Adalah sebuah situs sejarah berkaitan dengan berdirinya Keraton Yogyakarta. Di tempat ini juga terdapat tradisi Bekakak, sebagai sebuah peringatan akan peristiwa yang dulu pernah terjadi berkaitan dengan Gunung Gamping ini. Konon, ritual yang diadakan pada Jumat minggu ketiga di bulan Sapar, Kalender Jawa itu, tak lepas dari cerita abdi dalem Pangeran Mangkubumi (Sri Sultan Hamengkubuwo I) yang bernama Ki Wirosuto.

Suatu hari terjadi musibah besar yang menyebabkan Gunung Gamping longsor. Ki Wirosuto hilang terkena longsoran gunung, namun jasadnya tidak ditemukan saat dilakukan pencarian.
"Menurut cerita, jasadnya hilang dan masyarakat kala itu meyakini arwah Ki Wirosuto masih berada di Gunung Gamping karena beliau dikenal sebagai petapa sakti," kata Suparyanto, tokoh masyarakat di Gamping Kidul, Ambarketawang, Gamping, Sleman kepada Okezone.
Masyarakat sekitar, kala itu yang pekerjaannya mengambil batu kapur di Gunung Gamping selalu mendapat musibah. Tidak sedikit yang meninggal karena terkena longsor saat mengambil batu kapur.
"Menurut cerita, danyang (penunggu) di Gunung Gamping meminta tumbal dua pasang pengantin setiap tahun. Kalau tidak diberi, masyarakat akan terus mengalami musibah," kata pria yang sejak 2000-2011 menjadi panitia bekakak tersebut.
Permintaan tumbal dua pasangan pengantin itu jelas membuat masyarakat kala itu resah dan sampai di telinga Raja Kraton Yogyakarta.

Setelah ada persembahan bekakak itu, masyarakat tidak lagi mengalami musibah saat berada di Gunung Gamping. Hingga kini, masyarakat setempat terus melestarikan ritual tersebut meski tujuan utamanya bukan lagi menolak bala.
Suami Sutandiyah Ekowati itu mengaku, saat ini tujuan ritual bekakak lebih pada melestarikan budaya yang ada. Ritual persembahan bekakak itu akan digelar Jumat, 20 Desember mulai pukul 14.00 siang.
Sebelum ada persembahan berupa dua pasang miniatur pengantin, masyarakat akan melakukan kirab di Desa Ambarketawang. Dalam kirab itu juga diarak roh jahat yang bernama Gendruwo dan Wewe. Sosok keduanya digambarkan sebagai pengunggu roh halus pengunggu Gunung Gamping.

"Ini bentuk melestarikan budaya, nguri-nguri budaya leluhur, sebagai doa rasa syukur juga," kata Bambang.
No comments:
Post a Comment