Saturday, March 3, 2012

ORANG SUCI BELUM TENTU BIJAK


Kadang, sesorang dalam menerapkan ataupun melakukan sebuah laku untuk kemurnian jiwanya, menjadi tidak begitu bijak dalam penerapannya. Bijak disini dalam artian bahwa setiap orang dan lingkungan sekitarnya, adalah juga mempunyai hak yang sama. Bukankah kita manusia adalah makhluk social, yang satu sama lain bersingggungan, dan saling membutuhkan. Tak ada seorangpun di dunia ini yang dapat melakukan apapun juga, SENDIRIAN.

Betapa hebat diri kita, betapa semuanya dapat dilakukan sendiri, namun disana pasti terdapat orang lain pula yang dapat membuat kita merasa  hebat. Tak kan ada seorang pahlawan, superhero, tanpa adanya seorang bandit atau penjahat. Demikian juga dengan seorang pemenang, dimana dia dapat dikatakan sebagai seorang pemenang apabila dia telah mengalahkan orang lain.

Maka, rasanya perlu kita pikirkan lagi dengan apa yang kita sebut dengan kesucian diri, kesempurnaan pribadi dan semua keutaan untuk pribadi lainnya di dunia ini. Bahkan sering ditemukan bahwa kemurnian, kesucian diri, adalah sebuah isapan jempol semata, bila tak dilaksanakan dengan penuh bijak.

Teringat akan sebuah kisah seorang pemuda sederhana yang jujur  di kampong pinggiran. Dimana masyarakatnya cukup sejahtera, dan disana terdapat pula orang orang bijak yang hidup didalamnya.
Pemuda tersebuit suatu saat ditemukan tengah berlari  tunggang langgang, menyelamatkan diri dari kejaran orang orang kampong lainnya karena dituduh mencuri.

Dengan nafas tersengal sengal, pemuda itu berlari sekencang kencangnya, hingga suatu saat tiba di sebuah hutan, dengan jalan yang sangat tenang, dengan pohon besar yang sangat rindang di tepi jalan itu.
Di bawah pohon rindang itu, terdapat seorang tua yang telah memutih rambutnya, dan dengan sikap tunduk serta tenang, tetap dalam posisi sempurna, dengan bersila dan menyilangkan tangan di dada.
Mendengar seorang yang datang dengan tergesa gersa dan nafas tersengal sengal, orang tua itupun bangun dari sikapnya yang tengah memusatkan pikiran, demi melakukan sesuatu untuk menyempurnakan hidup kerohaniannya. Menjadi orang suci.

Orangt tua itu bertanya mengapa pemuda itu lari dengan  tergesa gesa. Pemuda tersebut berkata bahawa dia telah dituduh mencuri, dan orang orang yang mengejarnya, akan membunuhnya. lalu meminta petunjuk dimana sebaiknya dia melarikan diri dari tuduhan orang orang itu. Melihat pohon yang rindang di belakang orang tua tersebut, pemuda itu memtuskan untuk memanjat dan bersembunyi di atas pohon.

Tak lama kemudian, beberapa orang yang mengejar pemuda itu, tiba di tempat orang tua tersebut. Mereka menanyakan kemana perginya seorang pemuda yang mereka tuduh sebagai seorang pencuri tersebut. Orang tua itu berpikir sejenak. Ada pertentangan batin yang sangat besar ada dalam dirinya. Bila dia menuruti sumpahnya untuk menjadi seorang suci, maka dia mengatakan yang sebenarnya. Namun bila dia ingin pemuda tersebut selamat, taka ada pilihan lain bahwa dia harus berbohong. Dengan begitu, hancurlah impiannya untuk menjadi orang suci.

Maka, dipilihlah untuk tetap menjaga kesucian sumpahnya. Dia mengatakan yang sebenarnya. Dan yang terjadi kemudian dapat di tebak. Pemuda itu dapat ditangkap, lalau dipukulinya ramai ramai, hingga nyawanya tak tertolong lagi. Sedangkan orang tua itu masih tetap suci dalam sumpahnya.

Beberapa tahun kemudian, orang tua tersebut meninggal dunia. Dalam alam perjalannya setelah mati, dia mendapati pemuda tersebut telah menempati sebuah tempat yang sangat nyaman. Sedangkan dia, orang tua itu, terancam akan hukuman yang berat.

Bertanya dia kepada Tuannya
“Tuan, saya ini orang suci, yang dalam tindakan dan perilaku telah aku jaga dengan sebaik baiknya. Bahkan dalam berbicara pun, aku sangat menjaganya, hingga tak ada satu kata pun yang bohong keluar dari mulutku. Tapi mengapa aku akan mendapat hukuman?”

Berkata Tuannya
“Tahukan kamu pemuda itu?”
“Tahu Tuan. Dia adalh pemuda yang dituduh mencuri, dan bersembunyi di atas pohon tempat aku menyepurnakan sumpah suciku.”

Berkata Tuannya
“Dan karena sumpah mu itu seorang pemuda jujur terbunuh?”
“Mengapa kamu begitu bodoh, dengan kepandain ilmumu, bukankah kamu tahu bahwa pemuda jujur itu bukanlah pencuri seperti yang di tuduhkan?”
“Mengapa kamu hanya menuruti nafsumu  saja untuk menjadi orang suci? Orang suci macam apa yang demi kesuciannya justru menyebabkan seorang pemuda jujur mati terbunuh sia sia?”

Orang tua itu tak dapat menjawab.
“Sumpahmu itu hanyalah tak lebih dari sumpah serapah kosong, yang demi kesucianmu sendiri, hingga otakmu  bebal tak dapat berlaku bijak. Maka terimalah hukumanmu!!!!

No comments:

Post a Comment