Lautan menjadi bergemuruh, dengan air yang berputar putar
dan meluap luap, sedangakn langit pun mendadak menjadi gelap, halilintar
menyambar nyambar, menjadi saksis sebuah kejadian yang akan tercatat dalam sejarah kehiduapan
dunia, bahwa bahkan dea pun mempunyai nafsu, yang kladang tak lebih baik dari
makhluk lainnya.
Saat para dewa bekerja
sama untuk menemukan air kehidupan, mereka gunakan segala macam cara dengan
kesaktiannya untuk mendapatkannya, bahkan melibatkan para raksasa dan gandarwa,
yang terkenal mempunyai tenaga yang luar biasa besar.
Lautan Ksiranarwa yang menjadi pusat tempat mendapatkan air
kehidupan itu, menggelegak, akibta dari sebuah Gunung Mandara yang diputar
oleh para dewa untuk mengaduk Lautan Ksiranarwa, lautan susu tersebut.
Dewa Wisnu dengan kesaktiannya, menjelma menjadi seekor kura
kura raksasa yang bertugas menyangga Gunung Mandara agar tek tenggelam,
sedangkan Naga Basuki dengan panjang tubuhnya dan kesaktiannya, melingkari
gunung tersebut dan berfungsi sebagai tali pengikat yang ditarik oleh para
dewa, gandarwa dan para raksasa lainnya. Para dewa memegang ekor Naga Basuki,
sedangkan para raksasa dan gandrwa memegang kepalanya. Dan Dewa Indra yang
bertugas memegang puncak gunung agar tak terbang karena putarannya begitu
cepat.
Dengan penuh semangat, mereka bekerja sama memutar gunung
itu untuk mengaduk lautan Ksiranarwa. Setelah beberapa lama, setelah air lautan
meluap luap dan gunung itu menyala nyala, muncullah berbagai dewi dari
dalamnya, binatang binatang, dan harta karun yang melimpah ruah dan bertuah. Dan
yang terakhir keluar adalah Dewi Dhanwantari, dengan membawa sebuah kendi yang
berisi tirta amerta, air kehidupan, dimana siapapun yang meminumnya, akan kekal
dan abadi hidupnya.
Karena harta karun yang melimpah ruah lagi bertuah itu
kemudian diambil oleh para dewa untuk dimiliknya, maka para gandarwa dan
raksasa pun kemudian menginginkan tirta amerta tersebut, dan kemudian tirta
amerta itupun menjadi milik para raksasa dan gandarwa. Sebuah bagian yang cukup
adil, dimana para dewa telah mengambil harta karun terlebih dahulu, sehoingga
wajarlah kiranya biula para raksasa kemudian menginginkan tirta amerta, karena
hanya tingal itu bagian untuk mereka.
Melihat para raksasa menguasai tirta amerta, Dewa Wisnu
menajdi khawatir, dan kemudian ingin merebutnya. Kemudian dengan kesaktiannya,
Dewa Wisnu merubah dirinya menajdi seorang dewi yang cantik jelita, yang
bergelar Dewi Mohini, untuk memikat para gandarwa dan raksasa. Siasat itu berhasil
dengan cemerlang. Para raksasa terpikat dan lengah oleh bujuk rayu Dewi Mohini,
dan tak lama kemudian, tirta merta pun berpindah tangan, menjadi milik Dewi
Mohini.
Setelah mendapatkan tirta merta, serta merta Dewi Mohini
melarikan sambil merubah wujudnya menjadi wujud aslinya, Dewa Wisnu. Melihat hal
ini, para raksasa naik pitam, dan serta merta berlari mengejarnya hingga
kahyangan. Maka pertempuran sengit pun tak dapat dihindarkan, antara para dewa
melawan para raksasa. Dua buah kekuatan yang seimbang, sama besarnya dan sama
sama sakti. Pertempuran semakin lama semakin bergeser, dan paar dewa pun
semakin terdesak.
Melihat hal ini, sermakin khawatir Dewa Wisnu akan
keselamatan para dewa. Maka dengan senjata pamungkasnya, senjata cakra, Dewa Wisnu
ikut bertempur dan denga senjatanya yang terbang menyambar nyambar kepala dari
para raksasa. Kesaktian yang tak dapat ditandingi oleh siapapun. Maka, para
raksasa pun kemudian lari tunggang langgang menyelamtakan diri dan meninggalkan
arena pertempuran. Sehingga kemudian, tirta merta itu jatuh ke tangan para
dewa.
Di istana Dewa Wisnu, tirta amerta itupun kemudian dibagi
bagikan kepada para dewa, sehingga merekapun hidup abadi. Mengethaui hal
tersebut, seorang rakasasa yang tak kalah sakti dan pemberani, putra dari Sang Wipracitti dan Singhika, rajanya
para raksasa, yang bernama Kala Rau tak
mau tinggal diam. Dengan kesaktiannya, dia merubah wujudnya menjelma menjadi
seorang dewa, dan turut serta berkumpul di wisnuloka tersebut untuk mendapatkan
bagian dari tirta amerta.
Namun sayang sekali, hal itu diketahui oleh Dewa Aditya dan
Dewa Candra, dan langsung memberitahukannya kepada Dewa Wisnu. Dewa Wisnu diam
sejenak, menunggu saat Kala Rau lengah. Maka, disaat Kala Rau tengah meminum
tirta amerta, dan saat air itu baru membasahi bagian tenggorokannya, tiba tiba
senjata cakra melayang dan menebas lehernya. Seketika, tubuh Kala Rau jatuh,
tanpa kepala, dan tewas karenanya.
Namun karena tirta merta telah menyentuh tenggorokannya, maka
kepala itupun masih tetap hidup, dak tak satupun dewa yang mampu membunuhnya. Tubuhnya
saja yang mati terpenggal oleh senjata cakra dari Dewa Wisnu.
Kepala Kala Rau itu pun sangat marah kepada Dewa Candra
(dewa bulan), karena ulah Dewa Candralah, dia menjadi terbunuh. Maka dengan
sumpahnya, Kala Rau akan tetap memburu Dewa Candra, saat pertengahan bulan,
yaitu disaat dewa indra muncul sebagai bulan.
Hingga sekarang, bila terjadi gerhana bulan ataupun matahari, itulah ulah Kala Rau dalam menuntut
balas kepada kedua dewa tersebut.
based on Adhi Parwa
No comments:
Post a Comment