K.H.R. Bagus Khasantuko
adalah seorang pangeran Putra Ndalem Sunan Amangkurat III yang pada masa
kecil bernama Raden Bagus Kemuning. K.H.R. Bagus Khasantuko merupakan darah
keturunan Sultan Agung Hanyokrokusumo dari jalur Sunan Amangkurat III atau
Sunan Mas. Oleh karenanya sebagai keturunan raja nama khasantuka diberi gelar
dengan sebutan Raden Bagus.
Mengenai riwayat hidup K.H.R. Bagus Khasantuko, tidak pernah
diketahui secara pasti karena tentang hal ini Sadjarah Dalem dengan sengaja
tidak memuat berita, dan cerita tutur pun tidak banyak memberi keterangan. Akan
tetapi seiring perjalanannya waktu, perjalanan hidup K.H.R. Bagus Khasantuko
mulai diriwayatkan dan ditulis oleh Al-Khidmah Kabupaten Bantul dan kasepuhan
Watucongol. Salah satu keturunan K.H.R. Bagus Khasantuko ini adalah K.H.
Abdurrouf, ia adalah pendiri Pondok Pesantren Watucongol tahun 1820.
Menelusuri jejak sejarah K.H.R. Bagus Khasantuko, tidak
dapat dilepaskan dari awal mula keberadaan dusun Senuko. Adapun asal usul
penamaan dusun Senuko berasal dari nama beliau Khasan Tuko – Santuko – Senuko
dan lidah Jawa mudah mengucapkannya Senuko.
Mengenai sejarah K.H.R. Bagus Khasantuko sekilas perlu
menengok kembali sejarah Babad Tanah Mataram. Sunan Amangkurat III dikenal
sebagai Sunan Amangkurat Mas dan memiliki nama julukan yakni Sunan Kendang.
Beliau memiliki istri dan selir yang berjumlah 48 ditambah dengan wanita yang
lainnya. Selain itu beliau mengambil permaisuri Raden Ayu Lendah dan Raden Ayu
Himpun, putri Pangeran Puger. Masa pemerintahan beliau banyak diliputi berbagai
konflik sehingga banyak bangsawan meninggalkan istana, ditambah dengan sifat
raja senang berfoya-foya dan asmara tetap diatas segalanya membuat para rakyat
pun pada saat itu tidak menyukai kepemimpinannya.
Semasa Sunan Amangkurat III diasingkan oleh Belanda ke Sri
Langka, Ia membawa seluruh para istri dan putra-putranya untuk ikut bersamanya.
Menurut cerita yang berkembang K.H.R. Bagus Khasantuko (Raden Bagus Kemuning),
termasuk salah satu yang ikut diasingkan ke Sri Langka bersama dengan
Amangkurat III, namun tanpa keterangan pasti beliau mampu kembali ke kerajaan.
Tetapi karena konflik yang terus terjadi, membuat Raden Bagus Kemuning tidak
nyaman dan pada akhirnya keluar dari istana.
Raden Bagus Kemuning pun mulai melakukan pengembaraan
menuntut ilmu dari pesantren ke pesantren di Tanah Jawa dan bergaul dengan
kehidupan para kyai dan santri secara akrab bahkan beliau rela melepaskan gelar
kebangsawaannya. Pada tahun 1755 terjadi perjanjian Giyanti antara Sunan
Pahubuwana III dan Pangeran Mangkubumi yang intinya adalah membagi wilayah
kerajaan Mataram Surakarta menjadi dua, yakni Yogyakarta dan Surakarta. Dalam
hal kegoncangan politik inilah kemudian K.H.R. Bagus Khasantuko memilih
bergabung dengan pangeran Mangkubumi, namun setelah itu beliau lebih memihak
untuk bergabung bersama rakyat kecil daripada memasuki istana.
Kisah K.H.R. Bagus Khasantuko sama seperti kisah Kyai Nur
Iman yang mencoba menjauh dari hiruk pikuk tahta angkara yang sedang memanas
dan memilih untuk meninggalkan kerajaan.kalau dirunut tahunnya, Kyai Nur Iman
dan K.H.R. Bagus Khasantuko tidak jauh berbeda masa hidupnya seperti kakak adik
meski kalau dilihat di silsilah kraton mereka berdua bukan kakak adik kandung.
