Saturday, April 28, 2018

UNBK DAN KI HAJAR DEWANTARA



“Permintaan Maaf Mendikbud Setelah Para Siswa SMA Keluhkan Sulitnya Soal UNBK.” Demikian artikel yang dimuat Kompas, Jumat 13 April 2018. Dalam artikel itu pula, Mendikbud berjanji akan membenahi, namun Beliau menjamin bahwa ujian nasional akan lebih sulit dari waktu ke waktu untuk mengejar ketertinggalan.  Dan jika masih ada sesuatu hal yang tak dapat ditoleransi lagi, akan dilakukan evaluasi secara menyeluruh.
Sebuah pernyataan yang cukup menantang (menakutkan). Cukup menantang karena langkah yang diambil oleh Mendikbud adalah untuk mengejar ketertinggalan dunia pendidikan kita dibanding dengan negara yang lebih maju. Negara yang lebih maju mana sebagai acuan? Apakah benar bahwa kita memang tertinggal? Mengapa  harus kita yang mengejar? Mengapa bukan mereka yang harus mengejar dan mencontoh kita? Mengapa kita semakin tidak bangga menjadi diri kita? Sudah lupakah kita dengan Ki Hajar Dewantara yang ajarannya justru dicontoh oleh Finlandia?

Cukup menakutkan karena ujian di waktu waktu mendatang akan lebih sulit. Tentu saja lebih sulit. Karena apa yang diajarkan, dipelajari oleh siswa, kadang soal soal ujian yang harus dikerjakan sama sekali berbeda. Belum lagi ditambah dengan jumlah komputer yang ada di dekolah, serta jaringan internet yang tidak lancar di beberapa daerah.  Ini sudah sangat menyulitkan baik bagi pihak sekolah maupun siswa.

UNBK. Ujian Nasional Berbasis Komputer. Melihat dari arti singkatan itu, seharusnya, pihak kementrian sudah menjamin kelancaran segalanya. Ketersediaan komputer yang memadai, jaringan internet yang lancar, sehingga siswa tidak harus pusing dua atau tiga kali sebelum membuka lembar soal. Berapa banyak murid yang “memaksa” orang tuanya untuk mengadakan komputer atau laptop di rumah karena di sekolah belum ada, atau jumlahnya kurang, sehingga harus “numpang”  di sekolah lain di sisa sisa waktu mereka. Berapa banyak waktu tenaga dan biaya extra yang harus dikeluarkan untuk sebuah UNBK? Padahal, UNBK, bukanlah syarat kelulusan. UNBK digunakan sebagai pemetaan. Tak sebanding dengan dinamika yang ada di tingkat bawah untuk menggapai sebuah UNBK.

Beberapa waktu lalu, penulis harus mengirim beberapa paket barang dari dinas pendidikan ke beberapa sekolah. Ada yang aneh dan janggal. Dari sekolah sekolah tersebut, mereka mempertanyakan tentang barang apa saja yang dikirim untuk mereka. Setelah melihat daftar barang,  mereka justru bertanya tanya. Mereka tidak pernah mengajukan proposal untuk meminta barang barang tersebut. Yang mereka minta adalah komputer dan server sebagai persiapan untuk UNBK. Namun yang mereka dapatkan adalah berbagai macam peta dan alat peraga lainnya, dimana mereka sudah pernah mendapatkannya sebelumnya.

Sedangkan di sisi lain, di luar sana, ada sebuah sekolah, dimana saat mengetahui adanya kiriman barang dengan jumlah dan jenis lebih sedikit, sangat antusias menerimanya. Karena barang barang tersebut di sekolah itu belum ada, dan selama ini mereka mengupayakan sendiri secara mandiri untuk kebutuhan alat alat peraga pendidikan tersebut.

Ada beberapa ketimpangan dan carut marut di dunia pendidikan, dimana di dunia itulah dibebankan masa depan bangsa dan negara ke anak anak muda kita. Anak anak muda kita yang semakin dituntut berlari mengejar apa yang orang bilang “ketertinggalan.”
Semoga semuanya menjadi lebih baik.

No comments:

Post a Comment