Tak jarang, bila ke dokter atau
praktisi medis lainnya, kita mendapatkan obat berupa antibiotik. Obat golongan
ini, nampaknya kita tidak begitu asing untuk mendengarnya. Sudah sangat umum,
dan kita dengan sangat mudah mendapatkan
obat golongan ini.
Menurut dr Zubairi Djoerban, spesialis penyakit dalam dan guru
besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, antibiotik adalah zat
antimikroba (zat antikuman) yang berasal dari mikroba lain, umumnya
jamur, atau dapat juga dibuat secara sintetik. Contohnya, lanjut Zubairi,
antibiotik penisilin yang ditemukan oleh Alexander Flemming merupakan
suatu zat yang dihasilkan oleh jamur. Satu jenis antibiotik biasanya
hanya ampuh untuk satu kelompok kuman tertentu, tetapi tidak untuk kuman
yang lain, tetapi ada pula antibiotik yang dapat membunuh berbagai
kelompok kuman.
Kendati begitu, Zubairi tetap menekankan agar hati-hati saat
mengonsumsi antibiotik. Pasalnya, bila sembarangan dapat menimbulkan
masalah yang serius misalnya alergi, dan yang paling ditakuti adalah bila
terjadi resistensi, artinya antibiotik yang dipakai menjadi tidak ampuh
lagi. Kuman menjadi kebal terhadap antibiotik tersebut. Maka penggunaan obat
golongan ini, garus melalui pengawasan dokter.
Namun apa yang terjadi di lapangan? Rasanya kita sendiri yang
harus selektif. Golongan antibiotk ini, dengan berbagai merek dan kemasana
dagang, sangat mudah kita jumpai di apotek ataupun prkatisi medis. Dan cukup
banyak praktisi medis yang memberi resep antibiotic untuk pasiennya. Memang,
kadang antibiotic diperlukan untuk penyakit tertentu, namun kadang juga tidak
perlu.
Melihat dari perilaku praktisi medis seperti diatas, rasanya cukup
masuk akal bila dihubungkan dengan beberapa jurnal kesehatan dari luar negeri
yang menyebutkan bahwa Indonesia, adalah pasar terbesar untuk golongan
antibiotic di dunia. Bahkan dari WHO pun
pernah menyebutnya demikian. Bayangkan!!!
Maka, tak heran bila semua industry farmasi, baik dalam maupun
luar negeri, mempunyai produk obat golongan ini. Dari yang harga murah, hingga
yang mahal. Pertanyaannya, mengapa antibiotic ini cenderung hampir semua
prkatisi meresepkannya?
Dari pasar industri farmasi yang ada, obat untuk golongan ini
memang cukup flexible. Gampang diresepkan, mudah didapat, harga yang terjangkau
(sesuai dengan kelas produknya), pengawasan dari instansi terkait di pasaran,
tidak begitu ketat. Lagipula, trik dan strategi industry farmasipun, sangat
berperan dalam pemasaran obat golongan ini. Terlebih lagi, pengetahuan
masyarakat akan obat obatan, cukup minim, sehingga apa yang dikatakan oleh
praktisi, mereka cenderung untuk melakukannya.
Di negara maju macam Inggris, Perancis, Singapura, bahkan Amerika,
golongan ini sudah mulai di tinggalkan. Karena penggunaan antibiotic ini, di
banding manfaatnya, dirasa kerugian yang ditimbulkan akan lebih besar, dan
masih ada golongan yang berfungsi sama namun efek samping sangat mimin, yaitu
herbal.
Pernah suatu ketika beberapa teman di Perancis, Inggris dan
Singapura yang sempat menyampaikan dalam obrolan via surat elektronik, bahwa oleh dokter dokter keluarga mereka,
telah disarankan untuk mengkonsumsi obat obatan herbal semacam bawang, kunyit,
temulawak bahkan daun meniran, sebagai pencegahan dan pengobatan untuk keluhan
keluhan sakit yang mereka derita.
Rasanya, kita memang harus lebih bijak
sekarang, jangan sampai semua jenis golongan antibiotic itu menjadi konsumsi
bagi anak cucu kita.
No comments:
Post a Comment