Wednesday, October 11, 2017

terjadinya Sendang Kasihan Bantul Yogyakarta


Udara panas dan gersang. Pohon pohon kering. Seorang laki laki duduk bersandar dibawah pohon rindang. Dia melihat sekeliling yang walaupun banyak juga pepohonan, namun sumber air yang ada cukup jauh. Ada sebatang sungai mengalir yang jauh dari tempat itu.

Dalam lelah dan termenung, tiba tiba laki laki itu melihat seorang wanita tua, dengan kain jarik menutupi tubuhnya, berjalan sambil membawa sebuah tempayan kecil (klenting) di pinggangnya. Dia terlihat susah payah menuruni lereng, melewati jalan setapak di dekat laki laki itu.

“Permisi Nini..... hendak kemanakah Nini  dengan klenting itu?” sapa laki laki itu sambil berdiri.
“Ah...Ki Sanak.... Nini akan pergi ke sungai untuk mengambil air.” Jawab wanita tua itu. Nini adalah sebutan bagi wanita jawa yang telah lanjut usia. Jika laki laki, biasa disebutnya Kaki. Atau Aki.
“Dimanakah sungai yang Nini maksud?” tanya laki laki itu lagi.

“Disana Ki Sanak....” Nini itu sambil menunjukkan jarinya ke arah dataran yang lebih rendah. Laki laki itu menghela nafas panjang. Sebagai seorang pengembara, tentu saja dia telah melewati sungai yang dimaksud. Cukup jauh. Bahkan untuknya. Apalagi untuk Nini yang sudah tua. Tentu sangatlah berat.
Timbul rasa kasihannya. Bukankah tujuan pengambaraannya adalah salah satunya untuk meringankan beban kehidupan umatNya?

“Nini....istirahatlah. Duduklah dibawah pohon rindang itu.” Tanpa membantah, Nini itu menurut saja.
Laki laki itu lalu mengambil tongkatnya, dan berdiri di tempat yang tidak jauh dari tempat Nini istirahat. Sejenak dia berdiri dengan tenang, memejamkan kedua matanya dan berdoa dengan khusyuk.  Tak lama kemudian, dia pegang tongkat itu dengan kedua tangannya, diletakannya didepan dadanya,. Dengan satu gerakan sederhana dan mantap, diangkatnya tongkat itu tinggi tinggi, dan dihunjamkannya ke dalam tanah.

Keajaiban terjadi. Tak lama setelah tongkat itu tertanam dalam tanah, sedikit demi sedikit keluarlah air dari tempat tongkat itu. Semakin lama semakin besar. Air yang sangat jernih. Lalu dicabutlah tongkat itu dari situ. Air semakin banyak dan menimbulkan genangan, membentuk semacam belik (kolam kecil), yang bisa diambil airnya dengan mudah oleh siapa saja.
“Nini....kemarilah. ambillah air ini untuk Nini dan beritahukan tetangga tetangga ini tentang air ini. Tak perlu jauh jauh lagi ke sunagi untuk mengambil air. Insya Allah cukup.” Kata laki laki memanggil Nini.

Nini bangkit dari duduknya dan datang menghampiri laki laki itu yang masih berdiri di pinggir belik. Lalu diambillah air memenuhi klentingnya.Dengan wajah tuanya yang sudah penuh dengan gurat gurat usianya, Nini itu membungkuk hormat mengucapkan banyak terimakasih.

“Ki Sanak, terimakasih telah memudahkan hidup kami dengan adanya sumber air ini. Rupanya, Ki Sanak ini adalah seorang pinunjul, sekti mandraguna, kinasihe Gusti...” kata Nini.
“Bukan Nini, saya adalah hamba Allah seperti halnya Nini. Mungkin Gusti Allah sedang berkenan mengabulkan permohonan saya.” Jawabnya.

“Sekali lagi terimakasih Ki Sanak. Jika berkenan, bolehkah Nini mengetaui siapakah Ki Sanak? Agar Nini dapat menceritakan peristiwa ini ke anak cucu, bahwa Nenek mereka pernah bertemu dengan seorang pinunjul, dan mendapatkan hadiah sebuah sumber mata air yang berguna untuk semua orang...” kata Nini sambil sekali lagi membungkuk hormat. Namun hal itu lekas lekas dicegah.
“Nini...tak usahlah memberiku pernghormatan yang sedemikan rupa. Namaku Said. Atau sering dipanggil Kalijaga.” Jawab laki laki itu.

“Kanjeng Sunan Kalijaga?”  Nini  itu terkesima. Tak mampu berkata kata. Rupanya benar, laki laki dihadapannya adalah seorang yang punya derajat luar biasa.
“Nah..Nini....siapakah nama Nini?” tanya Sunan Kalijaga. Wanita tua itu masih juga terdiam. Hingga di tepuk-tepuklah punggungya.
“Oh..eh.....anu...Nama Nini......Kasihan. karena Nini adalah seroang janda, orang sering memanggilnya Mbok Rondo Kasihan.” Jawab Mbok Rondo Kasihan terbata bata.
“Hmmmm...baiklah. kalau begitu, sumber mata air ini aku beri nama Sendang Kasihan” kata Sunan Kalijaga.

Mbok Rondo Kasihan sekali lagi mengucapkan terimakasih, dan mohon pamit pulang. Sedangkan Sunan Kalijaga masih berada di tempat itu untuk beberapa hari, untuk kemudian pergi meneruskan pengambaraannya.

(mungkin terus ke Tuk Sibedug......mungkin lho ya...wong wektu itu aku ra melu)

Nb. Ini Cuma reka2 saya aja lho Lur...mohon dimaafkan kalo ada salah. Dan mohon dikompliti dan dibenerkan. Ngapunten.

No comments:

Post a Comment