Sebuah kewajaran
yang terjadi bila terdapat sebuah peristiwa baru, atau sebuah penemuan baru (discovery),
akan berdampak pada masyarakat, setidaknya pada para ilmuwan dan pemerhati yang
peduli. Demikian juga dengan yang terjadi dengan Gunung Sadahurip, Garut, Jawa Barat, Indonesia.
Bermula dari
sebuah kecurigaan dari segi bentuk gunung yang cukup simetris, hingga
menyerupai bentuk sebuah pyramid, yang semakin lama semakin mengemuka,dan menariki perhatian hingga pihak
Istana Negara menerjunkan team khusus untuk melacak kebenaran berita tersebut.
Dalam beberapa
diskusi yang membahaa tentang kemungkinan adanay pyramid di dalam Gunung
Sadahurip itu, memang sampai sekarang belum menemukan titik temu. Dari pihak
scientisc, bersikeras bahwa gunung tersebut adalah murni bentukan alam,
sedangakan dari pihak lain, meyakini bahwa gunung tersebut, perlu dikaji dan
diteliti lebih dalam dan seksama, karena melihat dari pengamatan baik bentuk,
struktur bangunan dan keadaan sekitar, tidak menutup kemungkinan adanya pyramid
di bawah gunung tersebut.
Kalau kita
menengok ke belakang dan melihat beberapa rujukan sejarah bumi ini, rasanya
keberadaan pyramid di gunung tersebut bukanlah hal yang mustahil. Dalam penelitian
yang dilakukan oleh Profesor Santos, ahli fisika nuklir, yang melakukan
penelitian dengan pendekatan dari segi ilmu geologi, astronomi, archeology,
lingusitik, ethnologi dan comparative mythology, rasanya kemungkinan itu bisa saja
terjadi.
Posisi Indonesia terletak pada 3 lempeng tektonis
yang saling menekan, yang menimbulkan sederetan gunung berapi mulai dari
Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, dan terus ke Utara sampai ke Filipina yang
merupakan bagian dari ‘Ring of Fire’.
Gunung utama yang disebutkan oleh Santos, yang
memegang peranan penting dalam bencana ini adalah Gunung Krakatau dan ‘sebuah
gunung lain’ (kemungkinan Gunung Toba). Gunung lain yang disebut-sebut (dalam
kaitannya dengan kisah-kisah mytologi adalah Gunung Semeru, Gunung Agung, dan
Gunung Rinjani.
Bencana alam beruntun ini menurut Santos dimulai
dengan ledakan dahsyat gunung Krakatau, yang memusnahkan seluruh gunung
itu sendiri, dan membentuk sebuah kaldera besar yaitu selat Sunda yang jadinya memisahkan
pulau Sumatera dan Jawa.
Letusan ini menimbulkan tsunami dengan
gelombang laut yang sangat tinggi, yang kemudian menutupi dataran-dataran
rendah diantara Sumatera dengan Semenanjung Malaysia, diantara Jawa dan
Kalimantan, dan antara Sumatera dan Kalimantan.
Abu hasil letusan gunung Krakatau yang berupa
‘fly-ash’ naik tinggi ke udara dan ditiup angin ke seluruh bagian dunia yang
pada masa itu sebagian besar masih ditutup es (Zaman Es Pleistocene).
Abu ini kemudian turun dan menutupi lapisan es.
Akibat adanya lapisan abu, es kemudian mencair sebagai akibat panas matahari
yang diserap oleh lapisan abu tersebut.Gletser di kutub Utara dan Eropah
kemudian meleleh dan mengalir ke seluruh bagian bumi yang rendah, termasuk Indonesia.
Banjir akibat tsunami dan lelehan es inilah yang menyebabkan
air laut naik sekitar 130 meter diatas dataran rendah Indonesia. Dataran
rendah di Indonesia tenggelam dibawah muka laut, dan yang tinggal
adalah dataran tinggi dan puncak-puncak gunung berapi.
Tekanan air yang besar ini menimbulkan tarikan dan
tekanan yang hebat pada lempeng-lempeng benua, yang selanjutnya menimbulkan
letusan-letusan gunung berapi selanjutnya dan gempa bumi yang dahsyat.
Akibatnya adalah berakhirnya Zaman Es Pleitocene secara dramatis.
Dalam bukunya Plato menyebutkan bahwa Atlantis
adalah negara makmur yang bermandi matahari sepanjang waktu. Padahal zaman pada
waktu itu adalah Zaman Es, dimana temperatur bumi secara menyeluruh adalah
kira-kira 15 derajat Celcius lebih dingin dari sekarang.
Lokasi yang bermandi sinar matahari pada waktu itu
hanyalah Indonesia yang memang terletak di katulistiwa.
Plato juga menyebutkan bahwa luas benua Atlantis yang
hilang itu “….lebih besar dari Lybia (Afrika Utara) dan Asia Kecil digabung
jadi satu…”. Luas ini persis sama dengan luas kawasan Indonesia ditambah
dengan luas Laut China Selatan.
So, kemungkinannya adalah, bahwa Pulau Jawa yang ada
di Indonesia pada jaman dahulu kala, adalah menyatu dengan daratan daratan yang
ada sekarang ini di belahan dunia, seperti benua afrika dan amerika selatan,
tempat suku maya bermukim. Dan ada kemungkinan bahwa di Indonesia ada juga
peninggalan atau artefak yang mirip sekali dengan yang ditemukan di benua benua
lain. Hal ini mengingat bahwa Indonesia adalah pusat dari kebudayaan dunia,
menurut Profesor Santos.
Jadi, kenapa tidak penelitian ini dilanjutkan????
No comments:
Post a Comment