Kapan hari, ada sebuah janji di daerah
Prambanan, Sleman, Yogyakarta. Aku
esimasikan bahwa pertemuan akan berlangsung cukup lama. Akan tetapi yang
terjadi adalah sangat singkat. Kebetulan beliau sedang ada di tempat, dan semua
telah dipersiapkan. Bingung setelah itu mau ngapain. Matahari yang terik,
jalanan yang padat, membuat aku malas bergerak. Otakku berputar putar
mencari ide. Thuing!!!!!!! Ada sebuah
tempat yang tenang, dingin, nyaman, dan bisa memuaskan nafsuku untuk membaca.
Yap!!!!! Perpustakaan Kantor Dinas Purnbakala.
Segera ku meluncur ke sana. Masuk pintu
gerbang, lapor satpam, dan diantar sampai tempat tujuan. Seorang petugas dengan ramah menyambutku, dan
menawarkan apa yang bisa beliau bantu. Sata jawab tegas, “Candi di Jawa Tengah!”.
Beliau dengan ramah mengiyakan, dan segera
beranjak dan mencari beberapa literatur yang aku inginkan. Duduk dengan nyaman,
udara yang dingin karena ac, ruangan yang tenang, sangat nyaman. Sayang sekali,
tak boleh merokok! Hehehehe.....
Dari literatur aku hanya ingin menyampaikan
sesuatu yang menarik, yaitu adanya keanekaragaman posisi dalam bentang candi,
ada yang di lereng gunung, dataran teratas, dataran rendah, tepi sungai, atau
bahkan di tepi pantai. Untuk candi yang terdapat di pinggir pantai, di Jawa Tengah,
dalam literatur ini, belum tercantum. Mungkin situs di Pantai Ngobaran bisa
dimasukkan kategori ini, menurut aku
sih.......
Mari
kita mulai dari yang pertama.
11. Candi di lereng gunung, misalnya adalah :
a. Candi Selogriyo di Lereng Gunung
Sumbing.
Sesuai namanya, Candi Selogriyo ini letaknya di Dusun
Selogriyo, Desa Candisari, Kecamatan Windusari, Kabupaten Magelang, Jawa
Tengah. Sebuah daerah di Lereng Gunung Sumbing.
Candi Selogriyo berada di lereng timur kumpulan tiga bukit,
yakni Bukit Condong, Giyanti, dan Malang, dengan ketinggian 740 mdpl. Secara
administratif, candi ini berada di Desa Candisari, Kecamatan Windusari,
Kabupaten Magelang.
Candi ini diperkirakan dibangun pada abad ke-9 M, pada masa
Kerajaan Mataram Kuna.
b. Candi Sukuh di Lereng Gunung Lawu
Lokasi candi Sukuh terletak di lereng kaki Gunung Lawu pada
ketinggian kurang lebih 1.186 meter di atas permukaan laut pada koordinat
07o37, 38’ 85’’ Lintang Selatan dan 111o07,. 52’65’’ Bujur Barat. Candi ini
terletak di Dukuh Sukuh, Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten
Karanganyar, Jawa Tengah. Candi ini berjarak kurang lebih 20 kilometer dari
kota Karanganyar dan 36 kilometer dari Surakarta.
Situs candi Sukuh dilaporkan pertama kali pada masa
pemerintahan Britania Raya di tanah Jawa pada tahun 1815 oleh Johnson, Residen
Surakarta. Johnson kala itu ditugasi oleh Thomas Stanford Raffles untuk
mengumpulkan data-data guna menulis bukunya The History of Java. Setelah masa
pemerintahan Britania Raya berlalu, pada tahun 1842, Van der Vlis, arkeolog Belanda,
melakukan penelitian. Pemugaran pertama dimulai pada tahun 1928.
Menurut sejarah, Candi Sukuh yang berada di Desa Berjo,
Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, itu dibangun pada sekitar abad
ke-15 oleh masyarakat Hindu Tantrayana. Dalam catatan sejarah, candi ini
merupakan candi termuda dalam sejarah pembangunan candi di Bumi Nusantara.
