Kadang, sesorang dalam menerapkan ataupun melakukan sebuah
laku untuk kemurnian jiwanya, menjadi tidak begitu bijak dalam penerapannya. Bijak
disini dalam artian bahwa setiap orang dan lingkungan sekitarnya, adalah juga
mempunyai hak yang sama. Bukankah kita manusia adalah makhluk social, yang satu
sama lain bersingggungan, dan saling membutuhkan. Tak ada seorangpun di dunia
ini yang dapat melakukan apapun juga, SENDIRIAN.
Betapa hebat diri kita, betapa semuanya dapat dilakukan
sendiri, namun disana pasti terdapat orang lain pula yang dapat membuat kita
merasa hebat. Tak kan ada seorang
pahlawan, superhero, tanpa adanya seorang bandit atau penjahat. Demikian juga
dengan seorang pemenang, dimana dia dapat dikatakan sebagai seorang pemenang
apabila dia telah mengalahkan orang lain.
Maka, rasanya perlu kita pikirkan lagi dengan apa yang kita
sebut dengan kesucian diri, kesempurnaan pribadi dan semua keutaan untuk
pribadi lainnya di dunia ini. Bahkan sering ditemukan bahwa kemurnian, kesucian
diri, adalah sebuah isapan jempol semata, bila tak dilaksanakan dengan penuh
bijak.
Teringat akan sebuah kisah seorang pemuda sederhana yang
jujur di kampong pinggiran. Dimana masyarakatnya
cukup sejahtera, dan disana terdapat pula orang orang bijak yang hidup
didalamnya.
Pemuda tersebuit suatu saat ditemukan tengah berlari tunggang langgang, menyelamatkan diri dari
kejaran orang orang kampong lainnya karena dituduh mencuri.
Dengan nafas tersengal sengal, pemuda itu berlari sekencang
kencangnya, hingga suatu saat tiba di sebuah hutan, dengan jalan yang sangat
tenang, dengan pohon besar yang sangat rindang di tepi jalan itu.
Di bawah pohon rindang itu, terdapat seorang tua yang telah
memutih rambutnya, dan dengan sikap tunduk serta tenang, tetap dalam posisi
sempurna, dengan bersila dan menyilangkan tangan di dada.
Mendengar seorang yang datang dengan tergesa gersa dan nafas
tersengal sengal, orang tua itupun bangun dari sikapnya yang tengah memusatkan
pikiran, demi melakukan sesuatu untuk menyempurnakan hidup kerohaniannya. Menjadi
orang suci.
Orangt tua itu bertanya mengapa pemuda itu lari dengan tergesa gesa. Pemuda tersebut berkata bahawa
dia telah dituduh mencuri, dan orang orang yang mengejarnya, akan membunuhnya. lalu
meminta petunjuk dimana sebaiknya dia melarikan diri dari tuduhan orang orang
itu. Melihat pohon yang rindang di belakang orang tua tersebut, pemuda itu
memtuskan untuk memanjat dan bersembunyi di atas pohon.
Tak lama kemudian, beberapa orang yang mengejar pemuda itu,
tiba di tempat orang tua tersebut. Mereka menanyakan kemana perginya seorang
pemuda yang mereka tuduh sebagai seorang pencuri tersebut. Orang tua itu
berpikir sejenak. Ada pertentangan batin yang sangat besar ada dalam dirinya. Bila
dia menuruti sumpahnya untuk menjadi seorang suci, maka dia mengatakan yang
sebenarnya. Namun bila dia ingin pemuda tersebut selamat, taka ada pilihan lain
bahwa dia harus berbohong. Dengan begitu, hancurlah impiannya untuk menjadi
orang suci.
Maka, dipilihlah untuk tetap menjaga kesucian sumpahnya. Dia
mengatakan yang sebenarnya. Dan yang terjadi kemudian dapat di tebak. Pemuda itu
dapat ditangkap, lalau dipukulinya ramai ramai, hingga nyawanya tak tertolong
lagi. Sedangkan orang tua itu masih tetap suci dalam sumpahnya.
Beberapa tahun kemudian, orang tua tersebut meninggal dunia.
Dalam alam perjalannya setelah mati, dia mendapati pemuda tersebut telah menempati
sebuah tempat yang sangat nyaman. Sedangkan dia, orang tua itu, terancam akan
hukuman yang berat.
Bertanya dia kepada Tuannya
“Tuan, saya ini orang suci, yang dalam tindakan dan perilaku
telah aku jaga dengan sebaik baiknya. Bahkan dalam berbicara pun, aku sangat
menjaganya, hingga tak ada satu kata pun yang bohong keluar dari mulutku. Tapi mengapa
aku akan mendapat hukuman?”
Berkata Tuannya
“Tahukan kamu pemuda itu?”
“Tahu Tuan. Dia adalh pemuda yang dituduh mencuri, dan
bersembunyi di atas pohon tempat aku menyepurnakan sumpah suciku.”
Berkata Tuannya
“Dan karena sumpah mu itu seorang pemuda jujur terbunuh?”
“Mengapa kamu begitu bodoh, dengan kepandain ilmumu,
bukankah kamu tahu bahwa pemuda jujur itu bukanlah pencuri seperti yang di
tuduhkan?”
“Mengapa kamu hanya menuruti nafsumu saja untuk menjadi orang suci? Orang suci
macam apa yang demi kesuciannya justru menyebabkan seorang pemuda jujur mati
terbunuh sia sia?”
Orang tua itu tak dapat menjawab.
“Sumpahmu itu hanyalah tak lebih dari sumpah serapah kosong,
yang demi kesucianmu sendiri, hingga otakmu
bebal tak dapat berlaku bijak. Maka terimalah hukumanmu!!!!
No comments:
Post a Comment