu. Jalan yang tak asing buatku, karena dulu, hampir setiap minggu kulewati jalan kecil itu. Pohon pohon yang tumbuh di pinggir jalan cukup rapat, sehingga walaupun matahari sangat terik, di daerah itu akan terasa tetap sejuk.

Dari sekian kali aku lewati dan bahkan mampir ke tempat beberapa teman, tak pernah ku tau bahwa di daerah itu, di wilayah desa Sembungan, Bangunjiwo, Bantul, terdapat rumah makan jawa, cukup sederhana, namun lokasinya agak masuk ke dalam dari jalan utama. Mbah Cemplung namanya.  Menu yang sederhana, layaknya orang desa, namun rasanya, luar biasa……..

Dari tempat Mbah Cemplung, ku iseng berjalan jalan, dan tak sengaja melihat sebuah papan nama kecil yang bertuliskan “Sendang Semanggi”. Hmmmmmm………bagai anak kecil yang menemukan mainannya, rasa ingin tahuku mendadak sontak mencuat. Tanpa pikir panjang, aku ikuti arah penunjuk jalan menuju sendang itu. Jalan setapak yang menanjak, namun tak begitu berat dan cukup dekat.

Seperti layaknya sendang sendang yang lain, sendang ini terletak di kaki bukit, dengan diapit tiga buah pohon yang cukup besar, yaitu Pohon Beringin, Pohon Pamrih dan Pohon Sambi. Kiri kanan masih pohon pohon yang rapat, sangat cocok untuk tempat istirahat atau sekedar menikamti sejuknya udara dan menikmati bau daun, dahan dan pepohonan. 

Sendang itu tak begitu besar, dibawah tanah dengan di kelilingi batu batu alam. Airnya sangta jernih. Menilik dari rempatnya, sendang ini sering digunakan untuk “mandi bersuci” dan kemudian dilanjutkan dengan meditasi di sebelah sendang yang telah di sediakan. Ada beberapa bekas perangkat untuk meditasi dan memuja “sesuatu” yang dianggap keramat oleh masing masing pengunjung.

Menurut keterangan penduduk sekitar, pengunjung biasanya  dari kalangan kejawen, menilik dari pakaian yang dikenakan dan ritual ritual yang dilakukan. Tidak begitu jelas dari paguyuban mana mereka berasal. 

Konon, Sendang Semanggi ini ditemukan oleh Rama Martapangrasa, seorang spiritualis Yogyakarta. Pada tahun 1940-an, beliau mendapat wisik untuk menyususri Gunung Sempu. Beliau kemudian menemukan sebuah mata air yang dirasa cocok untuk berendam dan mengasah kepakaan ilmu kebatinannya. Kemudian mata air itu Beliau beri nama dengan nama Sendang Titis, yang berarti kolam untuk berlatih menajamkan hati. Kemudian Beliau bangun sebuah pondok kecil sebagai padepokan, sekaligus tempat tinggal, dan meninggalkan rumah kediamannya di daerah Nataprajan, Yogyakarta.

Menurut  kalangan kebatinan Jawa, Sendang Titis yang kemudian berganti nama menjadi Sendang Semanggi, karena terletak disekitar sendang ini dulunya sangat banyak tumbuh pohon pohon semanggi, adalah sebuah sendang yang pernah mewarnai kehidupan kebatinan jawa Presiden Soeharto.

Pada tahun 1950 an, sebelum Soeharto menjabat sebagai presiden, oleh Rama Martapangrasadia dibaptis menjalani “ikatan persaudaraan mistikal” dan diberi nama spiritual sebagai Rama, sedangkan Ibu Tien sebagai Shinta. Sedangkan sahabat seperguruan Soeharto, Soedjono Hoemardhani  yang turut serta, sebagai Lesmana, sedangkan istrinya sebagai Kunti. 

