Sebuah kilas balik yang tak pernah ku duga sebelumnya. Saat telah
ku lepas semuanya, tiba tiba kini muncul kembali, dalam waktu yang sangat tak
terduga. Hati serasa tergetar hebat, beberapa saat tercenung, dan hanya
terduduk diam, sambil kembali menata hati, dari anyaman anyaman yang telah
tertata seadanya, karena memang tak pernah mampu menatanya menjadi indah.
Sekian lama terbiarkan terbengkelai, ku serahkan semuanya
kepada sang waktu. Biarlah menjadi goresan goresan sesuai dengan maksudnya,
sama sekali ku tak pernah menyentuh ataupun mengaturnya. Hanya sesekali kusempatkan
untuk melihat hasil dari gurat-guratan sang waktu atas cerita cerita yang telah
terjalani dengan langkah tak tentu ujung.
Sungguh ku takut tuk
melihat hasil guratan sang waktu, karena batin ini akan terasa sangat teriris,
dengan sangat dalam, tanpa ampun, tanpa mampu bertahan, namun kubiarkan
semuanya menyiksaku sepuas puasnya, karena keindahan yang kudapatkan adalah
setimpal.
Kali ini, kejadian itu mungkin akan terjadi pula. Aku menarik
nafas dalam, sangat dalam…… tak tahu apa yang akan terjadi, apa yang akan
terucap, dan apa yang akan diperbuat. Lagi lagi, kepada sang waktu aku serahkan
semuanya. Biarlah dia mengambil penanya kembali, dan menuliskan guratan guratan
tentang cerita ini kembali sesuai dengan inginnya.
Cerahnya langit sore
hari sama sekali tak mempengaruhiku. Hanya
berjalan sesuai dengan kehendak hati, tanpa nalar dan logika. Beberapa saat ku
terdiam, sebatang rokok ku ambil dari saku dan segera menyulutnya. Hati semakin
berdebar debar. Ah…. Biarlah….yang terjadi, terjadilah…..
Sebuah senyum tersungging, senyum yang pernah ku kenal. Bahkan
sangat aku kenal. Bahkan aku sangat hafal dengan bentuk senyumnya, tipis bibirnya,
bahkan gurat gurat di bibirnya. Hamper tiap hari ku sentuh bibirnya, dengan jari
jariku, dan tiap kali tangis yang terjadi, segera ku sentuh bibir tipis itu dengan…..ah……..!!!!!!
Tangan bersambut, dan langkah langkah pelan, seperti dulu……
bertahun tahun yang lalu. Rumput hijau terhampar, batu batu besar tertata
membentuk sebuah bangunan megah. Tempat itu, beberapa tahun yang lalu, telah member
sedikit guratan bagi sang waktu untukku. Namun sangat jauh berbeda dengan saat
ini, walau sang waktu tak mampu menghapus gundah hatiku saat itu, seperti yang
ku alami saat ini, namun pena itu terus menuliskan cerita ini.
Sungguh, aku tak tahu harus berkata apa. Aku terpaku,
layaknya seorang anak kecil menyaksikan indahnya layang layang menari di
angkasa, tanpa mampu menyentuhnya. Aku terpana. Semua kata yang terdengar,
bagai sebuah cerita yang hanya dapat aku
baca, aku dengarkan, tanpa dapat berbuat apa apa.
Kubiarkan semuanya mengalir, semuanya! Agar semua tanya yang
tersimpan sekian lama terjawab, walau hati dan perasaan masih juga
menyangkalnya. Masih ada satu tanya yang tak terjawab, bahkan oleh si empunya. Ku
biarkan…..kubiarkan……kubiarkan….! Aku ingin menikmatinya, ingin menikmatinya
sekali lagi. Bahkan jika hanya sekali lagi. Walaupun anyaman anyaman hati harus
terkoyak, lukisan dinding harus tercoreng, dan tinta harus tumpah di atas kain
kanfas, semuanya setimpal. Sakiti aku!!!! Sakiti aku!!! Sakiti aku!!!!! Aku rela
asal semua itu berasal darimu. Hanya dari dirimu.
Langit semakin temaram, matahari mulai tenggelam, seolah
berpihak padaku dengan memberinya cahaya lemah di senja itu, dengan cahaya yang
kuning memerah, dan segaris awan hitam diatasnya, sama persis dengan perasaanku
yang temaram, dan masih juga menyimpan satu garis hitam yang belum terjawab. Namun
rasa ini, tak kan hilang hingga
sekarang, hingga nanti, dan hingga akhir nanti.