Candi ini dibangun pada masa akhir runtuhnya Kerajaan Majapahit. Kompleks situs
purbakala Candi Sukuh berada di ketinggian 910 meter diatas permukaan laut.
c. Candi Cetho di Lereng Gunung Lawu
Candi Ceto merupakan candi bercorak agama Hindu yang diduga kuat dibangun pada
masa-masa akhir era Majapahit (abad ke-15 Masehi). Lokasi
candi berada di lereng Gunung Lawu pada ketinggian 1496 m di atas permukaan
laut, dan secara administratif berada di Dusun Ceto, Desa Gumeng, Kecamatan
Jenawi, Kabupaten Karanganyar.
d.
Candi
Gedong Songo di Lereng Gunung Ungaran
Candi Gedong Songo adalah nama
sebuah komplek bangunan candi peninggalan budaya Hindu yang terletak di desa
Candi, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Indonesia tepatnya
di lereng Gunung Ungaran. Di kompleks candi ini terdapat sembilan buah candi.
Candi ini diketemukan oleh Raffles
pada tahun 1804 dan merupakan peninggalan budaya Hindu dari zaman Wangsa
Syailendra abad ke-9 (tahun 927 masehi).
Candi ini memiliki persamaan dengan
kompleks Candi Dieng di Wonosobo. Candi ini terletak pada ketinggian sekitar
1.200 m di atas permukaan laut sehingga suhu udara disini cukup dingin
(berkisar antara 19-27 °C)
Lokasi 9 candi yang tersebar di
lereng Gunung Ungaran ini memiliki pemandangan alam yang indah. Selain itu,
objek wisata ini juga dilengkapi dengan pemandian air panas dari mata air yang
mengandung belerang, area perkemahan, dan wisata berkuda.
22. Candi di puncak gunung, misalnya
adalah :
a. Komplek Candi Dieng
Candi Dieng merupakan kumpulan candi yang terletak di kaki
pegunungan Dieng, Wonosobo, Jawa tengah. Kawasan Candi Dieng menempati dataran
pada ketinggian 2000 m di atas permukaan laut, memanjang arah utara-selatan
sekitar 1900 m dengan lebar sepanjang 800 m.
Kumpulan candi Hindu beraliran Syiwa yang diperkirakan
dibangun antara akhir abad ke-8 sampai awal abad ke-9 ini diduga merupakan
candi tertua di Jawa.
Candi-candi di kawasan Candi Dieng terbagi dalam 3 kelompok
dan 1 candi yang berdiri sendiri yang dinamakan berdasarkan nama tokoh dalam
cerita wayang yang diadopsi dari Kitab Mahabarata. Ketiga kelompok candi
tersebut adalah Kelompok Arjuna, Kelompok Gatutkaca, Kelompok Dwarawati dan
satu candi yang berdiri sendiri adalah Candi Bima.
a.1. Kelompok Arjuna
Kelompok Arjuna terletak di tengah kawasan Candi Dieng,
terdiri atas 4 candi yang berderet memanjang arah utara-selatan. Candi Arjuna
berada di ujung selatan, kemudian berturut-turut ke arah utara adalah Candi
Srikandi, Candi Sembadra dan Candi Puntadewa. Tepat di depan Candi Arjuna,
terdapat Candi Semar. Keempat candi di komples ini menghadap ke barat, kecuali
Candi Semar yang menghadap ke Candi Arjuna. Kelompok candi ini dapat dikatakan
yang paling utuh dibandingkan kelompok candi lainnya di kawasan Dieng.
a.2. Kelompok Gatutkaca
Kelompok Gatutkaca juga terdiri atas 5 candi, yaitu Candi
Gatutkaca, Candi Setyaki, Candi Nakula, Candi Sadewa, Candi Petruk dan Candi
Gareng, namun saat ini yang masih dapat dilihat bangunannya hanya Candi
Gatutkaca. Keempat candi lainnya hanya tersisa tinggal reruntuhannya saja.