Dari tempat itulah kemudian Soeharto mendapat beberapa “nasehat” sepiritual. Disamping juga terus menjalani ritual ritual di tempat tempat lainnya yang sejenis. Maka kemudian, Sendang Semanggi ini dikenal sebagai tempat untuk melakukan ritual tertentu yang bertujuan untuk mendapatkan jabatan. 

Percaya atau tidak, sumonggo…..


*) Majalah TEMPO, Edisi 4 - 10 Februari 2008

Thursday, April 26, 2012

LOVE IS STRONGER THAN DEATH

Seorang pria yang telah turun dari masa jayanya sebagai seorang musisi, dimana dalam keseharian bergelimang harta layaknya seorang bintang. Bukan sesuatu yang aneh apabila seorang menjadi tenar dan kaya raya, maka kehidupannyapun menjadi hingar binger, yang kesemuanya untuk memuaskan hawa nafsau, hingga pada akhirnya dunia maksiat yang dilalulinya, dalam kehiduapnnya. Obat bius dan wanita adalah pasangan serasi dalam dunia itu.

Setiap prestasi menciptakan musuh, demikian juga dengan sang bintang. Saat turun pamornya, dengan tanpa pengawalan, pria itu diculik dan dibawa ke sebuah daerah terpencil, untuk dibunuh oleh suami dari wanita yang selama ini dikencaninya.

Namun suatu keajaiban terjadi, di tempat terpencil itu, muncul pertolongan yang sangat misterius, dimana saat sebuah senjata telah ditodongkan kea rah pria itu, sebuah tembakan mengenai suami dari wanita yang dikencaninya bertubi tubi, hingga tewas ditempat.

Pria itu, yang bernama Nate, lalu pergi mencari jalan pulang menuju rumah tempat tinggalnya. Karena tak tahu berada dimana, sampailah dia di sebuah perkampungan gipsy, bertemulah dia dengan seorang gadis bersayap.  Gadis itu sama sekali tak menginginkan kedatangan Nate, karena lingkungan yang tak mengijinkan.

Namun karena gadis bersayap itu, yang bernama Lily, rupanya telah lelah hidup dalam “sangkar” dan ingin sekali keluar untuk mengetahui dunia luar. Dan hal ini disambut baik oleh Nate. Dan kemudian keduanyapun melarikan diri. Dalam pelariaannya, rupanya benih benih cinta mulai tumbuh, dan bersemi.

Nate, yang dalam masa kesulitan keuangan, melihat Lily sebagai “lahan” yang dapat dimanfaatkan untuk mengeruk uang dan mengembalikan masa jayanya seperti dulu. Mak kemudian Nate membuat kesepakan untuk “menjual” Liliy pada seorang pengusaha besar bernama Happy. Namun lambat laun seiring waktu berjalan, Nate menyadari bahwa dia mampu berpisah dengan Lily, demikian juga sebaliknya.

Namun nasi telah menjadi bubur.  Liliy telah jatuh di tangan Happy, dan Nate berusaha dengan daya upaya untuk merebutnya kembali. Namun bagai katak merindukan bulan. Nate justru babak belur dihajar oleh anak buah Happy. Lilly yang mencintai dengan seluruh jiwa raga, mengetahui hal itu, rela untuk “dimilki” oleh Happy, asal dengan syarat tak kan terjadi apa apa dengan Nate. Sungguh cinta yang luar biasa.

Rupanya hari demi hari, Nate merasa tersiksa oleh rasa cintanya pada Lily, gadis cantik bersayap itu. Maka dengan tekad bulat, bahkan dengan nyawanya, dia rela bertukar, demi menyelamatkan Lily. Saat keduanya berada di atas gedung bertingkat dan menemui jalan buntu, sedangkan Happy dan anak buahnya telah dapat menangkap mereka, keajaiban muncul. Lily yang merasa tak pernah bisa terbang, kali ini terpaksa harus belajar untuk terbang, demi keselamatan mereka.

