Dulu, waktu sering
lewat tempat ini, memang sudah terlihat sebagai tempat untuk melakukan sesuatu.
Terlihat dari jalan di atas sungai Opak itu, sebuah pertemuan 2 aliran sungai
(tempuran), dengan semacam tugu kecil berdiri di pinggirnya.
Seiring berjalannya
waktu, pelan pelan ku dengar cerita dari beberapa orang bahwa tempat tersebut
(tempuran) adalah tempat untuk lelaku prihatin, berdoa, panyuwunan, dan entah
apalagi istilahnya, memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan melakukan ritual
berendam di tempuran tersebut, orang jawa menyebutnya “tapa kungkum”, bertapa
dengan cara berendam.
Maka, tak heran jika
pada malam malam tertentu, tempat ini agak ramai dikunjungi orang dari berbagai
daerah. Masih cukup lekat diingatanku saat pertama kali aku menemani seseorang
yang ingin sesirih di lokasi yang kemudian aku mengenalnya dengan Tempuran Mbah
Pendek dari sesorang tersebut. Waktu itu keadaan masih cukup gelap. Hanya ada
sebuah bangunan kecil, dengan tikar diatasnya, dan lampu hanya sekitar 5 watt.
Remang remang di pinggir Sungai Opak. Namun selalu saja ada orang disitu.
Setelah parkir motor
dan ikut bergabung dalam semacama pondok sederhana itu, menjelang jam 00.00
temanku kemudian melakukan tapa kungkum, sedangkan aku hanya menungguinya di
bibir sungai sambil menyulut rokokku untuk mengusir dingin. Seperti itu kami
lakukan hingga beberapa kali tiap malam Jumat. Entah apa yang dicari temanku
itu.
Demikian kurang
lebihnya.
No comments:
Post a Comment