Teganing adalah salah satu wilayah di sebelah utara Desa
Hargotirto, Kokap, Kulon Progo. Teganing terbagi menjadi tiga dusun, yaitu
dusun Teganing I, Teganing II, dan Teganing III. Pada awalnya, ketiga dusun ini
satu pedukuhan, tetapi setelah tata pemerintahan masuk ke desa-desa, pedukuhan
Teganing dibagi menjadi tiga dusun.
Asal-usul nama Teganing tak lepas dari cerita Sebatur.
Cerita Sebatur adalah salah satu cerita lisan di Desa Hargotirto. Cerita ini
diketahui secara turun-temurun oleh masyarakat, khususnya masyarakat Teganing.
Cerita Sebatur sebagai salah satu bentuk sastra lisan menjagi warisan budaya
dan jati diri hidup masyarakat setempat.
Kenteng Batur atau dikenal dengan nama Sebatur adalah
sebutan bagi sebuah cagar budaya di Dusun Teganing II. Cagar budaya ini
menyerupai tanah lapang. Sebatur berarti tanah bekas baturan; tanah yang sudah
dicangkul sebagai lahan namun tidak digunakan. Sebatur berisi dua batu yang
menjadi pusat pada bagian tengah lapangan. Sebatur berkaitan erat dengan
asal-usul nama Teganing dan siar Islam di daerah tersebut.

Kedatangan Cakra Jaya menjadi titik awal penamaan Teganing.
Nama Teganing pada awalnya adalah Deganing, berasal dari bahasa Jawa degan;
‘kelapa muda’ dan ning; wening; ‘sadar’, artinya kelapa muda yang menyadarkan.
Penamaan ini terjadi ketika salah seorang pengikut Cakra Jaya pingsan dan
kebingungan arah. Salah seorang warga lokal memberinya air kelapa hijau atau kelapa
muda dan ia sadar kembali. Sejak itulah, dari wilayah timur sampai barat gunung
diberi nama Deganing.
Cakra Jaya menyebarkan agama Islam di tengah-tengah
masyarakat Budha. Ia menarik perhatian masyarakat dengan menggelar pentas
Ledhek (tarian tradisional yang ditarikan oleh seorang wanita). Tari ini mulai
sebelum materi pengajiannya disampaikan. Ledhek tersebut dipentaskan oleh
seorang janda yang berasal dari Wonosari. Dikisahkan bahwa si penari ledhek
disumpahi oleh suaminya akan menjadi janda seumur hidup. Mitos bahwa seorang
yang telah disepatahi; disumpahi suaminya tidak akan mempunyai suami lagi
dipercaya sampai saat ini oleh masyarakat Teganing.

Setelah sekian lama mengajarkan agama Islam, Cakra Jaya
mengadakan khataman (syukuran karena telah selesai membaca Al-Quran sampai
Khatam). Ia menyembelih seekor kambing. Cakra Jaya juga berniat mendirikan
sebuah padepokan. Akan tetapi, sebelum padepokan tersebut berdiri, ia telah
dipanggil oleh Sunan Kalijaga untuk kembali dan menjadi wali yang ke-27. Calon
padepokan Cakra Jaya yang saat itu sudah dibatur (dicangkul menjadi lahan
bangunan) disebut Sebatur.

Dari Gomangu menuju barat, seorang teman Cakra Jaya
meninggal, maka dibuatlah nisan dari batu sebagai pertandanya. Sampai saat ini
wilayah tersebut dikenal dengan sebutan Mejan (mejan: batu menyerupai meja;
nisan).
Di Mejan itulah, sebelum akhirnya pulang menuju Demak, Cakra
Jaya menginggalkan pesan terakhirnya, bahwa pada suatu ketika, saat anak-cucu
atau generasi selanjutnya telah datang, akan ditemukan emas sebesar gajah di
Teganing. Pesan tersebut terbukti. Saat ini terdapat sebuah gunung yang menjadi
salah satu wisata alam di Teganing. Gunung tersebut berbentuk menyerupai gajah
sehingga dinamai Gunung Gajah.

Watu gandik membawa amanat bahwa manusia hidup berasal dari
dua unsur, yaitu Adam dan Hawa, atau laki-laki dan perempuan. Pesan selanjutnya
adalah manusia harus hidup dengan dua pegangan, yakni Al Quran dan Hadits.

Cerita Sebatur ini adalah salah satu warisan budaya. Oleh
karena itu, dokumentasi baik lisan atau pun tulis harus tetap dilakukan.
Menceritakan secara turun-temurun merupakan salah satu upaya untuk menjaga
warisan budaya tersebut.
Sumber : Teganing
No comments:
Post a Comment