Sedangkan Nate yang hanya manusia biasa, menyadari keterbatasannya, sehingga demi menyelamatkan Liliy, dia kemudian melompat dari atas gedung. Menyaksikan hal itu, Lily berusaha menolongnya, dan dengan kekuatan dan kemampuan yang dimilikinya, dan dengan hati yang pebuh rasa cinta pada Nate, Liliy melompat mengejar Nate. Dan sebuah keajaiban terjadi, sayap Lily dapat berfungsi dengan baik, dan selamatlah mereka, dan terbang menuju tempat dimana mereka dapat memupuk cinta mereka hingga dapat mekar dan bersemi sepanjang musim.

*) Passion of Play the Movie, Mickey Rourke, Megan Fox .

Wednesday, April 25, 2012

JATHILAN KROMOLEYO, SANG PENGASUH RONGGOWARSITO


Laki laki setengah baya itu berjalan tertatih tatih menuju sebuah pohon beringin yang rindang di tepi sebuah telaga. Matahari yang terik, panas yang menyengat, membuat tubuhnya penuh dengan peluh dan keringat. Sesekali tangannya meraih kain lusuh yang tergantung di pundaknya untuk mengeringkan peluh yang menets dari dahinya.

Matahari telah bergeser kea rah barat sewaktu laki laki itu terbangun oleh riuh rendah suara anak kecil dan perempuan perempuan desa sedang membersihkan diri di telaga, tepat di sebelah pohon beringin rindang tempat laki laki itu teridur pulas.

Serta merta laki laki itu bangun, dan kemudian mengambil air dari pancuran di sebelah tempat duduknya tadi, sekedar membersihkan muka dan kemudian meneruskan langkahnya, menuju pusat Kota Madiun seperti yang telah ditunjukkan oleh orang yang sangat dihormatinya, sekaligus gurunya, untuk mencari putra terkasih sekaligus terbandel dari keluarga kraton Surakarta, Bagus Burhan.

Sebenarnya, letih dan lelah yang dia rasakan selama dalam perjalana dari Surakarta ke Madiun, tidaklah menjadi beban yang berarti, hal ini karena beban tersebut terselimuti oleh rasa riang gembiranya, karena dia merasa mendapat kehormatan dari gurunya, untuk mencari bagus Burhan, yang juga merupakan anak asuhnya. Walaupun terkenal nakal dan bandel, namun Bagus Burhan sangat mengikat hatinya.

Menjelang senja, laki laki itu telah sampai di pusat kota, dan menuju sebuah pohon beringin besar di tengah alun alun. Menurut  petunjuk, laki laki itu akan bertemu dengan seorang bernama Ki Jasana, yang mempunyai maksud yang sama, namun dia merupakan utusan dari keluarga lain dari bagus Burhan. 

Dan benar. Di bawah pohon beringin itu, nampak seorang laki laki yang hampir seusia dirinya, tengah berbaring miring, sambil melihat lalu lalang orang di jalanan kota Madiun. Setelah menghaturkan salam dan bermaah tamah, maka Ki Jasana dan laki laki itu, yang mengenalkan namanya dengan nama Kramaleya, sepakat malam itu untuk menginap di masjid besar di dekat alun alun.

Malam itu mereka berunding dan mengatur siasat, karena Bagus Burhan pergi dari rumah karena di usir oleh orang tuanya. Hal itu karena sifat bagus Burhan sendiri yang memang sangat nakal dan susah untuk diatur, dan kali ini Bagus Burhan pergi bersama sahabatnya, Ki Tanujoyo. Dua orang yang seusia, sama sama muda dan mempunyai sifat dan kemampuan yang sama. Tentunya bukan hal mudah untuk dapat ditemukan, apalagi di kota Madiun, kota yang asing buat Ki Jasana dan Ki Kramaleya.

Ki Kramaleya, yang hapal betul dengan sifat dan kebiasaan anak asuhnya, bagus Burhan, lebih jeli dalam menyusun strategi. Kramaleya hapal betul dengan kebiasaan Bagus Burhan yang suka sekali akan pertunjukan, keramaian, dan kesenian. Maka, mereka kemudian sepakat untuk padi harinya, Ki Kramaleya dan Ki Jasana akan menyamar sebagai pemain jathillan (kuda lumping).

