Thursday, September 13, 2012

SUMANTRI, MIKUL GENDHONG LALI (3)


Namun rupanya., setelah 500 kerajaan berhasil dia taklukan, sadarlah Sumantri bahwa kemampuanny memang tak diragukan lagi. Timbullah niat dalah hatinya untuk menaklukkan Harjunasasrabahu, raja tempat dimana ia ingin mengabdi.
“Bila aku berhasil menaklukkan lebih dari 500 kerajaan, bukankah mungkin saja aku dapat menaklukkan Mahespati, dan membawa Dewi Citrawati untuk ku jadikan permaisuriku?” katanya lirih waktu beristirahat dengan ditemani kedua abdi setianya.

“Ampun Raden, janganlah Raden terlalu menuruti hawa nafsu Raden…” kata abdinya yang bertubuh gemuk dan pendek.
“Apa katamu Togog?” tanya Sumantri setengah membentak.
“Raden memang sakti mandraguna, murid padepokan Begawan Suwandagni. Namun Baginda  Harjunasasrabahu, adalah terlalu sakti bagi Raden. Baginda telah berguru ke seluruh penjuru dunia, bahkan kepada Begawan Suwandagni pula. Konon kabarnya, Baginda adalah titisan dewa. Tak seorangpun yang mampu mengalahkannya Raden….” Kata Togog kemudian.

“Aku tak peduli Togog. Aku juga murid Begawan Suwandagni, tentu tak akan kalah dengan Baginda Harjunasasrabahu. Sekarang juga aku berangkat menantangya. Jika engkau berkebaratan, baiklah kau tak perlu menyertaiku pergi!” kata Sumantri sambil beranjak pergi.
“Ampun Raden, kemanapun Raden pergi, aku akan selalu menyertai Raden. Ini adalah perintah Begawan….” Kata Togoh sambil menyusul Sumantri, disertai dengan Mbilung, teman seperjuangan Togog.
Dan benar. Pertarungan yang diharapkan oleh Sumantri, benar benar terjadi. Harjunasasrabahu menerima tantangan Sumantri, rakyat jelata yang ingin mengabdi padanya, yang telah diberi perintah untuk melamarkan Dewi Citrawati untuknya.

Dan benar pula yang dikatakan Togog pada Sumantri sebelumnya. Harjunsasrabahu adalah titisan dewa, yang tak seorangpun mampu mengalahkannya, demikian juga dengan Sumantri. Sumantri dapat dikalahkan oleh Harjunasasrabahu. Namun Harjunasasrabahu adalah raja yang bijaksana. Walaupun Sumantri telah berani menantangnya, namun dia sama sekali tak ingin membuhunuhnya. Harjunasasrabahu masih berbaik hati padanya, karena Sumantri dapat menunaikan tugasnya dengan baik.

Sebagai hukuman dari Sumantri diperintahkan untuk memindahkan taman Sriwedari dari kahyangan, ke utara Negara Mahespati. Kali ini, Sumantri harus berpikir keras. Kesaktiannya tak cukup memadai untuk melaksanakan perintah itu. Terdorong oleh niatnya untuk tetap mengabi dan menajdi patih di Negara Mahespati, Sumatri bertekad melaksanakan perintah itu. Maka, kembalilah dia ke padepokan, untuk meminta bantuan pada ayahandanya. 

Wednesday, September 12, 2012

SUMANTRI, MIKUL GENDHONG LALI (2)


“Sumantri, tahukan kau bahwa singgasana kerajaan ini masih belum lengkap?” tanya Sang Raja.
“Maksud Baginda?” tanya Sumantri tak paham maksud baginda.
“Apakah Sang Begawan tak pernah bercerita kepadamu tentang aku?” tanya Sang Raja kemudian.
“Ampun Baginda, ayahanda pernah bercerita tentang Baginda.” Kata Sumantri agak ketakutan.
“Nah, apa yang menurut Sang Begawan merupakan kekurangan dari aku saat ini?” tanya sang Raja.
“Seorang pendamping Baginda….” Jawab Sumantri dengan agak gemetar, karena takut bila jawab itu tidak berkenan di hati Baginda Raja.