a.3. Kelompok Dwarawati
Kelompok Dwarawati terdiri atas 4 candi, yaitu Candi
Dwarawati, Candi Abiyasa, Candi Pandu, dan Candi Margasari. Akan tetapi, saat
ini yang berada dalam kondisi relatif utuh hanya satu candi, yaitu Candi
Dwarawati.
a.4. Candi Bima
Candi Bima terletak menyendiri di atas bukit. Candi ini
merupakan bangunan terbesar di antara kumpulan Candi Dieng. Bentuknya berbeda
dari candi-candi di Jawa tengah pada umumnya. Kaki candi mempunyai denah dasar
bujur sangkar, namun karena di setiap sisi terdapat penampil yang agak menonjol
keluar, maka seolah-olah denah dasar Candi Bima berbentuk segi delapan.
b. Komplek Situs Ratu Boko di puncak perbukitan Ratu Boko
Situs Ratu Baka atau Candi Boko adalah situs purbakala yang
merupakan kompleks sejumlah sisa bangunan yang berada kira-kira 3 km di sebelah
selatan dari kompleks Candi Prambanan, 18 km sebelah timur Kota Yogyakarta atau
50 km barat daya Kota Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia. Situs Ratu Baka
terletak di sebuah bukit pada ketinggian 196 meter dari permukaan laut. Luas
keseluruhan kompleks adalah sekitar 25 ha.
Nama "Ratu Baka" berasal dari legenda masyarakat
setempat. Ratu adalah ayah dari Loro Jonggrang, yang juga menjadi nama candi
utama pada kompleks Candi Prambanan. Kompleks bangunan ini dikaitkan dengan
legenda rakyat setempat Loro Jonggrang.
Situs Ratu Boko pertama kali dilaporkan oleh Van Boeckholzt
pada tahun 1790, yang menyatakan terdapat reruntuhan kepurbakalaan di atas
bukit Ratu Boko. Bukit ini sendiri merupakan cabang dari sistem Pegunungan
Sewu, yang membentang dari selatan Yogyakarta hingga daerah Tulungagung.
Seratus tahun kemudian baru dilakukan penelitian yang dipimpin oleh FDK Bosch,
yang dilaporkan dalam Keraton van Ratoe Boko. Dari sinilah disimpulkan bahwa
reruntuhan itu merupakan sisa-sisa keraton.
Prasasti Abhayagiri Wihara yang berangka tahun 792 M
merupakan bukti tertulis yang ditemukan di situs Ratu Baka. Dalam prasasti ini
menyebut seorang tokoh bernama Tejahpurnapane Panamkarana atau Rakai
Panangkaran (746-784 M), serta menyebut suatu kawasan wihara di atas bukit yang
dinamakan Abhyagiri Wihara ("wihara di bukit yang bebas dari
bahaya"). Rakai Panangkaran mengundurkan diri sebagai Raja karena
menginginkan ketenangan rohani dan memusatkan pikiran pada masalah keagamaan,
salah satunya dengan mendirikan wihara yang bernama Abhayagiri Wihara pada
tahun 792 M. Rakai Panangkaran menganut agama Buddha demikian juga bangunan
tersebut disebut Abhayagiri Wihara adalah berlatar belakang agama Buddha,
sebagai buktinya adalah adanya Arca Dyani Buddha. Namun ditemukan pula unsur–unsur
agama Hindu di situs Ratu Boko Seperti adanya Arca Durga, Ganesha dan Yoni.
33. Candi di dataran rendah.
Terdapat sangat banyak candi
di datarn rendah di wilayah Jawa Tengah. Antara lain :
a. Komplek Candi Prambanan.
b. Candi Plaosan
c. Candi Kalasan
d. Candi Sojiwan
e. Candi Merak, dll
Seperti itulah temuan dari
literatur di kantor Dinas Purbakala. Tentu saja masih sangat banyak yang belum
tercantum di literatur tersebut, karena perkembangan penemuan yang cukup pesat,
dan belum terupdate dengan segera.
Silahkan jika ada yang ingin menambahkan.
Sumber :
Dinas Purbakala Yogyakarta
Wikipedia