Pada tahun 1995 sebuah prasasti berbentuk balok batu
ditemukan di Dukuh Gosutan Kranggan. Prasasti yg tidak memiliki angka tahun ini
menurut para ahli epigrafi diperkirakan dari masa Sri Maharaja Rakai Kayuwangi
Dyah Lokapala yg memerintah Kerajaan Mataram Kuno ( baca : Mdang ) yaitu kurun waktu 855 – 885 M.
Prasasti ini berisi penetapan tanah sima di Desa Hayu oleh
San Pamgat Warutunggal yg bernama Pu Wlat sehingga prasasti ini selanjutnya
disebut Prasasti Hayu. Yg menarik dari isi Prasasti Hayu adalah penetapan tanah
sima di Desa Hayu yg hasilnya dipergunakan untuk kabhikuan di Syakan.
Kabhikuan adalah bangunan suci pemeluk ajaran Budha, jadi
jelaslah kalau masyarakat Desa Hayu kala itu banyak yg menganut ajaran Budha
selain mungkin ada juga yg menganut ajaran Hindu.
Tidak berapa jauh dari lokasi penemuan Prasasti Hayu di Desa
Solodiran yg berbatasan langsung dengan wilayah Desa Kranggan pada tahun 2015
ditemukan benda yg diduga benda cagar budaya saat dilakukan proyek revitalisasi
saluran irigasi di sekitar Embung Karangasem.
Penemuan benda yg diduga benda cagar budaya tersebut
berlanjut hingga tahun 2017 saat pembuatan wahana air di Desa Solodiran. Jumlah
keseluruhan benda purbakala itu mencapai 67 buah yg terdiri dari yoni dan
berbagai bentuk batu candi. Pihak pemerintah desa Solodiran pun berinisiatif
merawat semua benda bersejarah itu dan dijadikan sebagai salah satu destinasi
wisata peradaban lama di wahana air yg sedang dirintisnya.
Menilik keberadaan yoni pada penemuan di desa Solodiran
dimungkinkan dulunya daerah ini banyak dihuni penganut ajaran Hindu. Desa
Solodiran sendiri terletak di sebelah selatan desa Kranggan yg banyak dihuni
pemeluk ajaran Budha.
Tentunya selain penemuan benda – benda purbakala diatas
masih banyak lagi peninggalan sejarah peradaban masa lalu yg masih masih
terkubur di wilayah Manisrenggo mengingat daerah ini dilalui aliran sungai Woro
yg bersumber dari gunung Merapi.
Merujuk pada isi Prasasti Hayu yg memuat nama watak
Warutunggal sebagai wilayah yg membawahi desa – desa di wilayahnya yg berjumlah
hingga mencapai 40 nama tentulah Warutunggal merupakan sebuah wilayah ( baca :
watak ) yg cukup besar. Di Kecamatan
Manisrenggo sendiri terdapat toponimi Warutunggal yg masih eksis hingga
sekarang yaitu Dukuh Wanutunggal yg masuk Desa Nangsri, desa penghasilan
tembakau rajang terbesar di Kabupaten Klaten.
Letak Desa Nangsri sendiri secara administratif berbatasan
langsung dengan Desa Solodiran tempat ditemukannya 67 benda yg diduga benda
cagar budaya. Nangsri sendiri menurut warga desanya berasal dari kata tenang
dan asri sehingga mereka meyakini tempat tinggalnya saat ini memiliki suasana
yg tenang dan asri karena diberkahi tanah yg subur sebagai sentral tanaman
tembakau di wilayah Klaten.
San Pamgat Warutunggal juga termasuk salah satu wilayah yg
di sebut dalam prasasti in situ Candi Plaosan yg terletak di baris pertama
anumodha yg dipersembahkan untuk pembangunan Candi Plaosan.
Hal ini semakin mendukung keberadaan dusun Wanutunggal
sekarang ini yg berada di sebelah timur laut dari Candi Plaosan sebagai wilayah
watak yg disebut dalam Prasasti Hayu maupun Prasasti Anumodha Candi Plaosan yg
sesuai dengan tata letaknya.
Tentulah tugas para ahli arkeologi sekarang untuk lebih
melakukan penelitian lanjutan mengingat Prasasti Hayu termasuk prasasti yg
terbaru ditemukan di wilayah Kabupaten Klaten. Mengingat pentingnya wilayah
Manisrenggo pada jaman dulu sebagai wilayah watak yg besar tentu kondisinya
sekarang sangat mengkhawatirkan dimana di daerah ini banyak terdapat penggalian
pasir yg memungkinkan rusaknya atau bahkan ikut diambil seperti dalam kasus
Situs Kaliworo.
Pu Wlat sebagai seorang pemimpin di watak Warutunggal
tentulah bukan orang sembarangan karena memiliki wewenang menetapkan daerah
menjadi sima yg biasanya penetapannya hanya di lakukan oleh Rakarayan / Rakai
dan Sri Maharaja sendiri. Yg pasti watak Warutunggal sudah ada sejak jaman Sri
Maharaja Rakai Pikatan yg membangun Candi Plaosan.
Manisrenggo sebuah daerah watak yg patut menjadi bahan
penelitian para pecinta sejarah di Klaten.
Sumber : Sejarah Klaten
No comments:
Post a Comment