Bermula dari huru hara yang terjadi di Kahyangan, negeri para
dewa, karena hilangnya Dewi Tara yang berhasil direbut oleh Mahesa Sura,
seorang raksasa berkepala kerbau (mahesa), dengan tunggannya, Jathasura,
banteng berkepala raksasa (buto), serta bantuan bala pasukan dibawah panglima
Lembu Sura, raksasa berkepala sapi. Kerajaan Kahyangan luluh lantak dan tak
satupun pasukan Dorandara (pasukan bala dewa) yang mampu mengalahkan mereka. Mahesa
Sura yang memiliki Aji Pancasona, tidak akan mati selama jasadnya menyentuh
tanah, memang tiada lawan. Sehingga turunlah ke bumi ini dengan kemenangan,
Mahesa Sura bersama Jathasura dan Dewi Tara yang akan dijadikan permaisuri di
Kerajaan Gua Kiskenda, diiringi oleh Lembu Sura dan pasukannya. Suka cita pun
terjadi, karena raja mereka akan segera bersanding dengan Dewi Tara, bidadari
yang cantik jelita yang telah meluluhkan hati dan menumpulkan nalarnya.
Bathara Indra dan Bathara Brama tak rela negerinya luluh
lantak, segera menyusul turun ke bumi dengan pasukan Dorandana yang tersisa untuk
melenyapkan Mahesa Sura. Namun sekali lagi mereka harus kecewa. Mahesa Sura,
Lembu Sura, Jatha Sura seakan tak pernah bisa dikalahkan. Jika mereka mati,
begitu menyetuh tanah, akan segera hidup lagi. Pun demikian, jika mereka mati,
salah satu mereka melangkahi jasadnya, akan hidup kembali pula. Ini karena
mereka telah bersumpah sehidup semati satu sama lain.
Bathara Brama dan Bathara Indra semakin terdesak, dan akhirnya
mereka harus menyelamatkan diri, kembali ke negeri Kahyangan dengan sisa
pasukan yang masih ada. Namun mereka belum puas sebelum melenyapkan Mahesa
Sura. Hal ini untuk mencegah terjadianya hal serupa di kemudian hari, mengingat
tak satupun dewa yang mampu mengalahkan Mahesa Sura dan pasukannya dari
Kerajaan Gua Kiskenda.
Namun Bathara Indra merasakan ada sesuatu yang aneh dalam
perjalanan pulangnya. Dia merasakan udara panas di sekitar Gunung Sonyapringga.
Dia hapal betul akan aura udara panas itu. Pasti seseorang sedang “mbangun
tapa” , laku prihtain, sehingga membuat hawa panas yang memancing dewa dewa
untuk mendatanginya. Maka kemudian datanglah Bathara Indra ke Gunung
Sonyapringga, dimana didapatinya disana seorang bernama Guwarsa (Subali) yang
saat itu tengah melakukan puasa tirakat dengan menggantungkan dirinya di dahan
pohon (puasa ngalong).
“Subali, engkau aku perintahkan untuk memusnahkan Mahesa
Sura yang telah mengambil paksa Dewi
Tara dari Kahyangan. Lenyapkanlah Mahesa Sura dan bila berhasil, Dewi Tara aku
serahkan padamu.” Demikian perintah Bathara Indra.
Subali menyanggupinya, dan kemudian meminta bantuan saudara
mudanya, Sugriwa. Hal itupun disetujui oleh Bathara Indra. Segera manusia kera
itu lenyap dari pandangan mata, meminta bantuan Sugriwa dan menyiapkan
pasukannya. Segera mereka berangkat menuju Gua Kiskenda.
“Adi Sugriwa, aku mendapatkan perintah dari Bathara Indra
untuk melenyapkan Prabu Mahesa Sura, yang telah mencuri Dewi Tara dari
Kahyangan. Seperti yang tlah kita berdua ketahui, bagaimana kesaktian Prabu
Mahesa Sura dan Patihnya, Lembu Sura. “ kata
Subali.
