Monday, December 3, 2018

Situs Ngrundul, Klaten



Pekarangan Mbah Lurah Ngrundul Ini Penuh Artefak dari Masa Mataram Kuna
Kamis, 13 Desember 2018 09:57

Tribun Jogja/ Setya Krisna Sumargo
Batu-batu kuna terdiri yoni lapik dan blk batu bertakik dalam pondasi sumur ini ada di pekarangan keluarga keturunan Mbah Lurah Ngrundul di Desa Ngrundul, Kebonarum, Klaten. Diduga di pekarangan ini dulunya terdapat bangunan bercorak Siwa dalam ukuran cukup besar. 
Pekarangan itu dulu dimiliki Mbah Lurah Desa Ngrundul, jauh sebelum Indonesia merdeka. Bu Menuk, orang yang sekarang menempati rumah tua itu mengatakan, mbah buyutnya yang bertugas sebagai Lurah bernama Wirodiharjo, asal Bareng, Klaten kota.
Di pekarangan rumah tua ini, terutama di halaman depan, terdapat sejumlah benda kuna. Antara lain dorpel (bagian atas pintu batu), yoni lapik, lingga semu polos, dan sebuah lingga semu berinskripsi pendek yang sudah aus.
Sedangkan di sumur tua di halaman samping rumah, begitu melongok pondasinya, ternyata menggunakan blok-blok besar batu candi yang ada takikannya. Sangat jelas blok batu itu bukan batu biasa, dan lebih kuat ke blok batu candi/bangunan.
"Saya tidak tahu kapan itu dibuat, sejak kecil sumur itu sudah ada. Mungkin ya sejak zaman simbah buyut atau mbah canggah saya," kata Bu Menuk kepada Tribunjogja.com, Senin (10/12/2018).
Namun ingatan Bu Menuk memberi gambaran, blok-blok batu itu kemungkinan berasal dari pekarangan depan rumah yang ia tempati sekarang. Dulu katanya juga ada bangunan tua, kemudian dibongkar. Sisa bata besarnya masih ada sedikit," lanjutnya.
Di bawah bekas bangunan tua yang sudah dibongkar itulah kemungkinan ada bangunan lebih tua lagi. "Mungkin masih terpendam dalam tanah. Persisnya di mana, ya kami tidak tahu lagi," ujar Bu Menuk.
Apakah dua lingga semu di halaman rumah Bu Menuk ini ada kaitan dengan lingga bertulis di rumah Supriyono, Dusun Kauman, yang berlokasi tak jauh di selatan Ngrundul, masih harus diteliti.
Secara penampakan, dua lingga semu di halaman rumah Bu Menuk berbeda dari segi ukuran. Keduanya lebih kecil dan lingga yang ada inskripsi pendeknya cukup aus. Lingga bertulis pendek ini tergeletak begitu saja di tritisan rumah Bu Menuk, di dekat kandang ayam.
Deutz Yunianta, putra menantu Bu Menuk, mengaku hanya belakangan ini saja tahu batu-batu di pekarangan rumah mertuanya itu punya nilai sejarah. Sebelumnya, keluarganya pun tidak begitu paham, sehingga telantar begitu saja di halaman rumahnya.
Namun, Deutz mengungkap sebuah cerita pendek yang agak ghaib. "Boleh percaya atau tidak sih, tapi ini cerita nyata yang dialami bulik saya dulu," kata Deutz.
Ceritanya, Gereja Katholik Maria Asumta Klaten suatu saat dulu akan membuat semacam gua Maria di komplek gereja. Karena itu membutuhkan batu-batu dan relik untuk hiasan.
Bulik Deutz itu menawarkan sebuah batu berbentuk aneh di pekarangan rumah keluarganya. Akhirnya batu berornamen itu dibawa ke gereja dan dijadikan pelengkap gua yang dibikin.
"Ternyata Bulik itu "diprimpeni", supaya batu itu dikembalikan ke tempat asalnya. Akhirnya memang batu itu dipulangkan lagi, kembali ke pekarangan ini hingga sekarang tak pernah ada yang mengutak-atik," beber Deutz.
Batu itulah yang dikenal dengan yoni lapik. Bentuknya yoni yang ada ceratnya, namun lubang di atas yoni berbentuk bulat. Biasanya yoni seperti ini untuk lapik atau dudukan arca.
Wilayah di Ngrundul, Kebonarum ini menurut dua pegiat komunitas sejarah kuna Klaten, Yohanes Sudaryanto dan Harry Wangsa Purana, cukup kaya peninggalan artefak sejarah dari masa Jawa Kuna.
Bahkan jika berdasar petunjuk yang sudah muncul ke permukaan, tinggalan artefak kuna itu membentang dari daerah Ngupit hingga Puluhwatu, Karangnongko, berlanjut ke utara dan timur hingga daerah Boyolali.
"Nama Puluhwatu (Puluwatu) sudah disebut di masa Rakai Pikatan, dan dicantumkan di salah satu candi perwara di komplek Candi Plaosan Lor," kata Yoan, panggilan akrab pria asal Jagalan, Karangnongko ini.
Inskripsi pendek di salah satu candi perwara di baris terdalam bagian utara dari candi induk menyebutkan, "anumoda sang pulu watu pu para".
Artinya, bangunan (candi) perwara itu persembahan (pemimpin) Pulu Watu (Puluhwatu) bernama Pu Para. Pulu Watu yang dimaksud diyakini Puluhwatu, yang sentrumnya sekarang adalah Pasar Puluhwatu di Karangnongko.
Apakah dengan demikian banyaknya artefak kuna di pekarangan rumah Bu Menuk, peningalan kakek buyutnya ada kaitan dengan eksisnya Puluhwatu sejak masa Rakai Pikatan, perlu penelitian lebih dalam.
Begitu juga apakah ada kaitan dengan temuan lingga bertulis di Dusun Kauman, memerlukan penelitian dan pengkajian lebih serius. Sebab, sebaran benda-benda kuna ini ada di titik-titik kawasan yang sangat berdekatan.(Tribunjogja.com/xna)

Sumber : Tribun










No comments:

Post a Comment