Monday, January 15, 2018

Sugriwa Subali Di Gua Kiskenda

Bermula dari huru hara yang terjadi di Kahyangan, negeri para dewa, karena hilangnya Dewi Tara yang berhasil direbut oleh Mahesa Sura, seorang raksasa berkepala kerbau (mahesa), dengan tunggannya, Jathasura, banteng berkepala raksasa (buto), serta bantuan bala pasukan dibawah panglima Lembu Sura, raksasa berkepala sapi. Kerajaan Kahyangan luluh lantak dan tak satupun pasukan Dorandara (pasukan bala dewa) yang mampu mengalahkan mereka. Mahesa Sura yang memiliki Aji Pancasona, tidak akan mati selama jasadnya menyentuh tanah, memang tiada lawan. Sehingga turunlah ke bumi ini dengan kemenangan, Mahesa Sura bersama Jathasura dan Dewi Tara yang akan dijadikan permaisuri di Kerajaan Gua Kiskenda, diiringi oleh Lembu Sura dan pasukannya. Suka cita pun terjadi, karena raja mereka akan segera bersanding dengan Dewi Tara, bidadari yang cantik jelita yang telah meluluhkan hati dan menumpulkan nalarnya.

Bathara Indra dan Bathara Brama tak rela negerinya luluh lantak, segera menyusul turun ke bumi dengan pasukan Dorandana yang tersisa untuk melenyapkan Mahesa Sura. Namun sekali lagi mereka harus kecewa. Mahesa Sura, Lembu Sura, Jatha Sura seakan tak pernah bisa dikalahkan. Jika mereka mati, begitu menyetuh tanah, akan segera hidup lagi. Pun demikian, jika mereka mati, salah satu mereka melangkahi jasadnya, akan hidup kembali pula. Ini karena mereka telah bersumpah sehidup semati satu sama lain.

Bathara Brama dan Bathara Indra semakin terdesak, dan akhirnya mereka harus menyelamatkan diri, kembali ke negeri Kahyangan dengan sisa pasukan yang masih ada. Namun mereka belum puas sebelum melenyapkan Mahesa Sura. Hal ini untuk mencegah terjadianya hal serupa di kemudian hari, mengingat tak satupun dewa yang mampu mengalahkan Mahesa Sura dan pasukannya dari Kerajaan Gua Kiskenda.

Namun Bathara Indra merasakan ada sesuatu yang aneh dalam perjalanan pulangnya. Dia merasakan udara panas di sekitar Gunung Sonyapringga. Dia hapal betul akan aura udara panas itu. Pasti seseorang sedang “mbangun tapa” , laku prihtain, sehingga membuat hawa panas yang memancing dewa dewa untuk mendatanginya. Maka kemudian datanglah Bathara Indra ke Gunung Sonyapringga, dimana didapatinya disana seorang bernama Guwarsa (Subali) yang saat itu tengah melakukan puasa tirakat dengan menggantungkan dirinya di dahan pohon (puasa ngalong).

“Subali, engkau aku perintahkan untuk memusnahkan Mahesa Sura  yang telah mengambil paksa Dewi Tara dari Kahyangan. Lenyapkanlah Mahesa Sura dan bila berhasil, Dewi Tara aku serahkan padamu.” Demikian perintah Bathara Indra.
Subali menyanggupinya, dan kemudian meminta bantuan saudara mudanya, Sugriwa. Hal itupun disetujui oleh Bathara Indra. Segera manusia kera itu lenyap dari pandangan mata, meminta bantuan Sugriwa dan menyiapkan pasukannya. Segera mereka berangkat menuju Gua Kiskenda.

“Adi Sugriwa, aku mendapatkan perintah dari Bathara Indra untuk melenyapkan Prabu Mahesa Sura, yang telah mencuri Dewi Tara dari Kahyangan. Seperti yang tlah kita berdua ketahui, bagaimana kesaktian Prabu Mahesa Sura dan Patihnya, Lembu Sura. “ kata  Subali.
“Perintah Kakang Subali bagaimana?” tanya Sugriwa.
“Sekuat tenaga akan aku rebut Dewi Tara, dan ku titipkan padamu. Setelah itu baru aku bunuh Mahesa Sura. Aku harus masuk ke gua untuk dapat mengurungnya, untuk mengurangi ruang geraknya....” kata kata Subali berhenti.
“Lalu, bagaimana aku tau Kakang atau Mahesa Sura yang unggul dalam peperangan?” tanya Sugriwa.
“Jika  melalui pintu gua itu mengalir darah putih, akulah yang kalah. Maka, engkau harus menutup  gua itu secepatnya. Dan Bawalah Dewi Tara menghadap Bathra Indra. Sebaliknya, jika darah yang mengalir merah, berarti aku yang menang. Engkau tunggu hingga aku keluar gua, dan kita menghadap Bathara Indra mengantarkan Dewi Tara padanya.” Jawab Subali.
“Baik Kakang. Mari kita tuntaskan tugas ini...” tegas Sugriwa.