“Hmmmm…..benar kau Sumantri, itulah yang hingg saat ini mengganggu pikiranku.” Kata Sang Raja pelan.
“Hamba Baginda, lantas maksud Baginda?” tanya Sumantri memberanikan diri.
“Ada seorang wanita yang sangat ingin aku jadikan permaisuri di Mahepati ini Sumantri. Bersediakah engkau melamarkannya untukku, sebagai syarat untuk dapat kuterima pengabdianmu?” kata Sang raja tiba tiba.
Sumantri terkejut mendengar perintah itu. Sungguh sebuah kehormatan baginya untuk menunaikan tugas itu. Matanyapun kemudian berbinar binary, dan mulutnya tersenyum lebar.

“Duli Tuanku Baginda, hamba sanggup melaksanakan perintah Baginda.” Jawab Sumantri mantap.
“Bagus! Pergilah ke Negeri Magada, dan lamarkan puteri Dewi Citrawati untukku…” kata Sang Raja tegas.
“Baik Baginda. Segera hamba mohon diri untuk berangkat ke Magada.” Jawab Sumantri sambil mohon diri
Kemudian Sumantri berangkat menuju Negeri Magada, dengan disertai dua orang pembantu setianya. Setelah sampai di Magada, Sumatri segera menghadap ke istana, dan menyampaikan maksud kedatangannya. Gayung bersambut. Dewi Cutrawati bersedia menerima lamaran Harjunasasrabahu, namun dengan syarat, bahwa dalam upacara perkawinan hendaklah disertai dengan pengiring 800 orang puteri raja.

Persyaratn itu dipenuhi oleh Sumantri. Dia harus membuktikan pada Harjna sasrabahu bahwa dia memang layak untuk mengabdi di kerajaan Mahespati. Segera dia mohon diri dan berangkat mencari 800orang puteri raja. Setiap negeri dia datangi, dan segala macam cara dia lakukan. Bila sang puteri ataupun sang raja negeri tersebut tak berkenan, Sumantri tak segan segan menggunakan kesaktiannya dan menaklukkan negeri tersebut. Dengan kemampuan lahir batin yang di dapata dari ayahandanya, Sumantri berhasil menaklukkan lebih dari 500 kerajaan, dan berhasil membawa 800 orang puteri sebagai syarat untuk membawa puteri Dewi Citrawati ke kerajaan Mahespati.

Tuesday, September 11, 2012

SUMANTRI, MIKUL GENDHONG LALI (1)


Tersebutlah seorang pemuda yang tampan dan sakti mandraguna. Hal ini sangta wajar, karena  dia adalah putra dari seorang Begawan Suwandagni, seakligus murid dari Sang Begawan. Dari padepokan yang sangat sederhana di daerah pedesaan jauh dari pusat kota, maka menginjak dewasa, dengan tekad bulat dan berbekal kemapuan dari perguruaannya, pemuda tersebut ingin mengabdi ke pusat kerajaan, yang dipimpin oleh raja yang terkenal sakti, yaitu Raja Harjunasasrabahu, di negeri   Mahespati.

“Berhati-hatilah Ngger, dan jaga dirimu baik baik. Ariflah dalam bertindak, jangan gegabah dan mudah naik darah…..” pesan Sang Begawan saat melepas sang putera pergi, disertai dengan dua orang pembantu setianya.

Dengan bekal pesan dari ayahandanya, dan dengan kemampuannya, maka perjalanan menuju kerajaan tak menemui rintangan berarti. Pada saat pisowanan agung yang diselenggarakan tiap bulan purnama, pemuda itu dengan cukup mudah berhasil menghadap di hadapan Raja Harjunasasrabahu. Melihat soeang pemuda dengan perawakan yang tegap, berdada bidang, berwajah tampan, dan dengan perilaku serta sopan santun yang tertata, tertariklah Raja Harjunasasrabahu untuk menerimanya secara khusus.

