6 buah lempeng tembaga beraksara Jawa Kuno menyebut sebuah
tempat bernama Banjaran. Prasasti yg oleh Buchori disebut sebagai prasasti
TINULAD ini berangka tahun 975 Saka dan sekarang disimpan di Museum Radya
Pustaka ( 3 lempeng ) dan sebuah lempeng lagi di Pura Mangkunegaran Surakarta
sedang sisanya tidak diketahui keberadaannya.
Terlepas dari keaslian tahun pembuatan prasasti tersebut,
nama Desa Banjaran sampai sekarang masih eksis keberadaannya hingga sekarang.
Terletak tidak jauh dari Situs Wonoboyo di desa ini menyimpan peninggalan
sejarah klasik berupa batu2 andesit bekas bangunan candi.
Keberadaan batu2 andesit ini awalnya ditemukan warga yg
melakukan aktivitas penambangan pasir secara tradisional di lahan sawah yg
berada di pinggir aliran kali Woro yg berhulu di Gunung Merapi.
Entah tidak terhitung lagi berapa banyaknya batu2 candi yg
sudah terbawa oleh truk2 pengangkut hasil tambang itu, sebagian lagi di bawa
pulang penambang dan digunakan sebagai pondasi rumah.
Beberapa ratus meter dari lokasi bekas penambangan pasir
ini, di pekarangan warga banyak ditemukan bermacam batu andesit bagian dari
candi. Makara, antefix, kemuncak dan banyak komponen candi yg sebagian sudah
dijadikan pagar pembatas pekarangan.
Ukuran batu andesit yg berukir ditempat ini jauh lebih besar
dibanding batu2 penyusun pada Candi Merak di Karangnongko. Demikian juga sebuah
fragmen arca yg masih tersisa di tempat ini ukurannya pun lebih besar dari arca
yg ada di Candi Merak.
Fantastis,, begitulah kiranya dipikiran para pecinta sejarah
klasik apabila melihat ukuran batu2 berelief yg ada di tempat ini. Tentulah
ditempat ini dulunya pernah berdiri sebuah atau mungkin komplek candi yg megah.
Kemungkinan itu makin menguat dengan adanya sebuah lingga
patok yg sudah rusak di bekas area penambangan yg diperkirakan menjadi penanda
batas wilayah suci pada jaman itu. Sebuah batu andesit berukuran besar yg
mungkin sisa pagar bangunan candi jg tergeletak di pinggir kali ini semakin
menambah dugaan kebesaran candi ini.
Beberapa arca jg pernah ditemukan namun semuanya telah
terjual, hal yg sudah bukan baru lagi di wilayah Klaten yg sempat marak oleh
aktivitas jual beli benda2 cagar budaya beberapa tahun yg lalu.
Seandainya masyarakat dari dulu itu mengetahui bagaimana
susahnya nenek moyang kita membangun sebuah candi tentu mereka akan menghargai
temuan itu dan merawatnya agar bisa disaksikan oleh anak cucunya nanti.
Kalau sudah seperti ini bagaimana bisa generasi yg akan
datang akan mengetahui kehebatan leluhurnya yg jauh lebih hebat daripada bangsa
penjajah itu.
Candi Banjaran,, terangkat kemudian terlupakan...
titip poto |
titip poto juga |
No comments:
Post a Comment