Tiba di Gua Kiskenda, pasukan Subali Sugriwa langsung dalam gelar perang. Mereka langsung menyerang dalam pertempuran terbuka. Pasukan Mahesa Sura yang berada diluar istana terkejut dengan serangan tiba tiba itu, menghadapi pasukan Sugriwa Subali dengan gagah perkasa.
Perang tanding antara pasukan raksasa dan pasukan kera, tak dapat dihindari. Saling terjang, teriak, menjadikan suasana riuh rendah. Namun bagaimanapun kesiagaan pasukan Gua Kiskenda, yang dalam keadaan tidak siap sempurna, mendapatkan serangan mendadak yang tertata, dalam waktu singkat dapat ditaklukkan. Bahkan Subali dengan mudah berhasil mendapatkan Dewi Tara dari tangan Mahesa Sura, dan segera keluar dari pertempuran untuk menitiplkan Dewi Tara pada Sugriwa.

Sugriwa menerima dan menjaganya dengan sangat hati hati dan waspadanya. Diperintahkannya beberapa pengawal pilihan untuk khusus menjaga keselamatan Dewi Tara. Sementara itu Subali segera meloncat, memasuki kancah pertempuran untuk memburu Mahesa Sura yang lari masuk ke dalam gua setelah melihat pasukannya telah takluk. Sugriwa yang mendapat perintah dari Subali untuk menjaga pintu gua, juga dengan cekatan bagai terbang, menyusul gerak Subali. Namun langkahnya berhenti cukup sampau di mulut gua. Sedangkan Subali, telah hilang dari pandangan mata.

Subali memasuki gua dengan penuh kewaspadaan.  Belum terlalu jauh masuk ke dalam gua, Subali mendapati sebuah batu, tidak begitu besar namun permukaan batu tersebut cukup datar. Dapat diduga batu tersebut sering untuk duduk duduk dalam waktu yang cukup lama. Mungkin batu itu digunakan untuk duduk dan berhias para pelaku seni untuk menghibur Mahesa Sura dan kerabat istana.
Batu tersebut kini dinamai Pertapaan Ledhek. Tempat para ledhek (seniwati) melakukan ritual dengan menyepi dan lelaku prihatin.

Subali semakin berhati hati. Dirinya telah masuk cukup jauh ke dalam gua. Namun belum juga dia temukan persembunyian Mahesa Sura. Justru yang dia temukan kemudian adalah sebuah tempat yang agak tersembunyi, yang wujudnya seperti batu untuk duduk bersemedi.
Batu tersebut kini dinamai sebagai Pertapaan Kusuma. Sebuah tempat untuk bertapa mencari kemulyaan sejati, seperti bunga yang harus mewangi.

Subali menghela nafas panjang. Sebenarnya tempat ini cukup baik. Sayang jatuh ke tangan Mahesa Sura, raksasa yang suka memaksakan kehendak dan mengagung-agungkan kesaktiannya yang tanpa batas.
Terngat dia akan tugasnya, Subali segera melanjutkan langkahnya masuk lebih dalam lagi. Lagi lagi dia harus kecewa, yang ditemui hanyalah sebuah tempat kosong, namun terlihat bersih seperti dua tempat sebelumnya. Nampak disudut gua itu beberapa hasil pertanian tergeletak dengan kembang kembang disekitarnya.
Tempat itu kini dikenal sebagai Pertapaan Santri Tani. Tempat pertapaan agar hasil pertanian semakin bagus dan menunjang kesejahteraan rakyatnya.

Setelah masuk semakin  dalam, tibalah Subali di sebuah persimpangan. Satu sisi menuju sebuah ruangan yang digunakan untuk menyimpan hasil pertanian, yang kini dikenal dengan nama Selumbung, dan sisi yang lain menuju tempat yang lebih tertata dengan baik. Rupanya tempat ini merupakan Kraton dari Mahesa Sura.
Ditempat itulah Subali menemukan Mahesa Sura, dan Jatha Sura. Masing masing terkejut bertemu di tempat itu, dan masing masing telah siap siaga melakukan serangan mematikan.
Hampir bersamaan, Mahesa Sura dan Jatha Sura menyergap Subali dengan membabi buta. Mereka segera ingin mengakhiri pertempuran dengan tewasnya Subali. Namun Subali tak tinggal diam. Perintah Bathara Indra dan hadiah Dewi Tara, selalu terngiang di telinganya. Apapun yang terjadi, harus berakhir disini. Demikian pikirannya.

Terjadilah pertempuran hebat di dalam gua. Mahesa Sura dan  Jatha Sura rupanya memang raksasa yang pilih tanding. Dua orang itu menguasai ilmu kanuragan serta kesaktian  sama hebatnya. Jika salah satu tewas, dilumpati yang lain, segera hidup kembali. Demikian yang terjadi berulang ulang. Subali mengeluh dalam hati. Dia harus berpikir keras bagaiman membunuh keduanya dalam waktu yang bersamaan. Akhirnya Subali menemukan sebuah cara.
Subali merubah cara bertempurnya, dan menempatkan dirinya di tengah medan laga. Sebuah langkah yang berbahaya. Namun dengan perhitungan yang tepat, akan memperoleh kemenangan yang luar biasa. Dan benar adanya.

