Friday, December 21, 2012

SENJA DI KRATON BOKO


Sebuah kilas balik yang tak pernah ku duga sebelumnya. Saat telah ku lepas semuanya, tiba tiba kini muncul kembali, dalam waktu yang sangat tak terduga. Hati serasa tergetar hebat, beberapa saat tercenung, dan hanya terduduk diam, sambil kembali menata hati, dari anyaman anyaman yang telah tertata seadanya, karena memang tak pernah mampu menatanya menjadi indah.

Sekian lama terbiarkan terbengkelai, ku serahkan semuanya kepada sang waktu. Biarlah menjadi goresan goresan sesuai dengan maksudnya, sama sekali ku tak pernah menyentuh ataupun mengaturnya. Hanya sesekali kusempatkan untuk melihat hasil dari gurat-guratan sang waktu atas cerita cerita yang telah terjalani dengan langkah tak tentu ujung.

Sungguh ku takut  tuk melihat hasil guratan sang waktu, karena batin ini akan terasa sangat teriris, dengan sangat dalam, tanpa ampun, tanpa mampu bertahan, namun kubiarkan semuanya menyiksaku sepuas puasnya, karena keindahan yang kudapatkan adalah setimpal.

Kali ini, kejadian itu mungkin akan terjadi pula. Aku menarik nafas dalam, sangat dalam…… tak tahu apa yang akan terjadi, apa yang akan terucap, dan apa yang akan diperbuat. Lagi lagi, kepada sang waktu aku serahkan semuanya. Biarlah dia mengambil penanya kembali, dan menuliskan guratan guratan tentang cerita ini kembali sesuai dengan inginnya.

Cerahnya  langit sore hari  sama sekali tak mempengaruhiku. Hanya berjalan sesuai dengan kehendak hati, tanpa nalar dan logika. Beberapa saat ku terdiam, sebatang rokok ku ambil dari saku dan segera menyulutnya. Hati semakin berdebar debar. Ah…. Biarlah….yang terjadi, terjadilah…..

Sebuah senyum tersungging, senyum yang pernah ku kenal. Bahkan sangat aku kenal. Bahkan aku sangat hafal  dengan bentuk senyumnya, tipis bibirnya, bahkan gurat gurat di bibirnya. Hamper tiap hari ku sentuh bibirnya, dengan jari jariku, dan tiap kali tangis yang terjadi, segera ku sentuh bibir tipis itu dengan…..ah……..!!!!!!

Tangan bersambut, dan langkah langkah pelan, seperti dulu…… bertahun tahun yang lalu. Rumput hijau terhampar, batu batu besar tertata membentuk sebuah bangunan megah. Tempat itu, beberapa tahun yang lalu, telah member sedikit guratan bagi sang waktu untukku. Namun sangat jauh berbeda dengan saat ini, walau sang waktu tak mampu menghapus gundah hatiku saat itu, seperti yang ku alami saat ini, namun pena itu terus menuliskan cerita ini.

Sungguh, aku tak tahu harus berkata apa. Aku terpaku, layaknya seorang anak kecil menyaksikan indahnya layang layang menari di angkasa, tanpa mampu menyentuhnya. Aku terpana. Semua kata yang terdengar, bagai sebuah cerita  yang hanya dapat aku baca, aku dengarkan, tanpa dapat berbuat apa apa.

Kubiarkan semuanya mengalir, semuanya! Agar semua tanya yang tersimpan sekian lama terjawab, walau hati dan perasaan masih juga menyangkalnya. Masih ada satu tanya yang tak terjawab, bahkan oleh si empunya. Ku biarkan…..kubiarkan……kubiarkan….! Aku ingin menikmatinya, ingin menikmatinya sekali lagi. Bahkan jika hanya sekali lagi. Walaupun anyaman anyaman hati harus terkoyak, lukisan dinding harus tercoreng, dan tinta harus tumpah di atas kain kanfas, semuanya setimpal. Sakiti aku!!!! Sakiti aku!!! Sakiti aku!!!!! Aku rela asal semua itu berasal darimu. Hanya dari dirimu.

Langit semakin temaram, matahari mulai tenggelam, seolah berpihak padaku dengan memberinya cahaya lemah di senja itu, dengan cahaya yang kuning memerah, dan segaris awan hitam diatasnya, sama persis dengan perasaanku yang temaram, dan masih juga menyimpan satu garis hitam yang belum terjawab. Namun rasa ini, tak kan hilang  hingga sekarang, hingga nanti, dan hingga akhir nanti.