Salah satu situs peninggalan bersejarah, yang tak banyak
diketahui masyarakat adalah situs Watu Gilang, yang terletak di dusun Gilang,
Baturetno, Banguntapan, Bantul.
Sepintas, orang mungkin akan menduga situs ini berkaitan
dengan cerita sejarah Kerajaan Mataram Islam, di Kotagede. Padahal, meski
namanya sama, situs ini sama sekali tak terkait dengan situs Watu Gilang, di
Kotagede, yang erat dengan kisah Raja Mataram Islam Pertama, Panembahan
Senopati.
Sesuai keterangan yang terdapat di lokasi, situs Watu Gilang
di desa Baturetno, Bantul ini merupakan sebuah situs kuno berupa batu besar
satuan (monolith) yang terbuat dari jenis batuan tuffastone. Situs Watu Gilang
ini berbentuk kotak dengan ukuran sisi sekitar 260cm dan memiliki tinggi
sekitar 100 cm.
Ukuran permukaan Batu Gilang agak lebih kecil, yakni sekitar
240 x 230cm dan di tengahnya terdapat lubang berdiameter sekitar 18 cm dengan
kedalaman sekitar 15cm.
Berada tak jauh dari jalan raya Jogja-Wonosari, lokasi situs
Batu Gilang terletak di tengah pemukiman rumah penduduk yang cukup padat. Di
dekatnya terdapat sebuah sendang mata air kecil, yang hingga kini masih
berfungsi.
Warga yang bertugas
menjaga dan merawat situs Watu Gilang, Muhammad Dahuri (56)/Foto: Jatmika H
Kusmargana
Salah satu yang menarik dari situs Batu Gilang adalah ukiran
relief yang terdapat pada keempat sisi batu. Pada setiap sisinya nampak
dipenuhi hiasan ukiran berupa sulur-suluran dan ornamen bunga serta sepasang
binatang dalam panel yang berbentuk kotak persegi.
Pada dinding batu sebelah utara terdapat ukiran binatang
berupa ikan dan musang. Pada sisi timur terdapat ukiran sapi dan kambing. Pada
sisi sebelah selatan terdapat ukiran burung dan kuda. Sedangkan pada sisi barat
terdapat relief ukiran berbentuk gajah dan kuda terbang, dengan sayapnya yang
terkembang.
Masih dari keterangan yang tertera di lokasi, sejumlah
sumber menyebut bahwa gambar binatang pada panel itu merupakan perlambangan
dari tokoh-tokoh wayang. Meski begitu, hingga saat ini para ahli belum dapat
memastikan maksud relief tersebut, termasuk pemanfaatan atau fungsi dari situs
Watu Gilang, juga kapan situs ini dibuat.
Sementara itu salah seorang warga yang bertugas menjaga dan
merawat situs Watu Gilang, Muhammad Dahuri (56) menyebut berdasarkan cerita
yang beredar, konon Watu Gilang ini merupakan situs peninggalan seorang tokoh
terkenal dalam dunia pewayangan Parikesit. Yakni anak dari Abimanyu sekaligus
cucu dari Arjuna.
“Situs ini memang masih penuh misteri. Para ahli pun belum
mengetahui apa sebenarnya fungsi situs ini. Namun diperkirakan relief situs
Watu Gilang ini merupakan sebuah bahasa kuno Sansekerta. Pembangunanya juga
diperkirakan dilakukan pada masa Mataram Hindu,” katanya Sabtu (27/01/2018).
Meski tanpa pagar serta atap, kondisi kawasan situs Batu
Gilang sendiri nampak cukup terpelihara. Hanya berukuran kurang dari 50 meter
persegi, halaman situs Watu Gilang nampak bersih dan tertata. Hanya saja,
faktor usia membuat sejumlah bagian batu nampak terkelupas. Selain itu batu juga
nampak miring karena kondisi tanah menurun.
“Kabarnya ada rencana dari BPCB Yogyakarta untuk membuat
alas, pagar besi di sekeliling situs dan atap di atasnya. Namun hingga saat ini
belum terlaksana. Tidak tahu juga kenapa,” katanya.
Situs Watu Gilang di dusun
Gilang, Baturetno, Banguntapan, Bantul/Foto: Jatmika H Kusmargana
Sebagai informasi, situs Watu Gilang sendiri hanya merupakan
satu dari sekian situs yang pernah ditemukan di sekitar kawasan Bantul bagian
utara ini. Tak jauh dari lokasi ini, masih di desa yang sama, yakni dusun
Mantub, Baturetno, Tamanan, Bantul, juga pernah ditemukan benda cagar budaya
berupa Candi yang dikenal dengan nama candi Mantub.
Sementara di arah sebelah timur dari situs Watu Gilang,
diketahui juga pernah terdapat temuan arkelogis lainnya, berupa Candi Gampingan
di dusun Gampingan Sitimulyo, dan situs Payak di dusun Payak, Sitimuyo,
Piyungan, Bantul, yang hanya berjarak sekitar 4-5 kilometer.
Sumber : watu gilang
No comments:
Post a Comment