Expedisi Turi – Pakem – Sleman –
Ngaglik
Keingintahuan tentang situs situs
sejarah yang dekat dengan lokasi rumah tinggal kita, semakin menggebu. Berjalan
jalan untuk dapat sedikit mereka-reka,
merangkai-rangkai dan menduga duga sebuah peristiwa di masa lampau berdasar
temuan temuan benda bersejarah. Kali ini aku tak sendiri. Ditemani seorang
antropolog senior, dengan hastag yang sangat simple dan mudah diingat, yaitu #ANTROJALAN2.
Setelah sampai di Ndalem Pacukan,
tanpa basa basi, kami langsung berangkat menuju lokasi.
1. Pancuran
Buto
Sebuah tempat
pemandian umum di Kampung Potro, Purwobinangun, Pakem, Sleman. Merupakan sebuah
sumber mata air, dengan bak air dengan batas tembok diantara bak satu dengan
yang lain. Tempat sumber mata air berada di tempat paling tinggi, dengan
saluran air yang berfungsi sabagai paralon. Yang menarik adalah, saluran tersebut
terbuat dari batu andesit, dengan bentuk dan ukiran sebagai jaladwara dalam
sebuah bangunan candi. Jaladwara sendiri merupakan talang atau saluran air
untuk membuang air dari dalam kompleks percandian.
Saluran pancuran
air jaladwara ini berukirkan bentuk kala, dan naga. Karena wujudnya yang sedemikian menakutkan
seperti buto, maka orang kemudian menyebutnya Pancuran Buto. Jaladwara ini
menurut salah seorang warga, dahulu ditemukan di Sungai Denggung, sebuah sungai
di sebelah barat dari dusun Potro. Nah... jika di sungai itu ditemukan
jaladwara yang merupakan bagian dari bangunan candi, berarti......... (silahkan berimajinasi)
2. Yoni
Cepet.
Di sebuah
pemakaman umum yang lumayan besar, di dusun Cepet, Purwobinangun, Pakem,
Sleman, terdapat 2 buah yoni berukuran cukup besar. Satu yoni berada di sebelah
timur makam, di bawah pohon bambu, berlumut dan setengah terpendam. Terdapat bentuk
ular dan kura kura di bagian bawah cerat. Bentuk seperti ini mirip dengan yoni
tang berada di Candi Ijo.
Sedangkan satu
yoni lagi berada di tengah makam, bersama dengan tumpukan batu batu lainnya.
Dalam penggalian yang belum lama dilakukan, ditemukan lagi batu batu candi yang
cukup banyak, dan dikumpulkan di dalam komplek makam. Konon, tembok batas
makampun juga menggunakan batu batuan candi yang ditemukan di makam itu.
Jika disebuah
tempat, ditemukan 2 buah yoni berukuran cukup besar, dan ternyata ditemukan
batu batuan candi yang relatif banyak, dimungkin bahwa tempat tersebut pada
jaman dahulu adalah.......(silahkan menduga-duga).
(sudah pernah
dibahas di blog ini)
(sudah pernah
dibahas di blog ini pula)
5. Makam
Suruh
Terletak di
Dusun Suruh, Donoharjo, Ngaglik, Sleman. Terdapat banyak bebatuam candi dan
arca yang belum selesai dengan sempurna. Tidak ada sumber yang dapat
menjelaskan dengan pasti. Muncul teori
dan #ANTROJALAN2, bahwa makam itu adalah sebuah tempat yang “ditinggikan” oleh
masyarakat Jawa. Maka, batu batuan candi tersebut kemudian diletakkan
(“disimpan”) di dalam komplek makam sebagai salah satu wujud “meninggikan” batu batu peninggalan sejarah tersebut.
6. Yoni
Ngablak Brengosan
Dua buah yoni
berukuran sedang, diletakkan di pinggir jalan masuk Dusun Brengosan, Donoharjo,
Ngaglik, Sleman. Yoni tersebut ditemukan saat warga melakukan pengerukan untuk
membuat masjid.
Kondisi cukup
baik dan terawat.
7. Kalamakara
dan Kinara Kinari Jetis Jogopaten
Hampir mirip
dengan Pancuran Buto. Kali ini merupakan sendang di Dusun Jetis Jogopaten,
PendowoHarjo, Sleman. Di sendang yang
berfungsi untuk pemandian warga itu, terdapat sepasang kalamakara, dan relief
Kinara Kinari. Banda benda tersebut sebelumnya ditemukan di sungai yang tak
jauh dari tempat itu.
Konon, selain kalamakara
dan kinara kinari serta bebatuan candi lainnya,
ditemukan pula arca besar sebesar manusia, warga menyebutnya reco buto
raksasa.
Kalamakara dan
kinara kinari, biasanya merupakan sebuah hiasan atau relief yang terdapat di
sebuah bangunan candi. Nah....dengan ditemukannya benda benda tersebut, apakah
di Jetis Jogopaten itu dahulunya terdapat bangunan candi pula? (silahken
berangan-angan)
8. Makam
Pangeran Cempo.
Terletak di
Donoharjo, Ngaglik Sleman. Tidak ada data.
9. Makam
Ki Ageng Sekaralas.
Terdapat di
Tambakrejo, Donoharjo, Ngaglik, Sleman. Ki Ageng Sekaralas bernama Pangeran
Kusumajati, putra dari Raja Galuh Pakuan, Sri Baduga Maharaja Jatiningrat.
Konon, Pangeran Kusumajati tidak ingin melanjutkan tahta ayahandanya, dan
memilih hidup sebagai seorang pengembara, mengabdi pada sesama sebagai
buddhist.
Bersama dengan
murid muridnya, sampailah di sebuah hutan yang kini dikenal dengan nama
Tambakrejo. Nama Sekaralas dia gunakan untuk menutupi jaati dirinya, dan
disesuaikan dengan perannya sebagai pembuka hutan dan kemudian membuat
pemukiman dan mengajarkan kebaikan serta berdarma bakti pada sesama. Demikian.
10. Situs
Gondangan.
Dusun Gondangan,
Sardonoharjo, Ngaglik, Sleman. Terletak persisi di belakang Polsek Ngaglik.
Sebuah sendang yang juga dikenal sebagai Sendang Penguripan. Disamping terdapat
sendang dengan air yang jernih, juga terdapat arca bebatuan candi yang
ditempatkan di bawah pohon. Di bebatuan itu digunakan untuk sesaji, terlihat
dengan adanya bekas beberapa kembang dan bebakaran menyan di atas batu itu.
Demikian expedisi
Turi – Pakem – Sleman – Ngaglik dalam 3,5jam. Bagi anda yang ingin berwisata
sejarah, hubungi kami di 081215503911, #ANTROJALAN2.
No comments:
Post a Comment