|
patung diponegoro |
Ada yang terlupa saat ke berjalan cukup kebcang, melewati
jalanan yang kecil dan meliuk liuk di antara perbukitan. Sebuah tugu kecil di
pinggir jalan, yang tidak negitu kentara, karena tertutup daun pohon pisang. Namun
patung ayang ada diatasnya, dengan posisi menunjuk, rasanya aku hafal dengan
tokoh yang posisinya sering digambarkan seperti itu.
Ku ikuti arah jalan yang di tunjuk oleh patung itu. Jalanan naik
dan sempit, tak ada seorangpun disitu. Untuk aku sekelebat melihat bayangan
seseorang di ujung tikungan di depan sana. Agak lega hatiku. Setidaknya, ada
orang di atas sana. Sampai di tempat yang ku pikIr desa teratas, aku brhenti
dan bertanya pada nenek nenek yang tinggal di rumah itu.
|
plang penunjuk arah |
Ku ikuti petunjuk
nenek itu, dank u terus berjalan naik. Namun hingga jalanan semakin sepi,
rumpun rumput semakin lebat di tengah jalan, dan pohon pohon kian rapat, hingga
sinar matahari tak bias langsung menyentuh tanah. Ku berhenti, dan tengok kiri
kana. Brrrrrrrr……..sepi, sunyi. Tak pikir panjang, aku berbalik arah,
secepatnya turun. Di tempat nenek tadi, ku berhenti dan menjumpai seorang anak,
usia belasan. Agar kali ini aku tidak kesasar lagi, ku ajak anak itu serta,
sebagai penunjuk jalan, sekaligus teman ngobrol.
|
jalan ke mulut gua sriti |
Sampai lokasi gua, disana telah duduk dua orang dengan
menggelar tikar, di samping mulut gua. Dari pembicaraan kami, rupanya mereka
menunggu tamu tamu dari luar kota yang sepakat untuk bertemu di gua itu. Ternyata,
tak jauh dari nenek itu, ku temukan apa
yang ku cari. Goa Sriti. Tepatnya di Dukuh, Purwoharjo, Samigaluh.
Setelah waktu berlalu sekitar 20 menit, kami pun sampai di ketinggian 200 meter
dan memasuki mulut Goa dengan lebar 50 meter. Nafas yang terengah engah, karena harus
berjalan kaki naik ke bukit. Sedangkan aku perokok berat. Huh!
Bukit Menoreh terkenal dengan daerah perbukitan yang
membentang di wilayah utara Kabupaten Kulon Progo, sebagai batas antara
kabupaten tersebut dengan Kabupaten Purworejo di sebelah barat dan Kabupaten
Magelang di sebelah utara. Suara tetesan air dari stalaktit dan staglamit yang
bersahut-sahutan seakan memecah kebisuan kami mengagumi Goa Sriti. Sayangnya aku
tak membawa senter, jadi tak bisa sampai
jauh, hanya di mulut goa saja.
|
mulut gua sriti |
Menurut
cerita si juru kunci, yang tak lain adalah masih family dengan anak belasan
tahun penunjuk jalanku tadi, , Goa Sriti merupakan pertahanan akhir Pangeran
Diponegoro dalam melawan Belanda sebelum ditangkap. Aku heran, potensi Goa Sriti di daerah yang cukup
subur dan terletak di perkebunan penduduk serta dekat dengan Sungai Kalibawang
ternyata belum digarap dengan maksimal. Terbukti Goa Sriti belum menjadi
kawasan wisata resmi, melainkan masih sebatas tempat berlatih panjat tebing
bagi anak-anak Mapala.
|
bukit menoreh |
Bukit Menoreh memang basis pertahanan Pangeran Diponegoro
bersama para pengikutnya dalam berperang melawan Belanda. Bahkan salah satu
putera beliau bernama Bagus Singlon atau
yang juga terkenal dengan Raden Mas Sodewo (putera Pangeran Diponegoro dengan
R.Ay. Mangkorowati) ikut juga melawan Belanda di wilayah ini. Raden Mas Sodewo
atau Ki Sodewo bertempur di wilayah Kulon Progo mulai dari pesisir selatan
sampai ke Bagelen dan Samigaluh. Diponegoro dan Asal Usulnya Diponegoro adalah
putra sulung
Hamengkubuwana III, seorang raja Mataram di Yogyakarta.