“Siapakah kau anak muda? Baru kali ini aku melihatmu.” Kata Sang Raja saat pemuda itu menghadap.
“Ampun Baginda, hamba adalah Sumantri, anak desa dari padepokan Begawan Suwandagni.” Jawab pemuda yang mengaku bernama Sumantri  itu.
“Hmmmmm… Sumantri. Benarkah engkau adalah putera dari Sang Begawan?” tanya Sang Raja.
“Hamba Baginda…..” jawab sumantri singkat.
“Hmmmm, haturkan sembah sujudku kepada Sang Begawan. Sampaikan maafku hingga saat ini aku belum sempat berkunjung ke padepokan….” Kata Sang Raja.
“Hamba Baginda, pesan Baginda akan hamba sampaikan kehadapan ayahanda.” Jawab Sumantri dengan hormat.
“Baiklah, apa maksud kedatanganmu ke sini Sumantri?” tanya Sang Raja kemudian.
“Ampun Baginda, kedatangan hamba kesini, hamba ingin mengabdikan diri pada Baginda Raja, dengan segenap tenaga dan kemampuan yang hamba miliki dari padepokan.” Jawab Sumantri semakin hormat.
Sang Raja berpikir sejenak. Matanya memandang jauh kedepan, seolah berusaha mendekatkan suatu masalah dihadapannya, sehingga lebih jelas dan tepat.

“Baiklah Sumantri, aku percaya dengan Sang Begawan. Aku terima pengabdianmu disini, tapi dengan satu syarat…” kata Sang Raja kemudian terhenti.
Serasa sinar matahari pagi yang cerah dan hangat, mengguyur sekujur tubuh Sumantri. Pengabdiannya diterima, walau dengan syarat yang sama sekali belum di ketahui. Namun hal itu telah lebih dari cukup bagi Sumantri.

Friday, September 7, 2012

Dari Merapi ke Biafra


Lepas isyak kami berangkat untuk menengok teman yang sakit.  Rumahnya nun jauh disana, di bawah gunung merapi bagian barat daya. Telah terbayangkan betapa dinginnya daerah itu. Semakin lama kami naik menuju rumahnya, semakin dingin udara disana. Bahkan jaket yang kami kenakanpun tembus oleh hawa dingin gunung merapi.

Setelah jalan kecil berdebu dan berkelok kelok di tengah kebun salak pondoh sampailah kami dirumah teman yang letaknya tepat di tengah kebun salak pondoh miliknya. Hmmmm, betapa enaknya tinggal di rumah itu. Kami ketuk pintunya beberapa kali, namun belum juga ada jawaban. Namun mendadak pintu terbuka pelan, dan terlihat seorang wanita muda dengan menggendong anak kecil berusia 2 tahun membukakan pintu dan mempersilakan kami masuk.

Setelah kami masuk, rupanya teman kami sedang tiduran berselimutkan sarung, di depan televisi. Kami bersalaman dan duduk di ruang tamu dan kemudian ngobrol kesana kemari. Televise yang masih menyala, waktu itu tengah menayangkan sebuah acara “foto foto yang merubah dunia”. Aku pun tertarik acara itu dan kutinggalkan mereka, dank u maju ke depan, duduk di lantai tepat di depan televise. Ada beberapa foto yang ditayangkan antara lain pembunuhan gerilyawan vietkong, ada juga sebuah panser di cina yang harus berhenti karena dihadang oleh mahasiswa berani mati, sendirian.  Hebat.

Namun perhatianku tersita oleh tayangan berikutnya, yaitu beberapa bocah kecil, berkulit hitam, dengan tubuh yang amat sangat kurus. Demikian juga dengan orang orang dewasa. Narasi foto foto itu mengatakan bahwa mereka adalah warga negeri Biafra, sebuah Negara kecil di benua Afrika yang di embargo dan dikucilkan oleh Negara yang lebih besar, yaitu Nigeria. Terbayang betapa tersiksanya mereka, dimana mereka tak mendapatkan pasokan makanan dari luar, sedangkan dari negeri mereka sendiri, tak mampu mencukupi kebutuhan pangan untuk rakyatnya, melihat kondisi geografis yang memang tak memedai bagi pemerintah untuk memberi cukup pangan bagi rakyatnya.

