Entah sebuah kebetulan, atau
memang saling bertautan. Dalam sebuah
kisah legenda tentang Ki Ageng Tunggul Wulung, disebutkan dalam pelariannya
dari isatana Majapahit ke arah barat hingga sampai ke sebuah desa kecil di
pinggir Sungai Progo. Dalam pelarian tersebut, Ki Ageng Tunggul Wulung beserta
dengan pengikut pengikutnya, dan juga isteri tercintanya, yang bernama Nyai
Gadung Melati, yang konon beliau ikut juga mokswa bersama suami tercinta Ki
Ageng Tunggul Wulung.
Menyebut nama Nyai Gadung Melati
ini, sekelebat anganku kembali ke belakang, akan sebuah kisah legenda tentang
jaman di kala Kerajaan Majapahit mulai redup kejayaannya, dan banyak punggawa
isatana dan bangsawan yang melarikan diri, menyisir sungai, pantai dan di
gunung gunung di seantero Pulau Jawa.
Dalam kisah legenda tersebut
diceritakan bahwa telah datang suatu masa, dimana Kerajaan Majapahit telah
mengalami beberapa kali pergantian kekuasaan dan tak satupun yang dapat
mengembalikan kejayaan seperti pada masa Sang Maha Patih Gajah Mada, dimana
para bangsawan dan raja meyakini bahwa kejayaan mereka telah runtuh karena
seorang sosok yang luar biasa telah lingsir meninggalkan mereka, karena
perbuatan mereka sendiri yang saling rebut
kuasa, hingga rakyat jelata yang menjadi korban dan darah terbuang sia
sia.
Sang sosok yang di kenal dengan
sebutan Sabdo Palon, telah lingsir dan memilih menyepi di padepokan yang berada
di Gunung Kelud. Maka, tak ada cara lain untuk membujuk Sang Sabdo Palon untuk
kembali ke istana, bahkan sang raja sendiri, Prabu Kertawijaya yang berkunjung
dan mohon kepadanya untuk turut serta mengayomi para raja Majapahit.
Di padepokan tersebut, tengah
bercengkerama anatra Sabdo Palon, Petruk, salah seorang putranya yang
berkewajiban menjaga Gunung Merapi di pusat Pulau Jawa, ditemani oleh Nyai
Gadung Melati, Ki Megantara, Ki
Sapujagad, dan Ki Antaboga.
Dalam bercengkaram tersebut, Sang
Petruk sempat menanyaka mengapa Sang Sabdo Palon meninggalakan Majapahit. Dan
dijawab dengan bijak.
“Semenjak perang Bubat hingga
perang Paregreg, Majapahit tidak memerlukan Sabdo Palon. Majapahit sangat membutuhkan darah
dari korban korban perebutan kekuasaan. Bukankah kamu telah tahu, bahwa Sabdo Palon tak pernah
menyatu dengan penguasa yang mementingkan nafsu kekuasaan, tidak memikirkan
kepentingan kawula yang masih hidup
dalam penderitaan.”
Demikian percakapan singkat
antara sabdo Palon, Petruk, Nyai Gadung Melati, Ki Megantara, Ki Sapujagad, dan
Ki Antaboga, yang jauh jauh datang berkunjung dari Gunung Merapi ke padepokan
sabdo Palon yang berada di lereng Gunung Kelud.
Dalam legenda yang hidup di
sekitar Gunung Merapi, nama nama itu memang ada hingga sekarang. Ki Petruk yang
dipercaya sebagai penjaga Gunung Merapi, Nyai Gadung Melati yang di percaya
sebagai ratu dari para makhluk halus yang bermukim di gunung merapi yang
bertugas untuk menjaga kelestarian alam dan penduduk sekitar. Sedangkan Ki
Megantara, konon adalah penjaga angkasa di sekitar Gunung Merapi, yang betugas
menjaga agar apabila Gunung Merapi mengamuk, maka udara di sekitar tak begitu
membahayakan penduduk. Ki Sapujagad, yang konon terciptasebagai hadiah karena “laku prihain” raja pulau jawa
pertama, agar turut serta menjaga keselamatan penduduk sekitar Gunung Merapi,
dan Ki Antaboga, yang bertugas mengelilingi kaki Gunung Merapi dan menjaganya
agar tetap seimbang dan tak turun ke dasar bumi.
Apakah Nyai Gadung Melati yang
tersebut dalam dua kisah legenda itu tokoh yang sama, atau bukan, atau satu
tetapi dua, atau sama tapi beda, sulit memastikannya. Namun yang jelas, dua
tokoh itu tetap hidup di alam pikir kita, sebagai tokoh yang masing masing
punya karakter, fungis, tugas dan kewajiban yang harus dilakukannya.
Dalam kisah legenda yang terjadi akhir akhir
ini adalah, munculnya Nyai Gadung Melati akan datang menemui warga sekitar Gunung Merapi dalam
mimpinya. Dan apabila hal itu terjadi, warga telah maklum dan dapat mengartikan
mimpi tersebut sebagai sebuah peringatan bahwa bahaya dari Gunung Merapi akan
datang. Harus waspada.
Pun demikian dengan waktu
penulisan ini. Tulisan ini dibuat pada tengah malam, dengan jendela kamar yang
terbuka lebar, angin malam bebas masuk ke ruangan. Setiap ku sebut nama Nyai
Gadung Melati, seolah sosok itu hadir menemaniku. Sluman, slumun, slamet, doa
pengestunipun.
Kok Bisa percaya masalah yang takhayyul ?
ReplyDeletemaaf, saya pikir ini bukan takhayul Mas Muhan....
ReplyDeletebagi yang tidak percaya apapun bisa jadi tahayul, sampai agama pun adalah tahayul karena tak dapat dirasakan. tapi lain halnya bagi mereka yang percaya. intinya saling menghormati itu adalah yang paling utama. seberapa yakinpun kita terhadap apa yang kita pegangi.
ReplyDeleteMas muhan...kalau bgitu apakah legenda juga anda artikan sebagai takhayul???
ReplyDeletebener mas muhan. yg paling tau adalah Tuhan YME.
ReplyDeleteGak masuk akal menurt aku ceritanya
ReplyDeleteTapi knp sy yg merasakan adanya karakter nyai gadhung melati Di tubuh sy
ReplyDeleteDi Bekasi
Ya intinya kalo ngak suka ngak usah nyimak berarty kepercayaan mas muh hanya yg ada. Yang nampak. .
ReplyDeletebanyak cerita yang memang tidak masuk akal. setidaknya akal kita, tetapi belum tentu bagi orang lain. cukup banyak faktor yang menyebabkan seperti itu. dan semuanya, sah. boleh. le penting ojo jotos2an. salam rahayu.
ReplyDeletePercaya boleh, tidak silakan. Nalar monggo, tidak masuk akal terserah. Bebas saja. Nilai-nilai keutamaan yg terkandung di dalamnya tetap jalan terus.
ReplyDelete