Tuesday, February 9, 2021

Ngobrol Di Sawah

 

Ngobrol Pagi Di Sawah

Jalan jalan pagi dumadakan turun hujan. Terlihat ibu ibu mengambil daun pohon jati untuk melindunginya dari air hujan. Aku memilih berlari dan berteduh di gubug. Tak lama kemudian datanglah bapak bapak ikut berteduh di gubug.

Beliau mengeluarkan plastik  dari tas ijonya, berisikan tembakau, cengkeh, korek api, dan kertas sigaret legendari, cap“pagupon”. Beliau bekerja sebagai petani. Sawahny, tepat di tempat gubug kami berteduh. Sesama petani, tentu saja kami sehati. Sesama pelinting, tentu saja kami saling memahami.

Beliau bercerita panjang lebar tentang pertanian.  Tentang perhitungan pranata mangsa yang membuatnya tidak heran sama sekali dengan masih derasnya hujan mengguyur bumi hingga bulan ini.  Tentang jenis jenis padi dari padi jawa hingga padi ciptaan dengan berbagai nama dan karakter. Menurut beliau, dari sekian banyak jenis padi, ya padi jawa lah yang paling unggul. Sayangnya, padi jawa memakan waktu yang lebih lama, yaitu hingga 5 – 6 bulan. Pada saat itu juga aku mengeluh kenapa nasi  kadang sangat cepat basi. Jawabannya sungguh diluar dugaan.

“Yen pari ne seko kidul kutho (Yogyakarta) pancen ngoten niku Mas...”jawabnya.

“Loh kok  saget?  Menapa boten mergo jenis pari ne?” tanyaku.

“Boten Mas.... Kidul kutho rak banyune boten sae, kathah limbah lan liya liyane. Lha niku sik marai parine boten sae, yen diliwet gampang mambu.... yen boten percaya, mang cobi tumbas beras Merapi napa Kulon Progo. Niku pari ne sae sedaya...” jawabnya meyakinkan.

Obrolan berlanjut ke masalah panen. Dulu, panen padi itu dipetik dengan menggunakan alat “ani ani”, tangkai padi diikat, diikat, dibawa pulang, lalu “ditutu” pakai lesung. Perkembangan jaman, tidak lagi “ditutu”,  tetapi “diiles”. Orang orang yang ikut membantu panen padi, nanti akan  “dibawoni”.

Bawon, berasal dari kata ba-won,yang menurut KBBI, bermakna pembagian upah menuai padi berdasar pada banyak sedikitnya padi yang dipetik. Bawon biasanya diberikan dengan perbandingan 1 bagian  untuk pemetik padi, dan 8 bagian untuk pemilik sawah. Jika dijual “glondhongan” pada bakul,  biasannya bakul “mbawoni” ke para pemetik padi 1 bagian berbanding 10 bagian.

“Mbah, sakwusene panjenengan nandur pari, menawi etungan bathi boten?” tanyaku.

“Bathi seneng Mas... yen duit..... kurang luwih 200ewu, patang sasi....hahahaha....” Simbahe tertawa.

Hujan telah reda, aku lanjut jalan pulang. Simbah meneruskan garap sawah.