Tuesday, January 16, 2018

Candi Gedong, Jejak Petilasan Jaka Tingkir di Gunung Kidul


Candi Gedong. Demikian warga sekitar menamainya. Candi Gedong ini terletak di Pedukuhan Butuh, Desa Pulutan, Wonosari, Gunungkidul, tepatnya di utara pedukuhan, bersebelahan dengan TPU warga, yang mereka sebut Makam Gedong. Mungkin karena letanya berdekatan dengan makam tersbut, maka warga juga menyebut candi ini sebagai Candi Gedong.
Yang namanya candi, dalam bayanganku adalah sebuah bangunan dari balok balok batu yang ditata sedemikian rupa sehingga membentuk sebuah bangunan berbentuk kerucut dengan satu puncak teringgi di tengah tengahnya. Dengan guratan guratan yang membentuk sebuah gambar dalam tiap batu batu yang tersusun dan saling mengait itu. Namun rupanya bayangaku itu hanyalah bayangan kosong melompong. Semelompong mulutku waktu ku temukan candi itu, yang dengan susah payah bertanya kesana kemari  untuk menemukan sebuah candi yang bahkan sudah ditempatkan dalam sebuah area yang cukup luas.

Memang.... dari sekian banyak “ngalayap-nglayapku”, daerah yang relatif lebih susah dalam mencari situs semacam itu adalah di wilayah Gunung Kidul dan Kulon Progo. Mungkin gak populer kali ya, barang barang semacam itu di wilayah wilayah itu. Hehehe.... ngapunten.
Kembali ke melompong.  Yah. Mulutku melompong. Kutemukan sebidang tanah dengan pagar kawat berduri di setiap sisinya, dan di sebelah pintu masuk terdapat sebuah papan keterangan yang bertuliskan kata kata yang banyak, dan tak satupun menyebut bahwa lokasi itu adalah Candi Gedong, yang oleh pemerintah dinamai dengan Candi Pulutan.

“Pantes uangele pol golekane. Boro boro papan penunjuk arah. Lha neng lokasine wae lho, gak ono papan tulisan “Candi Gedong” utawa “Candi Pulutan”. Jiaannnnn....marai boros takon!”
Thingak-thinguk, di dalam sana terdapat sebuah rumah kecil, dengan pintu yang terbuka, dan ada seseorang disana. “Pasti petugasnya” batinku. Masuk lokasi dengan penuh percaya diri. Karena banyak orang yang tertipu karena penampilanku, kadang kadang ku manfaatkan. Hehehe.......
Pertama, aku lihat sekelilingku. Ada sebuah gundukan tanah dengan beberapa batu nampak menonjol dari dalam tanah, dengan 2 pohon yang tunbuh tepat ditengah tengahnya.
bebatuan candi di dalam lokasi candi

Di sebelah gundukan itu, terdapat dua bidang tanah yang dipagari oleh tanaman tanaman kecil, dan terdapat batu batu dalam berbagai ukuran tergeletak di dalamnya. Demikian juga dengan tanah yang berada di depan gundukan itu. Tempatku berdiri dengan petugas yang dengan tergopoh menemaniku (padune aku wedi asline....)
“Nah......sini Mas..... Critakno. Aku ra mudeng! Ini tenane tempat opo????” tanyaku agak tegas.
Dia mulai menerangkan dari tempat aku dan dia berdiri. Tepat di depan kantornya.
“Ini Mas.....lokasi pertama ini, semua batu adalah kumpulan dari batu batu megalitikum dari daerah Wareng. Makanya tadi Panjenengan ke Wareng gak ketemu apa apa to?” Mas Petugas mulai menerangkan. Aku cuma manggut manggut.
“Oya..maaf, nama Panjenengan sinten?” dia bertanya.
“Raden Mas Haryo Pawiro Rejo Ingkang Kaping Sepisan!” jawabku mantap. Kini dia yang manggut manggut.
“Kembali lagi Mas. Yang ini tadi dari Situs Wareng. Tempatnya juga tersebar, dan dikumpulam di tempat ini.”


