Ratusan Penari Meriahkan Festival Rawa Pening. Judul yang sangat menarik. Sebuah seni, apapun jenisnya dan dimanapun dia berada, akan
selalu mengalami sebuah perubahan, variasi, penyempurnaan yang diharapkan akan
menjadi lebih menarik, dan lebih baik. Demikian juga dengan seni kuda lumping, jathilan dalan bahasa jawa.
Sebuah kesenian tradisional yang konon merupakan seni
pertunjukan yang bertututur cerita dari sempalan kisah Dewi Sekartaji dan Panji
Asmorobangun di jaman keemasan Kerajaan Kediri. Menurut Pakdhe saya.
Kesenian kuda lumping yang menampilkan beberapa orang dengan
mengendarai kuda kepang, dengan tarian yang sama dan iringan music tradisional
yang dinamis, menampilkan adegan peperangan yang pada saat itu muncul juga para
raksasa (buto) yang ikut serta dalam kancah pertempuran, dengan tari tarian
yang lebih dinamis, hentakan kaki yang lebih mantap, menjadikan buto – buto (para
raksasa) ini justru dapat menjadi daya tarik dari jathilan itu sendiri.
Dalam perkembangannya, dimana para raksasa yang tampil dalam
kesenian itu justru sangat menarik perhatian penonton, maka justru disitulah
kemudian lebih ditonjolkan kesenian yang berisikan para raksasa yang
berjingkrak jingkrak dalam tariannya, menjadi sebuah semacam “cabang” dari kuda
lumping, dan perkembangannya, gedruk buto, istilah yang kemudian muncul, dapat
berdiri sendiri, tidak melulu mengikuti kesenian kuda lumping.
Menurut salah satu pengamat seni tradisional yang berhasil
ditemui, Gedruk buto itu sendiri adalah merupakan penggambaran dari 7 Gunung di
Jawa Tengah bagian barat. Gunung Slamet di Brebes, Sumbing di perbatasan
Magelang dan Temanggung, Sindoro yang berdiri megah di berdampingan dengan Gunung Sumbing, Merbabu, Ungaran,
Ragajembangan di perbatasan Banjarnegara dan Pekalongan, Prau di dataran Dieng.
Adapun falsafah yang ada di dalamnya adalah, gedruk buto
menggambarkan kemarahan para raksasa (dalam hal ini menggambarkan makhluk
makhluk dari alam makrokosmos) dimana mereka murka akan ulah manusia yang
semakin hari semakin merusak alam, bumi, dan ibu pertiwi.
Semoga menjadi refleksi agar semua kembali pada alam dan keseimbangannya. Sejuk, segar, tenang, aman, damai, sejahtera.
Semoga menjadi refleksi agar semua kembali pada alam dan keseimbangannya. Sejuk, segar, tenang, aman, damai, sejahtera.
No comments:
Post a Comment