Lahir pada tanggal 11 November 1785 di Yogyakarta dari seorang garwa ampeyan
(selir) bernama R.A. Mangkarawati, yaitu seorang garwa ampeyan (istri non
permaisuri) yang berasal dari Pacitan. Pangeran Diponegoro bernama kecil
Bendoro Raden Mas Ontowiryo.
Menyadari kedudukannya sebagai putra seorang
selir, Diponegoro menolak keinginan ayahnya, Sultan Hamengkubuwana III untuk
mengangkatnya menjadi raja. Beliau menolak mengingat ibunya bukanlah
permaisuri. Mempunyai 3 orang istri, yaitu: Bendara Raden Ayu Antawirya, Raden
Ayu Ratnaningsih, & Raden Ayu Ratnaningrum. Diponegoro lebih tertarik pada
kehidupan keagamaan dan merakyat sehingga ia lebih suka tinggal di Tegalrejo
tempat tinggal eyang buyut putrinya, permaisuri dari HB I Ratu Ageng Tegalrejo
daripada di keraton. Pemberontakannya terhadap keraton dimulai sejak
kepemimpinan Hamengkubuwana V (1822) dimana Diponegoro menjadi salah satu
anggota perwalian yang mendampingi Hamengkubuwana V yang baru berusia 3 tahun,
sedangkan pemerintahan sehari-hari dipegang oleh Patih Danurejo bersama Residen
Belanda.
Cara perwalian seperti itu tidak disetujui Diponegoro.
Catatan Perjuangan Melawan Belanda Perang Diponegoro berawal ketika pihak
Belanda memasang patok di tanah milik Diponegoro di desa Tegalrejo. Saat itu,
beliau memang sudah muak dengan kelakuan Belanda yang tidak menghargai adat
istiadat setempat dan sangat mengeksploitasi rakyat dengan pembebanan pajak.
Sikap Diponegoro yang menentang Belanda secara terbuka, mendapat simpati dan
dukungan rakyat. Atas saran Pangeran Mangkubumi, pamannya, Diponegoro
menyingkir dari Tegalrejo, dan membuat markas di sebuah goa yang bernama Goa
Selarong. Saat itu, Diponegoro menyatakan bahwa perlawanannya adalah perang
sabil, perlawanan menghadapi kaum kafir.
Semangat “perang sabil” yang dikobarkan Diponegoro membawa
pengaruh luas hingga ke wilayah Pacitan dan Kedu. Salah seorang tokoh agama di
Surakarta, Kyai Maja, ikut bergabung dengan pasukan Diponegoro di Goa Selarong.
Selama perang ini kerugian pihak Belanda tidak kurang dari 15.000 tentara dan
20 juta gulden. Berbagai cara terus diupayakan Belanda untuk menangkap
Diponegoro. Bahkan sayembara pun dipergunaan. Hadiah 50.000 Gulden diberikan
kepada siapa saja yang bisa menangkap Diponegoro. Sampai akhirnya Diponegoro
ditangkap pada 1830.
|
jalan menuju gua sriti |
Saat ini, Goa Sriti itu sering dijadikan tempat untuk
meditasi, “sesirih” bagi orang orang yang gemar melakukannya, seperti beberapa
orang yang aku temui di gua itu. Namun hendaknya, apabila tertarik untuk
mengunjungi Gua Sriti, sebaiknya tidak
sendirian. Ajaklah penduduk sekitar, atau juru kunci gua itu. Karena beberapa
tahun lalu, pernah terjadi Gua Sriti itu menjadi sarang kera liar. Kera kera
ekor putih itu, sebenarnya tidak bermukim di Dua Sriti, tapi di Gua Kethek, sudah
masuk wilayah Kecamatan Kalibawang pinggiran selatan, yang berada tak jauh dari
Gua Sriti. Mereka berjalan dari Gua Kethek ke Gua Sriti, melewati rongga rongga
tanah yang ternyata mengubungkan dua gua tersebut.
No comments:
Post a Comment