Monday, March 26, 2012

KALARAU, KORBAN KESERAKAHAN PARA DEWA


Lautan menjadi bergemuruh, dengan air yang berputar putar dan meluap luap, sedangakn langit pun mendadak menjadi gelap, halilintar menyambar nyambar, menjadi saksis sebuah kejadian  yang akan tercatat dalam sejarah kehiduapan dunia, bahwa bahkan dea pun mempunyai nafsu, yang kladang tak lebih baik dari makhluk lainnya.

Saat para dewa  bekerja sama untuk menemukan air kehidupan, mereka gunakan segala macam cara dengan kesaktiannya untuk mendapatkannya, bahkan melibatkan para raksasa dan gandarwa, yang terkenal mempunyai tenaga yang luar biasa besar.

Lautan Ksiranarwa yang menjadi pusat tempat mendapatkan air kehidupan itu, menggelegak, akibta dari sebuah Gunung Mandara yang diputar oleh para dewa untuk mengaduk Lautan Ksiranarwa, lautan susu tersebut.

Dewa Wisnu dengan kesaktiannya, menjelma menjadi seekor kura kura raksasa yang bertugas menyangga Gunung Mandara agar tek tenggelam, sedangkan Naga Basuki dengan panjang tubuhnya dan kesaktiannya, melingkari gunung tersebut dan berfungsi sebagai tali pengikat yang ditarik oleh para dewa, gandarwa dan para raksasa lainnya. Para dewa memegang ekor Naga Basuki, sedangkan para raksasa dan gandrwa memegang kepalanya. Dan Dewa Indra yang bertugas memegang puncak gunung agar tak terbang karena putarannya begitu cepat.

Dengan penuh semangat, mereka bekerja sama memutar gunung itu untuk mengaduk lautan Ksiranarwa. Setelah beberapa lama, setelah air lautan meluap luap dan gunung itu menyala nyala, muncullah berbagai dewi dari dalamnya, binatang binatang, dan harta karun yang melimpah ruah dan bertuah. Dan yang terakhir keluar adalah Dewi Dhanwantari, dengan membawa sebuah kendi yang berisi tirta amerta, air kehidupan, dimana siapapun yang meminumnya, akan kekal dan abadi hidupnya.

Karena harta karun yang melimpah ruah lagi bertuah itu kemudian diambil oleh para dewa untuk dimiliknya, maka para gandarwa dan raksasa pun kemudian menginginkan tirta amerta tersebut, dan kemudian tirta amerta itupun menjadi milik para raksasa dan gandarwa. Sebuah bagian yang cukup adil, dimana para dewa telah mengambil harta karun terlebih dahulu, sehoingga wajarlah kiranya biula para raksasa kemudian menginginkan tirta amerta, karena hanya tingal itu bagian untuk mereka.

Melihat para raksasa menguasai tirta amerta, Dewa Wisnu menajdi khawatir, dan kemudian ingin merebutnya. Kemudian dengan kesaktiannya, Dewa Wisnu merubah dirinya menajdi seorang dewi yang cantik jelita, yang bergelar Dewi Mohini, untuk memikat para gandarwa dan raksasa. Siasat itu berhasil dengan cemerlang. Para raksasa terpikat dan lengah oleh bujuk rayu Dewi Mohini, dan tak lama kemudian, tirta merta pun berpindah tangan, menjadi milik Dewi Mohini.

Setelah mendapatkan tirta merta, serta merta Dewi Mohini melarikan sambil merubah wujudnya menjadi wujud aslinya, Dewa Wisnu. Melihat hal ini, para raksasa naik pitam, dan serta merta berlari mengejarnya hingga kahyangan. Maka pertempuran sengit pun tak dapat dihindarkan, antara para dewa melawan para raksasa. Dua buah kekuatan yang seimbang, sama besarnya dan sama sama sakti. Pertempuran semakin lama semakin bergeser, dan paar dewa pun semakin terdesak.

Melihat hal ini, sermakin khawatir Dewa Wisnu akan keselamatan para dewa. Maka dengan senjata pamungkasnya, senjata cakra, Dewa Wisnu ikut bertempur dan denga senjatanya yang terbang menyambar nyambar kepala dari para raksasa. Kesaktian yang tak dapat ditandingi oleh siapapun. Maka, para raksasa pun kemudian lari tunggang langgang menyelamtakan diri dan meninggalkan arena pertempuran. Sehingga kemudian, tirta merta itu jatuh ke tangan para dewa.

Di istana Dewa Wisnu, tirta amerta itupun kemudian dibagi bagikan kepada para dewa, sehingga merekapun hidup abadi. Mengethaui hal tersebut, seorang rakasasa yang tak kalah sakti dan pemberani, putra  dari Sang Wipracitti dan Singhika, rajanya para raksasa, yang bernama Kala Rau  tak mau tinggal diam. Dengan kesaktiannya, dia merubah wujudnya menjelma menjadi seorang dewa, dan turut serta berkumpul di wisnuloka tersebut untuk mendapatkan bagian dari tirta amerta.

Namun sayang sekali, hal itu diketahui oleh Dewa Aditya dan Dewa Candra, dan langsung memberitahukannya kepada Dewa Wisnu. Dewa Wisnu diam sejenak, menunggu saat Kala Rau lengah. Maka, disaat Kala Rau tengah meminum tirta amerta, dan saat air itu baru membasahi bagian tenggorokannya, tiba tiba senjata cakra melayang dan menebas lehernya. Seketika, tubuh Kala Rau jatuh, tanpa kepala, dan tewas karenanya.

Namun karena tirta merta telah menyentuh tenggorokannya, maka kepala itupun masih tetap hidup, dak tak satupun dewa yang mampu membunuhnya. Tubuhnya saja yang mati terpenggal oleh senjata cakra dari Dewa Wisnu.

Kepala Kala Rau itu pun sangat marah kepada Dewa Candra (dewa bulan), karena ulah Dewa Candralah, dia menjadi terbunuh. Maka dengan sumpahnya, Kala Rau akan tetap memburu Dewa Candra, saat pertengahan bulan, yaitu disaat dewa indra muncul sebagai bulan.

Hingga sekarang, bila terjadi gerhana bulan ataupun  matahari, itulah ulah Kala Rau dalam menuntut balas kepada kedua dewa tersebut.







based on Adhi Parwa

No comments:

Post a Comment