Kesenian ini dipilih, karena kesenian kuda lumping cukup mudah dilakukan, dan sangat digemari oleh masyarakat. Mereka berdua bertekad tak akan berhenti bermain kuda lumping sebelum menemukan Bagus Burhan dan Ki Tanujoyo. 

Maka, sejak hari itu, mereka berdua berkeliling dari satu desa ke desa lain, dari satu daerah ke daerah lain memainkan peran sebagai pemain jathilan. Ki Kramaleya berperan sebagai Penthul, karena tubuhnya yang jangkung, sesuai dengan tokoh Penthul, sedangkan Ki Jasana sebagai Tembem karena tubuhnya yang bulat, mirip dengan tokoh Tembem.

Begitu terkenalnya mereka di kota madiun, hingga orang orang menjulukinya dengan Jathilan Kramaleya, Lagunya Ki Jasana. Setelah berbulan bulan mereka merantau dan berkeliling, suatu saat mereka lelah dan ingin pulang ke pondokan. Jalan yang ditempuh kali ini adalah hutan belantara, walau hutan itu telah dekat sekali dengan pusat kota Madiun. 

Hutan di bibir kota itu mempunyai jalan setapak, jalan yang dilalui oleh para pedagang dari desa desa menuju ke kota. Dan di jalan setapak itu, terdapat pohon rindang dengan beberapa tempat duduk dan balai balai dari bamabu dan kayu jati yang biasa digunakan untuk beristirahat. 

Saat Ki Jasana dan Kramaleya sampai di tempat itu, Nampak dua orang telah duduk di bawah pohon, dan satu orang lagi berbaring. Kramaleya dan Ki Jasana juga turut serta duduk untuk beristirahat. Topeng Penthul dan Tembem belum juga terlepas dari wajah mereka berdua, dan kendang yang dikalungkan di leher kramaleyapun juga masih tergantung.

Dua orang laki laki yang duduk terlebih dahulu itu, memperhatikan kedatangan mereka berdua dengan seksama. Mereka tak pernah melihat orang dengan dandanan seperti itu. Dan wajah di balik topeng itu, semakin lama semakin jelas, bahwa dua orang pengamen jathilan itu adalah Kramaleya dan Ki Jasana.
Sontak, dua orang itu hampir berteriak memanggil nama mereka berdua. Yang dipanggilpun heran, karena mereka merasa tak pernah punya kenalan atau saudara di daerah ini. Setalah mereka masing  masing sadar akan siapa mereka berempat, mereka saling berpelukan, bahkan Ki Jasana dan Kramaleya hingga menangis dibuatnya. Hal ini karena dua orang itu, yang ternyata adalah Ki Tanojoyo dan Bagus Burhan, dalam keadaan yang menyedihkan. 

Pakaiannya kumal, tubuhnya kurus kering, kulitnya hitam dan wajah serta bibirnya Nampak kering dan mengeriput. Mereka kemudian saling bercerita dan menyantap bekal makanan yang dibawa Kramaleya. Kramaleya dan Ki Jasana berkali kali meyakinkan Bagus Burhan dan Tanujoyo bahwa mereka diutus oleh orang tua mereka untuk membawa pulang Tanujoyo dan bagus Burhan. Dosa dan kemarahan yang dahulu, telah dilupakan oleh orang tua mereka, baik Kanjeng Kyai Imam Besari, maupun Raden Tumenggung Sastro Nagoro.

Maka mereka berempatpun kemudian bersiap siap kembali ke pondokan untuk berkemas dan menyaipakan bekal untuk esok paginya berangkat menuju Surakarta, kampong halaman mereka, juga Bagus Burhan, yang setelah dewasa bernama RONGGOWARSITO.   

