Panas dan penat hari ini, di ruas
jalan utama yang mengubungkan Yogyakarta dengan Klaten. Begitu menyengat. Dalam
perjalanan yang sengaja ku pacu sedikit kecang, mendadak perhatianku tersita
oleh plang papan nama kecil, yang jarang diperhatikan orang. Plang nama itu
menunjuk pada sebuah candi kecil yang bila dilihat dari ruas jalan itu, Nampak cukup
sejuk, dengan pohon besar yang membuat suasana agak sejuk.
Tanpa piker panjang, ku belokkan
arah, menuju tempat candi itu, sekedar untuk menyejukkan badan dibawah
rimbunnya pohon tua. Rupanya aku tak sendiri di tempat itu. Ada beberapa orang
yang juga mengalami hal yang sama denganku. Sejenak ku rehat, ku ambil minuman
dingin kesukaanku, dan sebatang rokok kegemaranku. Cis……….enaknya…………..
Seorang yang agak tua duduk sendirian
di ujung taman. Menilik pakaian dan perlaatan yang ada padanya, nampaknya orang
itu adalah petugas atau setidaknya orang yang berwenang atas candi kecil yang
asri itu.
Orang tua tersebut bercerita
bahwa candi kecil ini sering disebut sebgai Candi Kalasan, dan beberapa orang
lagi meneybutnya dengan Candi Tara. Candi kalasan, karena letaknya yang berada
di dekat kantor kecamatan Kalasan, sedangkan Candi Tara, karena tokoh utama
yang menjadi sentral dari candi tresebut adalah Dewi Tara. Namun sayang sekali,
patung dari Candi tara itu sendiri tidak berada di komplek candi, namun hilang
entah kemana. Ada sebagian orang yang menyebutkan bahwa patung Candi Tara itu
hingga kini masih berada di Negara Inggris. Entah mengapa dan bagaimana bias terjadi
seperti itu.
Konon, candi ini dibuat pada masa
Raja Panangkaran dari kerajaan Sriwijaya, dan dibuat oleh puteranya yang
bergelar Balaputeradewa, yang menggantikan kedudukan ayahnya. Candi ini dibuat
sebagai tempat suci, kuil yang dipersmbahkan kepada Dewi Tara, serta kemudian
dibuatlah arca Dewi Tara.
Dalam kisah pewayangan, Dewi Tara
adalah bidadari, putrid sulung dari Batara Indra, yang kemudian oleh Batara
Guru diberikan kepada Sugriwa, putra Resi Gotama, sebagai hadiah atas jasanya kepada
Subali, saudara kandungnya sendiri, atas jasanya telah berhasil membunuh Prabu
Maesasura dan Jatasura dari kerajaan Gua Kiskenda. Tak lama menjadi istri
Sugriwa, Dewi Tara berhasil di8rebut oleh Subali atas hasutan Prabu Dasamuka,
raja Alengka.
Setelah Subali tewas terbunuh
oleh panah Gowawijaya milik Ramawijaya, Dewi Tara kembali menjadi istri
Sugriwa. Dan setelah Sugriwa meninggal, Dewi Tara kembali ke asalnya, yaitu
menjadi bidadari di kerajaan Kaindran, kerajaan dewa ayahnya, Batara Indra.
Bila kemudian dihubungkan dengan
Dewi Tara yang di arcakan di negeri Tibet, hal ini karena waktu abad 11, yaitu 3 abad setelah
berdirinya Candi Kalasan tersebut, datanglah Yang Mulia Atisa dari hindia Timur
Laut, dan tinggal di kerajaan Sriwijaya utnuk berguru pada Guru Darmakirti, dan
menjadikan Dewi Tara sebagai objek meditasi, dan keduanya pun kemudian “berhasil
“ melihat wajah dari Sang Dewi Tara.
Maka setelah ilmu yang didapat
dirasa telah emmadai, pulanglah Atisa ke negerinya untuk member spirit baru
Budhisme di negerinya, dan kemudian memberikan dorongan untuk penghormatan
kepada Dewi Tara, hingga saat ini, Dewi Tara menjadi Dewi Nasional Tibet.
So, siapa sangka Dewi Nasional
negeri Tibet itu berasal dari Indonesia?
)dari berbagai sumber
No comments:
Post a Comment