Di Kahyangan
Sugriwa datang melaporkan
kejadian di Gua Kiskenda kepada Bathara Indra sekaligus menyerahkan Dewi
Tara kepadanya.
Bathara Indra memdengarkan dengan seksama cerita dari
Sugriwa. Sampailah pada kesimpulan bahwa Subali tewas di dalam Gua Kiskenda
oleh Mahesarsura. namun yang patut disukuri adalah Dewi Tara yang berhasil
diselamatkan. Maka sebagai hadiah yang seharusnya untuk Subali, karena Subali
dianggap telah tewas, maka Dewi Tara
dihadiahkan pada Sugriwa.
Sugriwa terperanjat. Bingung. Karena bukan dia yang
berperang. Tak pantaslah baginya menerima hadiah yang bukan hasil jerih
payahnya. Di sisi lain, ini adalah hadiah dari Dewa, yang sungguh tak sopan
pula jika dia menolaknya. Sugriwa hanya diam. Tak tahu harus menjawab ya atau
tidak. Untuk sementara waktu, Dewi Tara masih berada di Kaindran, istana
Bathara Indra. Sementara Sugriwo mohon ijin untuk kembali.
Dalam perjalana kembali pulang, nampak sebuah sinar begitu
cepat menembus awan ke angkasa, menuju tempatnya berada. Sugriwa bertanya tanya
sinar apakah itu yang berjalan dengan cepat menuju dirinya. Setelah sampai
dihadapannya, barulah dia tahu bahwa sinar itu adalah Kakaknya, Subali. Betapa
riang hatinya melihat bahwa saudara tuanya itu ternyata selamat. Masih hidup.
Ini berarti Subali mampu mengalahkan Mahesasura. Segera dia menghampiri dan
ingin memeluknya.
“Duasssssshhhhh...!!!!!” tubuh Sugriwa terelmpar beberapa
langkah ke belakang. Sugriwa segera bangun terhuyung huyung. Dia tak tahu apa
yang terjadi. Saat kesadarannya pulih, nampak didepannya Subali masih dengan
tangan kanan yang mengepal, dengan wajah memerah bagai tembaga, dan sorot
matanya yang sangat tajam menusuk di dirinya.
“Kakang, ada apa Kakang? Apa yang ter.....” belum selesai
Sugriwa berkata kata, kaki kakan Subali telah mendarat di dagunya. Membuatnya
terpelanting dan jatuh berguling guling. Belum juga bangkit, Subali telah
menendang perutnya dengan keras. Sugriwa benar benar jatuh bergulung gulung ke
belakang. Namun Subali sama sekali tak memberinya ampun. Diburunya tubuh
adiknya itu dan dengan tangan mengepal siap menghantam wajah Sugriwa.
Kali ini Sugriwa tak mau tinggal diam. Dalam waktu sekejap
sebelum tangan kanan Subali mengenai wajahnya, kaki kanannya dengan sekuat
tenaga dijejakkannya ke dada Subali. Subali yang sama sekali tak menduga serangan mendadak itu, tak cukup waktu untuk
mengelak. Dan..diesshhh!!!
Tubuh Subali terpelanting tinggi, bagai terbang, bergulung
gulung di angkasa tak terkendali. Begitu kuatnya jejakkan kaki Sugriwa
membuatnya bagai sebuah batu yang melenting dari ketapel. Shraaakkk.....
sebagatang pohon besar tumbang tertimpa tubuh Subali. Begitu kerasnya daya
dorong kaki Sugriwa mengakibatkan kerusakan yang mengerikan.
Sugriwa bangkit.
“Kakang.....engkau kenapa Kakang? Tanpa angin tanpa hujan kau
hajar aku?” tanya Sugriwa setelah berhasil menguasai dirinya. Subali perlahan
lahan bangun. Namun wajah dan sikapnya masih seperti semula. Penuh amarah yang
membara.
“Kau licik Sugriwa!!!”
“Apa maksudmu Kakang?
“Kau mengambil kesempatan dalam kesempitan! Seperti itukah
putra dari Resi Gaotama???” Subali menghujatnya.
“Kakang, apa yang terjadi? Mengapa Engkau sampai menyebut
nyebut nama Ayah?”
“Kau sangaja menutup pintu gua agar kau bisa melarikan Dewi
Tara!!!!
“Jagad Dewa Batara!!!! Kakang Subali, begitu piciknya
pikiranmu! Aku melaksanakan apa yang Kakang perintahkan padaku. Aku sangat
mematuhinya. Bagaimana mungkin aku berlaku picik terhadap saudaraku sendiri?”
jawab Sugriwa keheranan.