Tuesday, April 24, 2012

LEMBU NANDINI, SELAMANYA MENGABDI...

Sebuah Negara jin yang bernama Negara Dahulagiri yang dipimpin oleh Prabu Patanam, sebuah Negara yang aman tentram dan kesejahteraan rakyatnya terjamin. Sang  Prabu berputera  4 orang yaitu Nanda, Nandi dan Cingkarabala serta Balaupta.

Karena darah raja yang mengalir di keempat orang putra tersebut, dan gemblengan dari para guru yang sakti mandraguna, mak tak heran bila keempatnya tumbuh menjadi ksatria yang sakti pilih tanding. Namun, dalam setiap keluarga, pasti ada salah satu anak yang lain dengan saudaranya yang lain dan ini terjadi pula pada putra putra Prabu Patanam.

Nandi, anak kedua dari keluarga raja tersebut, tumbuh menjadi seorang yang sakti, paling sakti diantara saudara saudaranya. Dan karena kemampuannya yang tak ada tandiingannya, diapun  tumbuh menjadi orang yang cenderung tak terkalahkan, sehingga seluruh rakyat dinegara itupun menjadi hormat dan memuja mujanya bagai seorang dewa.

Hal tersebut rupanya membuat Sanghyang Manikmaya  menjadi tidak suka. Sebagai raja dari para dewa yang menguasai seluruh alam mayapada, madyapada dan arcapada, kesaktian Nandi yang berakibat dipuja puja bagai seorang dewa itu, membuatnya turun dan mendatangi kerajaan jin yang tenang tersebut.

Maka, tanpa basa basi, Nandi, putra kedua dari Prabu Patanam tersebut ditantangnya mengadu ilmu. Namun betapa kesaktian Nandi luar biasa, kali ini musuhnya adalah rajanya para dewa, maka sudah sewajarnya Nandi sebagai makhluk, dapat ditkalahkan oleh Sanghyang Manikmaya, dan kemudian dibawanya Nandi ke Suralaya, kerajaaan Sanghyang Manikmaya  dijadikan abdi dan kendaraan bagi Sanaghyang Manikmaya, yang kemudian dikenal dengan nama Lembu Nandini.

Sepanjang hidupnya, Lembu Nandini menjadi abdi bagi Sanghyang Manikmaya. Dan tak seorangpun diperkenankan mengendarai Lembu Nandini selain Sanghyang Manikmaya. Serakah juga dewa satu ini. Kemanapun Sanghyang Manaikmaya pergi memerlukan kendaraan, maka Lembu Nandinilah adanya.

Diatas punggung Lembu Nandini pulalah, saat Sanghyang Manikmaya bepergian bersama  istrinya, Dewi Umayi melintasi samudera dan mendadak hasrat birahinya memuncak namun ditolak oleh Dewi Umayi, dan tanpa sengaja “kama” atau sperma dari Sanghyang Manikmaya jatuh ke samudera dan menjadi seorang bayi raksasa yang dikenal dengan nama Batara Kala, yang akhirnya membuat seluruh alam bergolak, dan manusia menemui beberapa “sukerta”.

Bahkan begitu suci dan sakralnya kendaraan Sanghyang Manikmaya ini, pada saat Prabu Pandu Dewanata menuruti rengekan istrinya, Dewi Madrim yang ingin berkeliling melihat negeri Hastinapura dari angkasa, maka imbalan yang harus ditebus oleh Prabu Pandudewanata karena ingin meminjam Lembu Nandini ini, adalah nyawanya. Maka setelah selesai berkeliling dengan Dewi Madrim mengendarai Lembu Nandini, Prabu Pandudewanatapun meninggal. Hal itu karena Prabu Pandu dewanata telah dinilai lancang, dimana seorang ksatria di arcapada, telah lancang meminjam kendaraan dewa. 

Sedangkan ketiga saudara dari Nandi, oleh para dewa diberi tugas untuk menjaga pintu masuk kerajaan Suralaya, kerajaannya para dewa.