Dua raksasa yang telah memuncak tekadnya untuk membunuh Subali, telah kehilangan pengamatan diri karena beberapa kali Subali berhasil melukai mereka, bahkan membunuhnya, hingga tubuh mereka luka parah, luka dalam. Pada saat mereka berdua menyerang dengan seluruh tenaga dan kekuatannya, mereka menyergap Subali yang berada di tengah laga dengan cara bersamaan. Disaat tangan tangan mereka hampir saja menyentuh tubuhnya, Subali melenting ke udara, dan dalam sekejap menerapkan ajian Bandung Bondowoso, dimana kekuatannya menjadi seribu kali lipat, dan saat tubuhnya mendarat, dipegangnya dua kepala musuhnya dengan tangan kanan dan kirinya, lalu dengan sekali hentak.....
“Jlegarrrrrrr......!!!!!” terdengar suara benda keras beradu dengan dahsyatnya.
Mahesa Sura dan Jatha Sura terhuyung terhuyung huyung dengan kepala mereka hancur berantakan dan roboh seketika. Tewas besamaan. Sedangkan Subali jatuh ke tanah dengan posisi berdiri di atas lutut kiri dan kaki kanannya, dengan tangan kiri menyangga tubuhnya diatas tanah serta tangan tanan menyangga tubuhnya diatas betisnya. Nafasnya terengah engah. Keringat mengucur deras. Namun kelegaan menyelimuti seluruh wajahnya. Tugas dapat diselesaikan dengan tuntas.

Pertempuran yag dahsyat, hidup dan mati, dengan luka luka yang menganga, darah mengucur deras, bercampur dengan isi  dua kepala yang pecah diadu, terbawa aliran air mengaliur disela sela reruntuhan keluar hingga hingga ke mulut gua.
Sugriwa, yang telah berhasil melenyapkan Lembu Sura, masih menunggu dengan perasaan berdebar bedar. Dia yang berada dimulut gua dengan perasaan gundah gulana,  karena tak tahu nasib dari saudara tuanya, Subali, yang hanya berpegang pada pesan untuk menutup gua dan memperhatikan warna darah yang keluar terbawa air ke mulut gua.

Diperhatikannya setiap aliran air di mulut gua itu dengan seksama. Bening. Bening... lalu perlahan lahan air bening itu berubah warna. Merah, dan putih, bercampur. Makin lama makin deras. Sesuai pesan Subali bahwa :
“Jika  melalui pintu gua itu mengalir darah putih, akulah yang kalah. Maka, engkau harus menutup  gua itu secepatnya. Dan Bawalah Dewi Tara menghadap Bathra Indra. Sebaliknya, jika darah yang mengalir merah, berarti aku yang menang. Engkau tunggu hingga aku keluar gua, dan kita menghadap Bathara Indra mengantarkan Dewi Tara padanya.”
Tak mau membuang waktu, Sugriwa berkesimpulan bahwa Subali tewas di dalam gua karena kalah perang melawan Mahesa Sura. Segera dengan secepat kilat direngkuhnya Dewi Tara, dan seketika terbang menuju Kahyangan untuk menghantarkan Dewi Tara kepada Bathara Indra, dan melaporkan apa yang terjadi di Gua Kiskenda.

Sementara di dalam gua, Subali yang berhasil melenyapkan Mahesa Sura dan Jatha Sura, setelah pulih kesadarannya, serta membasuh tubuhnya dengan air yang mengalir di dalamnya, tubuhya kembali segar. Semua kekuatannya telah pulih dalam sekejap.
Teringat akan sudara mudanya, Sugriwa dan tugasnya akan Dewi Tara, Subali segera berlari keluar gua. Namun Subali harus kecewa. Mulut gua sudah tertutup oleh batu batu dan reruntuhan. Dia berdiri tegak untuk sejenak. Termangu. Dia tahu pasti ini semua karena Sugriwa telah melaksanakan tugas seperti yang diperintahkan olehnya.
Teringat juga akan Dewi Tara yang cantik jelita, sebagai hadiah untuknya. Subali yakin pasti Sugriwa telah menduga bahwa dirinya tewas oleh Mahesa Sura, dan segera terbang membawa Dewi Tara ke Kahyangan menenmui Bathara Indra.
“Aku harus menyusulnya!” tekadnya. Maka segera Subali kembali masuk, mengitari sekitar dalam gua, dan di sebuah tempat dimana langit langit gua agak lebih tinggi, dia memutuskan untuk keluar gua lewat jalan ini. Terpaksa.

Aji Bandung Bondowoso telah menguasai tubuhnya, dan dalam sekejap.... blarrrrrrr.....!!! langit langit gua tembus, berlubang oleh tubuh Subali yang terbang bagai kilat menuju Kahyangan. Menyusul Sugriwa dan Dewi Tara ke Kaindran, istana Bathara Indra. Dan lubang di langit langit gua itu kini dinamai Sumelong.

Apa yang akan terjadi kemudian? kita tunggu kelanjutannya, besok.

No comments:

Post a Comment