Monday, June 4, 2018

Yoni Mbah Demang, Modinan, Banyuraden, Gamping


Modinan, Banyuraden, Gamping. Ki Demang Cokrodikromo adalah seorang demang yang gentur tapane (besar laku prihatinnya), memiliki kharisma yang tinggi, disegani, dan dihormati oleh keluarga dan masyarakat sekitar. Salah satu bentuk laku prihatin yang dijalaninya adalah mandi hanya setiap satu tahun sekali yaitu pada tanggal 7 Sura tengah malam.

Sisa air mandi Ki Demang tersebut diambil oleh anak cucu dan sanak saudara untuk ngalap berkah. Sampai sekarang, tradisi ini masih tetap dilestarikan dan banyak warga masyarakat yang ikut ngalap berkah dengan mengambil air dari sumber air yang sama dengan yang dahulu dipakai mandi oleh Ki Demang  Cokrodikromo.
Siapakah Ki Demang ini sebenarnya?

Ki Demang adalah seorang anak dari bekel Cokrojoyo. Nama kecil dari Ki Demang adalah Asrah dan dikenal sangat nakal. Oleh ayahnya, Asrah dititipkan pada Demang Dowangan yang memberinya tugas angon bebek dan mencari satu ikat kayu bakar setiap harinya. Pada usia akhil baligh, Asrah bertapa di rumah penatu selama sebulan. Ketika bertapanya mencapai sebulan, banyak orang mengira Asrah sudah meninggal di tempat pertapaan. Kemudian mulut Asrah ditetesi dengan cairan kanji, dan cairan kanji itu oleh Asrah diminum, dan ternyata Asrah memang masih hidup.

Sementara itu dalam pertapaanya Asrah bermimpi bertemu dengan dua orang yang berpakaian seperti haji dan orang tersebut memberi  kitab kecil. Setelah selesai bertapanya, Asrah mencari kitab tersebut dan ditemukannya di sungai Bedog. Asrah menjadi orang yang sakti, dapat menyeberang sungai bedog yang sedang banjir, dan bahkan mampu menghalau para penjahat yang sering merusak perkebunan milik Belanda. Awalnya dari sayembara di daerah Dowangan untuk memberantas kejahatan di sekitar Kali Bedog dan Kali Bayem dan pemenangnya akan dijadikan mandor perkebunan. Asrah merasa tertantang walaupun banyak orang yang meragukan. Karena berhasil, Asrah diangkatmenjadi mandor perkebunan.

Pada suatu kemarau panjang, banyak perkebunan tebu di daerah Demakijo menjadi kering. Atas permintaan pemilik pabrik gula dalam sayembara, Asrah menyelenggarakan pertunjukan wayang kulit di tengah lapangandan memohon kepada Yang Maha Agung untuk memberikan air bagi para petani yang kelaparan dan untuk memenangkan sayembara. Pada saat bagian “gara-gara”, terjadi hujan deras selama tiga hari tiga malam sehingga daerah yang semula kering menjadi berkelimpahan air, dan tanaman tebu menjadi tumbuh lagi. Akhirnya Asrah diangkat menjadi demang pabrik yang tugasnya mengawasi perkebunan milik pabrik gula di daerah Demakijo.

Setelah menjadi demang, Asrah berganti nama menjadi Cokrodikromo yang dikenal dengan sebutan Ki Demang Cokrodikromo. Semua keberhasilan Ki Demang tersebut berkat laku prihatin yaitu tidak makan garam, dan setiap sore laku tanpa bisu mengelilingi rumahnya. Selain itu, Ki Demang juga ngaloki dengan mandi setahun sekali, yaitu setiap malam menjelang tanggal 8 Sura bertempat di sumur di belakang rumahnya.

Ki Demang dikenal sebagai orang yang selalu mengutamakan kepentingan orang lain, dan selalu memberi hidangan makan bagi tamu yang dating ke rumahnya. Kebiasaan memberi hidangan ini, kemudian dilestarikan oleh anak cucu yang kemudian dikenal dengan tradisi pembagian kendhi ijo. Selain itu, Ki Demang juga berpesan kepada anak cucunya, “luwih becik menehi tinimbang diwenehi”, “tangan kuwi becik mengkurep tinimbang mlumah”, “sapa sing muwuhi bakal ditambah, lan sapa sing ngurangi bakal disuda”, untuk memberikan rasa perlindungan kepada masyarakat di sekitarnya.

Yang menarik di lokasi ini adalah adanya sebuah makam dengan bangunan sederhana di sebelah barat sumur, dengan beberapa buah batu prasejarah, yaitu dua buah yoni berukuran sedang, watu lumpang, dan beberapa umpak. Tidak diketahui dengan pasti dari mana batu batu bersejarah tersebut berada ditempat itu. Karena lokasi dan penempatannya cukup baik, maka batu batu tersebut cukup terawat dan dalam kondisi baik Namun lingga, sebagai batu pasangan dari kedua yoni tersebut tidak ditemukan di tempat tersebut.


sumber cerita : fajriana































No comments:

Post a Comment