Friday, May 29, 2020
Sunday, May 24, 2020
Karmawibangga
Mengenal Hukum Karma dari Relief di Candi Borobudur
Candi Borobudur didirikan Raja Samaratungga dari Dinasti Syailendra beserta putrinya, Pramodhawardhani, sekira abad ke-9. Candi itu kemudian lama terlupakan, sehingga tertutup semar-belukar. Maka, Raffles mengutus seorang Belanda bernama H.C. Cornelius untuk membersihkannya. Raffles mendokumentasikan proses pembersihan itu dalam bukunya, The History of Java, yang terbit pada 1817. Borobudur pun menarik perhatian para peneliti Belanda. Salah satunya Jan Willem Ijzerman, yang juga ketua Archaelogische Vereeniging di Yogyakarta.
Ketika melakukan penelitian, secara tak sengaja Ijzerman menemukan sejumlah relief di kaki candi pada 1885. Ia tertutup struktur batu selasar dan tangga. Dengan hati-hati pada 1890-1891, kaki Candi Borobudur pun dibongkar. Pendokumentasian dilakukan Kassian Cephas, seorang fotografer pribumi Jawa. Saat pendokumentasian berlangsung, struktur batuan penyusun selasar yang menutupi relief dibongkar secara bergantian sebelum ditutup kembali.
Hingga kini, belum diketahui pasti alasan penutupan kembali kaki candi yang kemudian dikenal sebagai relief Karmawibhangga.
Relief Karmawibhangga bersumber dari salah satu kitab suci agama Buddha Mahayana, yakni Maha Karmawibhangga. Menariknya, penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya hanya berhasil mengidentifikasi 23 dari 160 panil relief Karmawibhangga.
Di neraka kelak manusia yang berbuat jahat semasa hidupnya akan direbus dalam periuk besar di atas api yang membara. Mereka juga dicambuk atau diinjak gajah. Namun, jika kebajikan yang dikerjakan, mereka bisa bersuka-cita di surga. Jika laki-laki, ia dikelilingi perempuan-perempuan gemulai. Demikianlah kepercayaan Buddha mengenai hukum karma yang divisualisasikan dalam 160 panil di kaki Candi Borobudur.
“Relief Karmawibhangga merupakan media pembelajaran untuk mencapai tingkatan hidup yang lebih baik berdasarkan ajaran Buddhisme, lebih spesifiknya berdasarkan hukum sebab-akibat,” ujar Djaliati Sri Nugrahani, arkeolog Universitas Gadjah Mada, dalam Adegan dan Ajaran Hukum Karma Pada Relief Karmawibhangga terbitan Balai Konservasi Borobudur.
Sayang, meski menyimpan ajaran luhur dan goresan seni yang indah, relief Karmawibhangga tak bisa dilihat secara langsung. Relief itu tersembunyi di balik 12.750 meter kubik batu pembungkus. Namun, masyarakat masih bisa menyelami ajaran dari relief Karmawbhangga itu berkat Kassian Cephas. Foto-fotonya dipajang di Museum Karmawibhangga yang berada dalam satu kawasan dengan Taman Wisata Candi Borobudur.
Sumber: historia.id
Subscribe to:
Posts (Atom)