“Perintah Kakang Subali bagaimana?” tanya Sugriwa.
“Sekuat tenaga akan aku rebut Dewi Tara, dan ku titipkan
padamu. Setelah itu baru aku bunuh Mahesa Sura. Aku harus masuk ke gua untuk
dapat mengurungnya, untuk mengurangi ruang geraknya....” kata kata Subali
berhenti.
“Lalu, bagaimana aku tau Kakang atau Mahesa Sura yang unggul
dalam peperangan?” tanya Sugriwa.
“Jika melalui pintu
gua itu mengalir darah putih, akulah yang kalah. Maka, engkau harus
menutup gua itu secepatnya. Dan Bawalah
Dewi Tara menghadap Bathra Indra. Sebaliknya, jika darah yang mengalir merah,
berarti aku yang menang. Engkau tunggu hingga aku keluar gua, dan kita
menghadap Bathara Indra mengantarkan Dewi Tara padanya.” Jawab Subali.
“Baik Kakang. Mari kita tuntaskan tugas ini...” tegas
Sugriwa.
Tiba di Gua Kiskenda, pasukan Subali Sugriwa langsung dalam
gelar perang. Mereka langsung menyerang dalam pertempuran terbuka. Pasukan
Mahesa Sura yang berada diluar istana terkejut dengan serangan tiba tiba itu,
menghadapi pasukan Sugriwa Subali dengan gagah perkasa.
Perang tanding antara pasukan raksasa dan pasukan kera, tak
dapat dihindari. Saling terjang, teriak, menjadikan suasana riuh rendah. Namun
bagaimanapun kesiagaan pasukan Gua Kiskenda, yang dalam keadaan tidak siap sempurna,
mendapatkan serangan mendadak yang tertata, dalam waktu singkat dapat
ditaklukkan. Bahkan Subali dengan mudah berhasil mendapatkan Dewi Tara dari
tangan Mahesa Sura, dan segera keluar dari pertempuran untuk menitiplkan Dewi
Tara pada Sugriwa.
Sugriwa menerima dan menjaganya dengan sangat hati hati dan
waspadanya. Diperintahkannya beberapa pengawal pilihan untuk khusus menjaga
keselamatan Dewi Tara. Sementara itu Subali segera meloncat, memasuki kancah
pertempuran untuk memburu Mahesa Sura yang lari masuk ke dalam gua setelah
melihat pasukannya telah takluk. Sugriwa yang mendapat perintah dari Subali
untuk menjaga pintu gua, juga dengan cekatan bagai terbang, menyusul gerak
Subali. Namun langkahnya berhenti cukup sampau di mulut gua. Sedangkan Subali, telah
hilang dari pandangan mata.
Subali memasuki gua dengan penuh kewaspadaan. Belum terlalu jauh masuk ke dalam gua, Subali
mendapati sebuah batu, tidak begitu besar namun permukaan batu tersebut cukup
datar. Dapat diduga batu tersebut sering untuk duduk duduk dalam waktu yang
cukup lama. Mungkin batu itu digunakan untuk duduk dan berhias para pelaku seni
untuk menghibur Mahesa Sura dan kerabat istana.
Batu tersebut kini dinamai Pertapaan Ledhek. Tempat para
ledhek (seniwati) melakukan ritual dengan menyepi dan lelaku prihatin.
Subali semakin berhati hati. Dirinya telah masuk cukup jauh
ke dalam gua. Namun belum juga dia temukan persembunyian Mahesa Sura. Justru
yang dia temukan kemudian adalah sebuah tempat yang agak tersembunyi, yang
wujudnya seperti batu untuk duduk bersemedi.
Batu tersebut kini dinamai sebagai Pertapaan Kusuma. Sebuah
tempat untuk bertapa mencari kemulyaan sejati, seperti bunga yang harus
mewangi.