Kyai Nur Iman memilih bertempat tinggal di dusun Mlangi hingga akhir hayatnya,
yang sekarang menjadi kompleks Pondok Pesantren Assalafi Mlangi. Adapun K.H.R.
Bagus Khasantuko memilih Godean sebagai pesanggrahan dalam mengajarkan islam.
K.H.R. Bagus Khasantuko pun sangat berarti bagi Pangeran
Diponegoro disamping K.H.R. Nur Iman. Dasar dari perjuangan Pangeran Diponegoro
sendiri adalah berasaskan panji-panji islam bukan dari kalangan kerajaan.
Selain menganggap K.H.R. Bagus Khasantuko sebagai penasihatnya. Pangeran
Dionegoro juga mengangkat Abdurrauf sebagai senopati. Ingat sebagaimana Perang
Diponegoro yang punya markas di Selarong tapi jangkauan perangnya hingga
Magelang? Hal inilah yang menjadikan Kyai Abdurrauf terkenal di daerah Magelang
tepatnya disekitar Gunung pring basis pasukan Pangeran Diponegoro di Magelang
dapat dikatakan digerakkan langsung oleh Kyai Abdurrauf dan islam kembali berjaya
di Gunung pring lewat dakwah yang dilakukan oleh Kyai Abdurrauf, K.H.R. Bagus
Khasantuko mengajarkan kepada Kyai Abdurrauf untuk selalu mengajarkan kalimat
Allah kepada masyarakat.
K.H.R. Bagus Khasantuko akhirnya menjadi ulama besar yang
disegani. Sebagai ulama, ia berjasa besar dalam menyebarkan agama islam
didaerah Yogyakarta bagian barat, khususnya Godean. Tujuannya hanya satu yakni
mencerdaskan rakyat dengan pengajaran agama. Ia bekerjasama bahu membahu dengan
mbah Nur Iman atau BPH Sandiyo yang menjadi cikal bakal pesantren-pesantren
daerah Mlangi Nogotirto Yogyakarta. Sementara itu salah seorang putera K.H.R.
Bagus Khasantuko yang bernama Abdurrauf juga mengikuti jejak ayahnya yaitu
senang mengkaji ilmu agama. Yang mana kyai Abdurrauf merupakan kakek buyut dari
KH Ahmad Abdul Haq Dalhar (Mbah Mad) yang menjadi pengasuh keempat Pondok
Pesantren Darussalam Watucongol, Gunungpring, Muntilan, Magelang, Jawa Tengah.
Makam dan Sendang K.H.R. Bagus Khasantuko
Makam K.H.R. Bagus Khasantuko
Makam K.H.R. Bagus Khasantuko terletak di lereng atas dari
sendang Senuko. Makam ini beri pengaman berupa pagar besi dan berada diantara
dua pohon beringin. Nisan K.H.R. Bagus Khasantuko berukuran panjang sekitar 150
cm, lebar 60 cm dan tinggi sekitar 70 cm. Kompleks makam ini disebut paseban
lebet karena khusus untuk pengunjung yang bermaksud melakukan ziarah atau
keperluan khusus.
Makam Santri
Pada bagian selatan bawah makam K.H.R. Bagus Khasantuko juga
terdapat dua nisan yang ukurannya lebih kecil, menurut sumber setempat
merupakan makam dari tulang-tulang yang ditemukan ketika dlakukan pemugaran
kompleks makam K.H.R. Bagus Khasantuko. Kedua makam ini berada disisi luar dari
pagar makam, yang diduga adalah makam santri K.H.R. Bagus Khasantuko yang
setia.
Sendang
Sendang Senuko atau sendang Bagusan berada di bagian
bawah selatan makam K.H.R. Bagus Khasantuko. Sendang ini berukuran sekitar 400
cm x 500 cm. Dinding sendang terbuat dari pasangan batu bata yang diplester
semen. Menurut sumber dari masyarakat setempat sendang Bagusan dulunya
merupakan mata air yang sering digunakan untuk berwudhu K.H.R. Bagus Khasantuko
sebelum menjalankan ibadah sholat 5 waktu. Kini air dari sendang banyak
digunakan untuk keperluan sehari-hari masyarakat setempat sekalipun demikian
hingga kini masih cukup banyak orang yang datang ke tempat ini untuk berziarah
dan semacamnya
No comments:
Post a Comment