Sebagai seorang dari bangsa raksasa, laki laki ini sama
sekali tak menunjukkan sifat sifatnya sebagai bangsa raksasa. Tubuhnya yang
kecil, seukuran dengan tubuh manusia biasa, dengan cara pakaian yang walaupun
sederhana, namun sama persis dengan manusia biasa, demikian juga dengan senjata
yang selalu menemaninya, yang terselip di punggungya, sebilah keris kecil berlekuk, layaknya senjata dari para
ksatria biasa.
Namun sebagai seorang yang terlahir dari bangsa raksasa,
tetap saja mempunyai ciri khusus yang membedakan antara bangsa manusia dengan
bangsa raksasa, yaitu adanya sepasang taring di mulutnya. Dan anehnya, taring
ini tidak tumbuh di deretan gigi bagian atas, namun justru di bagian bawah.
Demikian juga dengan sifatnya. Sifat sifatnya sama sekali tak berbeda dengan
bangsa raksasa. Angkuh, congkak, sombong, dan tak mempunyai aturan dalam pergaulan.
Hidupnya yang selalu di hutan belantara, dengan mengais
kehidupan dari merampas dan merampok orang. Namun karena kehidupan seperti ituah yang membentuk dan membesarkannya, maka
keahlian dan kepiawaiannya pun menjadikan dia sebagai seorang prajurit pilih tanding, yang selalu berada di ujung
garis pertempuran. Apapun yang diperintahkan oleh rajanya, dengan tanpa
berpikir panjang, laki laki ini akan melaksanakannya, walaupun nyawa
taruhannya. Laki laki ini terkenal sebagai prajurit sejati yang tak pernah
menolak perintah, dan selalu menjaga kehormatannya sebagai seorang ksatria,
yaitu bertempur dengan cara ksatria, tanding, satu lawan satu.
Hutan yang sangat lebat, adalah tempat tinggalnya, dan
siapapun yang melewatinya, sesuai dengan perintah rajanya, akan dia hadang dan
di bunuhnya. Saat sedang beristirat di atas sebuah dahan pohon besar yang
tinggi menjulang, di melihta seorang yang berjalan sendirian, memasuki wilayah
keuasaanya. Dengan serta merta dia meloncat terbang turun ke bawah dan
menghadang orang itu.
“Siapakah kau dan apa maksudmu datang ke tempat ini?”
katanya tegas saat dia mendarat tepat di depan orang itu, hingga terhenti
langkahnya. Suaranya melengking tinggi. Memang seperti itulah suaranya.
“Siapakah kau dan apa maksudmu mengentikan langkahku?” jawab
orang itu.
“E…e…e….e..ba…bo….ba…..bo……. ditanya malah ganti bertanya!
Aku adalah Cakil, ksatria dari kerajaan Gondomayit! Hentikan langkahmu dan
kembalilah! Ini perintah dari rajaku!” kata laki laki yang mengaku bernama
Cakil.
“Aku adalah Arjuna, dan aku tetap akan meneruskan perjalananku,
apapun yang terjadi, hei Buto Cakil!” jawab orang itu.
“Ba…bo….ba…bo…. Arjunaaaa…….. pulanglah, tak ada gunanya kau
meneruskan perjalananmu, karena kau harus kembali, atau mati di tanganku!” Buto
Cakil mulai bersiap, karena dia melihat bahwa Arjuna pun juga bersikap yang
sama.
“Dengan berat hati, aku tak kan kembali Buto Cakil…”
jawabnya.
Maka, seketika Arjuna berhenti berkata kata, Buto Cakil
telah meloncat menyerangnya dengan beringas. Arjuna yang telah bersiap
sebelumnya, dengan tenang dapat menghindar serangan Buto Cakil, dang anti menyerang
balik. Dan yang terjadi kemudian adalah, sebuah medan pertempuran yang
mengerikan, saling serang, asling sikut, berloncatan, dan sesekali terbang di
antara pepohonan.
Debu debu beterbangan, teriakan mengaduh, suara benturan,
dan kilat kilat saling menyambar dari kedua laki laki itu, menunjukkan bahwa
pertempuran semakin meningkat, hingga masing masing telah mengeluarkan senjatanya.
Saat Cakil menyerang dengan beringas, hingga lupa akan
pengamatan dirinya, dengan sekali gerak, Arjuna berhasil meraih tangan yang
menjulurkan kerisnya. Dengan gerakan yang sangat cepat, hal ini tak diduga sama
sekali oleh Cakil. Maka, dengan sekali gerak tangan cakil berhasil diputar dan
menancaplah keris itu ke tubuh tuannya sendiri.
Cakil terhuyung huyung jatuh dengan dada tertembus keris
oleh tangannya sendiri. Darah mengalir deras dari dadanya, dan robohlah tubuh
itu meyentuh tanah. Dan Buto Cakil pun mati sebagai seorang ksatria, yang
bertempur satu melawan satu, dan tanpa sikap sikap curang di dalamnya.
Buto Cakil, walau dia adalah bangsa raksasa dan ditakdirkan
selalu kalah dalam peperangan, namun dia adalah prajurit sejati, pantang mundur
dari laga, dan melaksanakan segala perintah dari ajanya dengan sebaik baiknya. Buto
Cakil adalah gambaran dari rakyat biasa, rakyat kecil, yang selalu berada di
garis paling depan, selalu tunduk pada penguasa, walaupun menjadi korban, demi
penguasa juga.