Setelah menengok batu gilang di Mulungan Kulon, mumpung
waktu masih pagi, sejalur pula dalam perjalanan, aku mampir ke sebuah
perkantoran pemerintah daerah. Setelah masuk dan parkir kendaraan, tanpa ba bi
bu apalagi bobo, pandangan mataku langsung merangsek setiap suduk sudut
halaman. Pokoke nekad. Setelah milang miling di halaman parkir depan, aku
berputar.
Di sudut sebuah bangunan, pandangan mataku menatap sebuah batu dengan
bentuk tertentu, yang tidak begitu jelas dari kejauhan. Aku segera mendekat. Semakin
jelas bentuknya, namun aku tetap tak dapat menyebutnya batu apakah itu.
Sebagai pegawai bangunan, di
tas kecilku selalu tersimpan meteran pemberian juraganku. Biar agak
samar dan seperti ahlinya, ku ambil meteran dan mengukur batu yang berwujud
seperti orang bersila itu. Tinggi sekitar 50an cm, lebar sekitar 40 cm,
seingatku, wong gak saya catet. Hehehe...... Tidak begitu jelas wajah dari arca
itu. Hanya tangan dan kaki yang cukup menggambarkan bahwa posisi arca tersebut
menggambarkan orang yang duduk bersila.
Setealah merasa puas, ku ambil motor dan pergi dari tempat
parkir itu. Namun saat ku berbelok, nampak olehku dua buah batu hitam berbentuk
seperti sapi, dengan buntut yang masih sangat jelas melingkar di belakang,
dengan sikap “njerum” dengan dua kaki depan ditekuk ke belakang. Kali ini aku
terpaksa berhenti, dan parkir kenadaraan, lagi.
Cekrak cekrek, ukur ukur. Keduanya relatif sama besar,
dengan posisi relatif sama, sama sama tanpa kepala. Hanya ekornya yang agak
berbeda. Satu arca dengan ekor yang membelok dari belakang ke depan, dan satu
lagi dengan ekor melingkar dari belakang dan melingkar agak menjuntai agak
kebawah. Mungkin untuk membedakan antara sapi jantan dan betina.
Mungkin wong saya bukan ahlinya....... Pokoknya cekrak
cekrek, simpan, biar anak anakku tahu sejarah beserta peninggalan otentikya
yang pernah ditemui bapaknya.
No comments:
Post a Comment