Tuesday, January 31, 2012

TITIK API DI PUNCAK MERAPI


Kali ini, bangun pagi, seperti  aktivitas rutin, sebelum berangkat  untuk “terbang” mengelilingi kota, warta daerah yang jadi langganan kami, tak luput dari perhatian. Bermula sebuah harian yang tergeletak di meja, sedangkan ayahku yang biasa menjadi nomer satu dalam membacanya sedang berada di dapur, terlihat sebuah tulisan besar di halaman muka, “Titik Api Di Puncak Merapi”. Seketika langkahku terhenti, dan segera ku raih harian daerah itu. “Ah, berita….” Kataku dalam hati, dan aku segera berangkat pergi.

Saat ngopi di sebuah kedai, sambil menunggu saat yang tepat untuk berdialog, kulihat harian lainnya yang ada di kedai itu. Dan ternyata, halaman mukanya, sama dengan yang di rumah. Titik Api. Aku masih diam saja, tidak begitu menarik.

Setelah berdialog, dan aku berkeliling keliling mengunjungi beberapa kolega. Disetiap tempat yang ku kunjungi, dengan beberapa harian yang berebeda beda, ternyata yang tertulis  halaman muka, semuanya sama. Tergerak aku untuk mengikutinya.

Dari sekian banyak warta, diberitakan bahwa muncul titik api diam di puncak Gunung Merapi, sejak tanggal 30 Desember 2011. Api itu diam, dan hal itu berdasar pada pantauan CCTV. Titik api itu terbentuk dari asap sulfatara yang ada dari perut Gunung Merapi. Hal ini menurut BPPTK, tidak membahayakan. Selama  tidak ada sumbatan di celah celah bebatuan. Dan status Gunung Merapi pun,tidak berubah.

Sejenak  aku terdiam. Ingatanku berlari kebelakang, pada kejadian tahun lalu, dimana kejadian erupsi Gunung Merapi tahun 2010. Masih sangat jelas hiruk pikuk teman temanku yang memiliki perangkat memadai untuk memantau aktivitas Merapi, dan mengabarkannya padaku hampir setiap jam. Hal ini karena keberadaanku waktu itu sedang melakukan kewajiban di luar kota. Belum lagi keluarga yang aku tinggalkan, sangat menyita perhatianku saat itu. Susah payah aku pulang, keluargaku harus tinggal di barak pengungsian, sedangkan hampir semua akses jalan, tertutup oleh abu yang sangat tebal.

Muncul beragam versi tentang erupsi Merapi 2010 itu. Namun dari sekian banyak versi yang beredar di masyarakat, kesimpulan yang dapat ditarik adalah “Sang Merapi Murka”. Kepada siapa?

  1. Kepada Negara Republik Indonesia, dimana sampai sekarang pun, para pemimpin Negara tak memperhatikan rakyatnya. Semua berburu kepuasan nafsu dunia, dan menginjak injak perasaan rakyat. Bahkan akan mengapuskan status “istimewa” pada Yogyakarta.
  2. Keraton Yogyakarta, dimana setelah meninggalnya Sri Sultan Hamengkubuwono IX, kerajaan di Yogyakarta itu tak memenuhi beberapa upacara adat yang konon katanya, merupakan warisan dari para pendahulunya, sebagai bagian dari “perjanjian” dengan Sang Merapi, yang dalam istilahnya adalah kearifan lokal.
  3. Kearifan lokal ini, tak hanya di Yogyakarta, namun hampir disetiap daerah, hal ini kian lama kian menyusut.
  4. Siklus 5 tahunan, Merapi akan melakukan “ aktivitas” nya.
  5. Tradisi nenek moyang yang telah diacuhkan oleh generasi sekarang, termasuk memelihara kelestarian alam.
Namun dari beberapa versi tersebut diatas, diakui maupun tidak,  setidaknya hal tersebut dapat dijadikan cermin untuk refleksi diri tentang apa yang telah kita perbuat, dan bagaiamanapun yang sangat nyata adalah, rakyat, akar rumputlah yang menjadi korban.  Alam akan bersahabat dengan kita apabila kita berusaha menjaga mereka.

“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepadaNya dengan rasa takut dan harapan(akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat dengan orang yang berbuat baik.” (QS. Al-A`raf:56)

Bahkan Abu Bakar dan Umar, dalam setiap pertempuran selalu menyerukan :

“Jangan tebang pohon atau rambah tanaman, kecuali jika akan dipergunakan atau dimakan, dan janganlah membunuh binatang kecuali untuk dimakan, hormati dan lindungi semua rumah ibadah manapun, serta jangan sekali sekali mengusik mereka yang sedang beribadah menurut agaman mereka masing masing. Janganlah membunuh orang orang yang tak bersenjata (yang tidak terlibat langsung dalam peperangan)”

Subhanallah…..

No comments:

Post a Comment