Subali menghela nafas panjang. Sebenarnya tempat ini cukup
baik. Sayang jatuh ke tangan Mahesa Sura, raksasa yang suka memaksakan kehendak
dan mengagung-agungkan kesaktiannya yang tanpa batas.
Terngat dia akan tugasnya, Subali segera melanjutkan
langkahnya masuk lebih dalam lagi. Lagi lagi dia harus kecewa, yang ditemui
hanyalah sebuah tempat kosong, namun terlihat bersih seperti dua tempat
sebelumnya. Nampak disudut gua itu beberapa hasil pertanian tergeletak dengan
kembang kembang disekitarnya.
Tempat itu kini dikenal sebagai Pertapaan Santri Tani. Tempat
pertapaan agar hasil pertanian semakin bagus dan menunjang kesejahteraan
rakyatnya.
Setelah masuk semakin
dalam, tibalah Subali di sebuah persimpangan. Satu sisi menuju sebuah
ruangan yang digunakan untuk menyimpan hasil pertanian, yang kini dikenal
dengan nama Selumbung, dan sisi yang lain menuju tempat yang lebih tertata
dengan baik. Rupanya tempat ini merupakan Kraton dari Mahesa Sura.
Ditempat itulah Subali menemukan Mahesa Sura, dan Jatha Sura.
Masing masing terkejut bertemu di tempat itu, dan masing masing telah siap
siaga melakukan serangan mematikan.
Hampir bersamaan, Mahesa Sura dan Jatha Sura menyergap Subali
dengan membabi buta. Mereka segera ingin mengakhiri pertempuran dengan tewasnya
Subali. Namun Subali tak tinggal diam. Perintah Bathara Indra dan hadiah Dewi
Tara, selalu terngiang di telinganya. Apapun yang terjadi, harus berakhir
disini. Demikian pikirannya.
Terjadilah pertempuran hebat di dalam gua. Mahesa Sura dan Jatha Sura rupanya memang raksasa yang pilih
tanding. Dua orang itu menguasai ilmu kanuragan serta kesaktian sama hebatnya. Jika salah satu tewas,
dilumpati yang lain, segera hidup kembali. Demikian yang terjadi berulang
ulang. Subali mengeluh dalam hati. Dia harus berpikir keras bagaiman membunuh
keduanya dalam waktu yang bersamaan. Akhirnya Subali menemukan sebuah cara.
Subali merubah cara bertempurnya, dan menempatkan dirinya di
tengah medan laga. Sebuah langkah yang berbahaya. Namun dengan perhitungan yang
tepat, akan memperoleh kemenangan yang luar biasa. Dan benar adanya.
Dua raksasa yang telah memuncak tekadnya untuk membunuh
Subali, telah kehilangan pengamatan diri karena beberapa kali Subali berhasil
melukai mereka, bahkan membunuhnya, hingga tubuh mereka luka parah, luka dalam.
Pada saat mereka berdua menyerang dengan seluruh tenaga dan kekuatannya, mereka
menyergap Subali yang berada di tengah laga dengan cara bersamaan. Disaat
tangan tangan mereka hampir saja menyentuh tubuhnya, Subali melenting ke udara,
dan dalam sekejap menerapkan ajian Bandung Bondowoso, dimana kekuatannya
menjadi seribu kali lipat, dan saat tubuhnya mendarat, dipegangnya dua kepala
musuhnya dengan tangan kanan dan kirinya, lalu dengan sekali hentak.....
“Jlegarrrrrrr......!!!!!” terdengar suara benda keras beradu
dengan dahsyatnya.
Mahesa Sura dan Jatha Sura terhuyung terhuyung huyung dengan
kepala mereka hancur berantakan dan roboh seketika. Tewas besamaan. Sedangkan
Subali jatuh ke tanah dengan posisi berdiri di atas lutut kiri dan kaki
kanannya, dengan tangan kiri menyangga tubuhnya diatas tanah serta tangan tanan
menyangga tubuhnya diatas betisnya. Nafasnya terengah engah. Keringat mengucur
deras. Namun kelegaan menyelimuti seluruh wajahnya. Tugas dapat diselesaikan
dengan tuntas.