dari situs wareng
“Berarti ini penampungan cagar budaya to Mas?” tanyaku. Dia mengiyakan.
“Lha terus Candi Pulutan nya yang sebelah mana??” aku penasaran karena tak kutemukan satupun candi berdiri disitu.
“Lha itu Mas Paw....gundukan tanah tempat Jenengan berhenti tadi itu candinya. Dulu namanya Candi Gedong. Orang orang sini menyebutnya seperti itu. Itu malam di setelah itu kan namanya Makam Gedong. Sama pemerintah dinamai Candi Pulutan karea letaknya di Pulutan. Dulu ya Cuma batu batu berserakan gitu, terus sama dinas digali, diamankan. Ketemu 2 atau 3 arca gitu, dibawa ke dinas. Untuk mengamankan batu batu yang masih ada, ada beberapa batu yang ditutup pake kawat kawat hitam itu Mas, biar tidak owah.” Katanya sambil menunjukkan satu persatu bebatuan candi yang secara bangunan, tidak berwujud candi.
dari situs wareng

“Lho lha iya mas....candine iku lho....ndok endiii???” aku makin penasaran.
“Ya ini Mas, yang kita injak ini lokasi candi. Dulu waktu penggalian, ditemukan batu batyu yang tersusun rapi membentuk sebuah kotak yang berukuran seluas ini, sekitar 8 meter kali 8 meter. Tapi itu dibawah tanah. Dibawah tanah kita ini. Sama dinas tidak diteruskan penggalian karea apa saya yo gak tau.” Mas Petugas berusaha meyakinkan aku.
“Terus dua bidang tanah di sebelah candi itu apa?” aku berjalan menuju tempat itu diikuti Mas Petugas.


“Dua bidang tanah itu seperti yang di depan kantor itu Mas. Itu batu batu berasal dari Situs Getas dan Mojosari. Dulu semuanya tersebar di hutan hutan perhutani.  Dikumpulkan disini. Semua mendekati daerah Sungai Oya. Mirip seperti yang di Penampungan Bleberan, Cuma yang disini, lokasinya lebih ke utara dibanding yang ditemukan dan di kumpulkan di Bleberan.” Terangnya.
penampungan dari Mojosari dan Getas
 Kami lalu berjalan menuju kantor. Ditengah jalan, tepat di sisi lokasi candi, Mas Petugas bercerita lagi.
“Konon kata mbah mbah disekitar sini, candi ini usianya lebih tua dari Borobudur. Sekitar abad 8. Dulu juga katanya candi ini petilasane Jaka Tingkir. Itu sungai yang dibelakang candi ini kan namanya Banyu Biru”.
“Jaka Tingkir sampe sini ngapain?” tanyaku dalam hati. Terus aku tengok sungai Banyu biru itu. Tapi koko aku liat airnya gak biru.
“Lha kok akeh dapuran pring ngene Mas. Medeni mesti.....”
“Oiya Mas..ini fakta Mas. Yang lihat orang banyak. Dulu pas pemugaran, ada tukang yang membunuh ular. Ularnya itu pendek dan buntung. Dibunuhnya ular itu sampe putus kepalanya. Terpisah antara kepala dan badannya. Tak berapa lama, tahu tahu ular itu hidup lagi, dan kepalanya menyatu dengan badannya lagi, lalu pergi. Tak seorangpun berani ganggu.” Ceritanya berapi api.
“Lha terus tukange gimana?” tanyaku melompong.

“Tukange sejak itu gak pernah masuk kerja lagi mas. Kata temennya yang jenguk dia ke rumahnya, katanya tiap kali mau makan, dia mencium bau bunga wangi sekali, sampe mau muntah. Itu terjadi berhari hari, sampe dia ga masuk kerja lagi.” Aku manggut manggut.

“Ada lagi yang tugas disini, tapi orang jauh. Gak sampai seminggu dia minta pindah. Tiap malam ada saja penampakan dan suara suara aneh. Pokoknya banyak sini Mas yang medeni....”katanya.

“wis..wis....Mas...aku yo wedi soale.” Kataku sambil mengajak dia ke tempat yang lebih terang.









photo photo














No comments:

Post a Comment