“Omong kosong!!!” Subali gelap mata. Masih terlihat bekas
luka luka pertempurannya denga
Mahesasura. Sugriwa tak sampai hati meliatnya. Ingin sekali dia
menolongnya. Namu apa daya, Subali sama sekali tak dapat diajak bicara.
Kembali Sugriwa mengingatkan akan perintah dari Subali agar
menutup pintu gua secepatnya saat mengetahui adanya darah putih yang mengalir
dari dalam gua, dan segera membawa Dewi Tara ke Kahyangan untuk diesahkan pada
Bathara Indra.
“Tak usah banyak bicara! Pengkhianat! Kau tentu juga ingin
memiliki Dewi Tara bukan??? Rasakan tanganku!!!!” seiring berhentinya kata
kata, Subali sudah mulai meluncurkan tubuhnya menerjang Sugriwa dengan sekuat
tenaga. Subali benar benar kalap. Gelap mata terbakar oleh nafsunya sendiri.
Sugriwa yang melihat Subali sudah tak mungkin lagi disadarkan, mau tak mau
harus mempertahankan dirinya. Namun dia masih waras. Dia masih sadar bahwa
Subali adalah kakaknya, saudara sedarah dagingnya. Maka yang dilakukan kemudian
hanya sekedar mempertahankan diri, walau sekali sekali harus menyerang untuk
memberi peringatan kakaknya.
Pohon pohon berjatuhan, berderak derak oleh sepak terjang
keduannya. Asap mengepul ngepul oleh pijakan kaki kaki perkasa mereka. Burung
dan hewan hewan hutan lainnya berlarian ketakutan, seolah terjadi gempa bumi
dan longsor yang dahsyat. Dua kakak beradik putra dari Resi Gaotama itu saling
memburu. Keduanya sama sama hebat, sama sama kuat. Keduanya mempunyai ilmu dan
ketangkasan yang sama, yang bersumber dari air yang sama. Resi Gaotama.
Resi Gaotama, adalah seorang resi yang suci, karena
ketekunannya dalam bersemedi, mata batinnya sangat tajam. Pun demikian dengan
saat ini. Dia merasakan sesuatu yang sangat aneh memukul mukul dadanya. Sesuatu
yang berbahaya sedang terjadi di suatu tempat. Dia pejamkan mata, dan dalam
sekejap, zzziiiiiiingg...!!!! dia telah berdiri tegak di tengah kancah
pertempuran Subali dan Sugriwa. Berhenti
sejenak dan memperhatikn keduanya saling serang dan saling menghindar. Makin
lama semakin kencang, tenaga kedua anaknya itu semakin besar tercurah hingga
melampaui batas batas yang sangat membahayakan keduany. Jika salah satu lengah,
pasti akan berujung kematian. Tak dapat dibiarkn lagi.
“Subali! Sugriwa! Hentikan!!!” Subali dan Sugriwa sontak
menghentikan perkelahian mereka manakala mereka dengan suara yang sangat mereka
kenal menghardiknya. Seperti berjanji, keduanya lalu menghampiri laki laki tua itu, dan segera menghaturkan
sembah hormat.
“Maaf Ayah....” kata Subali dan Sugriwa hampir bersamaan. Sementara
peluh dan keringat masih nampak mengalir di tubuh mereka berdua. Nafas mereka
pun masih belum berangsur tenang. Namun mereka sama sekali tak mau menunggu
lama untuk segera menyambut kedatangan ayahnya. Mereka tahu ayahnya tentu
sangat murka melihat kedua anaknya berkelahi hingga diluar batas, untuk sesuatu
yang tak sepadan dengan akibat jika salah satu diantara mereka tewas.
“Apa yang terjadi Subali? Sugriwa?” tanya Resi Gaotama
setelah semua menjadi red dan tenang. Subali dan Sugriwa pun kemudian saling
menceritakan tentang apa yang terjadi, sejak dari pertemuannya dengan Bathara
Indra, hingga terjadinya perkelahian ini. Resi Gaotama mendengarkannya dengan
seksama. Setelah semua selesai, berkatalah Resi Gaotama.
“Subali!” katanya
“Iya Ayah..” Subali tertunduk.
“Kau telah lancang dengan mengaku berdarah putih. Tak ada
makhluk di dunia ini yang memiliki darah putih. Atas kelancanganmu itu, aku
putuskan bahwa Dewi Tara adalah hak dari Sugriwa. Dan Kau, Subali, kelak kau
akan mati oleh seorang ksatria titisan Bathara Wisnu.” Demikian Resi Gaotama
memutuskan.
“Sekarang kalian pulanglah! Hentikan semua pertikaian ini. Kalian
adalah kakak beradik. Tengoklah kakakmu Dewi Anjani. Kalian tak pernah
mempedulikan saudara tua kalian itu.”
No comments:
Post a Comment