Pertempuran yag dahsyat, hidup dan mati, dengan luka luka
yang menganga, darah mengucur deras, bercampur dengan isi dua kepala yang pecah diadu, terbawa aliran
air mengaliur disela sela reruntuhan keluar hingga hingga ke mulut gua.
Sugriwa, yang telah berhasil melenyapkan Lembu Sura, masih
menunggu dengan perasaan berdebar bedar. Dia yang berada dimulut gua dengan
perasaan gundah gulana, karena tak tahu
nasib dari saudara tuanya, Subali, yang hanya berpegang pada pesan untuk
menutup gua dan memperhatikan warna darah yang keluar terbawa air ke mulut gua.
Diperhatikannya setiap aliran air di mulut gua itu dengan
seksama. Bening. Bening... lalu perlahan lahan air bening itu berubah warna.
Merah, dan putih, bercampur. Makin lama makin deras. Sesuai pesan Subali bahwa :
“Jika melalui pintu
gua itu mengalir darah putih, akulah yang kalah. Maka, engkau harus
menutup gua itu secepatnya. Dan Bawalah
Dewi Tara menghadap Bathra Indra. Sebaliknya, jika darah yang mengalir merah,
berarti aku yang menang. Engkau tunggu hingga aku keluar gua, dan kita
menghadap Bathara Indra mengantarkan Dewi Tara padanya.”
Tak mau membuang waktu, Sugriwa berkesimpulan bahwa Subali
tewas di dalam gua karena kalah perang melawan Mahesa Sura. Segera dengan
secepat kilat direngkuhnya Dewi Tara, dan seketika terbang menuju Kahyangan
untuk menghantarkan Dewi Tara kepada Bathara Indra, dan melaporkan apa yang
terjadi di Gua Kiskenda.
Sementara di dalam gua, Subali yang berhasil melenyapkan
Mahesa Sura dan Jatha Sura, setelah pulih kesadarannya, serta membasuh tubuhnya
dengan air yang mengalir di dalamnya, tubuhya kembali segar. Semua kekuatannya
telah pulih dalam sekejap.
Teringat akan sudara mudanya, Sugriwa dan tugasnya akan Dewi
Tara, Subali segera berlari keluar gua. Namun Subali harus kecewa. Mulut gua
sudah tertutup oleh batu batu dan reruntuhan. Dia berdiri tegak untuk sejenak. Termangu.
Dia tahu pasti ini semua karena Sugriwa telah melaksanakan tugas seperti yang
diperintahkan olehnya.
Teringat juga akan Dewi Tara yang cantik jelita, sebagai
hadiah untuknya. Subali yakin pasti Sugriwa telah menduga bahwa dirinya tewas
oleh Mahesa Sura, dan segera terbang membawa Dewi Tara ke Kahyangan menenmui
Bathara Indra.
“Aku harus menyusulnya!” tekadnya. Maka segera Subali kembali
masuk, mengitari sekitar dalam gua, dan di sebuah tempat dimana langit langit
gua agak lebih tinggi, dia memutuskan untuk keluar gua lewat jalan ini. Terpaksa.
Aji Bandung Bondowoso telah menguasai tubuhnya, dan dalam
sekejap.... blarrrrrrr.....!!! langit langit gua tembus, berlubang oleh tubuh
Subali yang terbang bagai kilat menuju Kahyangan. Menyusul Sugriwa dan Dewi Tara
ke Kaindran, istana Bathara Indra. Dan lubang di langit langit gua itu kini dinamai Sumelong.
Apa yang akan terjadi kemudian? kita tunggu kelanjutannya, besok.
No comments:
Post a Comment