Sejenak ku tercenung. Teringat beberapa peristiwa di negeri ini, yang menurutku, tidak menutup kemungkinan negeri kita yang kaya raya ini (katanya) akan dapat menjadi seperti negeri Biafra (mudah-mudahan tidak.)

Kita lihat beberapa fakta, bahwa negeri kita yang kaya ini telah mulai habis dihisap Negara lain, seperti freepot, dan tambang tambang lain yang tersebar di hampir seluruh Kalimantan, dan Indonesia Bagian Timur. Siapakah yang sengsara? Jelas rakyat jelata. Lalu siapakah yang kaya raya? Jelas pejabat di atas sana. Betul?
Dari sisi potensi wilayah, Indonesia adalah Negara agraris. Namun oleh para petinggi, rupanya pembangunan mengarah pada industry, dan mengesampingkan agraris. Dalam sejarah, kata seorang pakar, Negara agraris yang berkembang menuju Negara industry, maka Negara tersebut akan gagal. Menurutku, kata pakar tersebut, tidak salah untuk negeri ini.
Lihatlah berapa alokasi dana apbn ataupun apbd untuk pembangunan fisik dan  sejenisnya, dan berapa alokasi dana untuk pertanian ataupaun memperkuat ketahanan pangan kita? Jomplang Rek!!!! Terlihat jelas keberpihakan pemerintah lebih ke arah mana.

Teringat suatu saat seorang calon anggota dewan berkunjung ke sebuah wilayah, dan memberikan berbagai macam bantuan alat pertanian dan peternakan. Sungguh luar biasa mulia saat itu. Namun tahukah kalian bahwa anggota dewan pula yang menyetujui areal persawahan subur di daerah itu digulung traktor, dikeringkan dan akan dibangun perumahan. So, buat apa kasih bantuan alat pertanian bila sawah mereka di tanami beton beton semen??? Naïf!!! Bukankah rakyat jelata sengsara, dan mereka tetap kaya?

Berapa banyak kawasan hijau yang menurut “blue print” adalah lumbung pangan bagi wilayah, namun dengan menjentikkan jari, bisa juga tuh lumbung pangan tersebut tahu tahu telah berdiri gedung gedung atau telah berwujud pondasi pondasi berkapiling-kapling????

Pasar tradisional, yang merupakan muara pertemuan antara petani yang menjual hasil panen pada masyarkat, kini telah berdiri supermarket/minimarket di sekitar pasar tradisional itu, dimana mereka itu adalah retail retail modern yang dikelola oleh orang yang entah kita sendiri tak tahu seperti apa sepak terjang mereka di ranah perdagangan negeri ini, sehingga bisa mendapatkan ijin serta kemudahan kemudahan lainnya . Pikirkanlah, kemana mereka akan menjual hasil panen mereka? Bukankah rakyat jelata yang sengsara, dan mereka mereka tetap menjadi kaya?

Teringat jelas di benakku, saat krisis moneter 2007 lalu, retail modern runtuh, pengusaha pengusaha guliung tikar. Dan tahukah kalian siapa yang tetap survive????? Merekalah para petani tradisonal, pedagang pedagang pasar tradisional yang tetap dapat berdagang dan menggerakkan roda perekonomian pedesaan. Disitulah kekuatan mendasar kita, bila kalian tahu. Tidakkah kalian bercermin dari itu?
Dalam sekala yang lebih besar, apabila hal tersebut tetap dibiarkan, dengan semakin terpinggirkannya pelaku tradisional, semakin sempitnya lahan persawahan, dengan tanpa ditunjang ketahanan paangan yang dibangun oleh negeri kita sendiri, apabila terjadi seperti Nigeria meng-embargo Biafra, dan kali ini Indonesia di embargo oleh Negara Negara ASEAN misalnya, percayalah, nasib kita akan seperti warga Biafra.

So, belum begitu terlambat bagi kita semua untuk bergerak saat ini. Untuk Indonesia yang merdeka, merdeka dari apa saja, terutama ketahan pangan dan ekonomi.